Congrats, Pretty, and Be Mine?
“Lo ikut-ikutan gue ya?!”
Gideon memejamkan matanya ketika seruan Audey terdengar. Baru saja ia ingin menyapa lelaki manis itu, belum-belum sudah disemprot saja.
“Ikutan lo apa, sih?” Gideon menatap Audey yang tengah memasang sabuk pengamannya, “Ya itu tweet lo, ikut-ikutan ngepost foto kaya gue.”
“Iya, gue ikut-ikutan. Kan gue mau dapet kabar dating sama lo, sapa tau bisa gue pacarin beneran.”
“Halah.”
Gideon terkekeh gemas dalam hati saat melihat semburat merah di pipi Audey. Aduh, rasanya Gideon ingin peluk lelaki itu erat-erat. Wajah dan mulutnya selalu saja mengatakan sesuatu yang bertentangan.
“Gue jalan nih?”
“Huum, jalanin aja.”
“Apanya? Hubungan kita?”
Audey menghela nafasnya lelah, ia melirik kearah Gideon yang sudah tertawa geli menatap kearahnya.
Jujur saja, Audey memang ingin memukul kepala lelaki di dekatnya ini. Namun ia juga tak mau memungkiri bahwa hatinya menghangat setiap Gideon berbicara padanya.
“Gideoooon!”
“Iya-iya maaf, gue jalan sekarang.”
Perjalanan mereka —yang sebenarnya jauh— terasa begitu dekat sekarang ini. Sebab selama perjalanan mereka mengobrol banyak.
Entah dari cerita Audey soal ayah dan ibunya yang membuat Gideon misuh-misuh sebal, tentang persiapan comeback Breve yang akan diumumkan sebulan lagi, dan yang lainnya.
Mereka selalu memiliki topik untuk dibicarakan dan Audey yang memang biasanya merasa canggung dengan orang baru merasa bersyukur karena itu. Gideon selalu memiliki cara untuk membuat suasana diantara mereka terasa hangat.
“Makan disini aja nggak papa ya?”
Audey menoleh kearah restoran yang ditunjuk oleh Gideon, ia kemudian mengernyit heran oleh pertanyaan lelaki itu. “Ya nggak papa dong, emang kenapa?”
“Ya nggak tau gue tanya aja. Takutnya lo nggak nyaman makan di tempat yang nggak fancy.”
Audey terkekeh, “Gue nggak kaya gitu kali, Gad. Gue gak pernah masalahin makanan kok. Toh, hari ini gue ikut lo makan malam kan karena emang gue mau hang out sama lo. Bukan karena gue mau makan makanan mahal dan habisin uang lo.”
Gideon tersenyum mendengar ucapan lelaki aries itu.
Setelahnya, ia mengajak Audey untuk turun dan masuk ke dalam restoran tersebut. Gideon meminta ruangan private untuk keduanya. Mengingat mereka berdua adalah public figure dan pasti akan banyak papparazi atau fans di sekitar situ.
“Gue udah ngasih tau lo belum? Anaknya pemilik agensi gue nanti bakal kerja di agensi, loh,” Gideon bercerita. Ia mencomot satu kentang goreng di atas meja mereka dan memakannya sembari menunggu Audey menjawab.
“Oh iya? Kapan?”
“Sebulanan lagi kayanya. Deket-deket tanggal Breve comeback.” Audey mengangguk-angguk mendengarnya.
“Kakak gue baru lulusan kemarin sih. Gue udah cerita kan kalo mama minta uang lagi buat pesta graduationnya kakak?”
Gideon mengangguk. “Ya gitudeh, mana biayanya yang diminta kakak gue gak murah lagi buat pesta. Capek gue sebenernya, Gad.”
“You're doing great, Audey. Gue nggak bisa berbuat apa-apa kalo soal keluarga lo jadi gue disini bakal jadi tempat lo buat buang semua keluh kesah lo, ya?”
Audey mengangguk dan tersenyum, “Makasih.” Tentu saja Gideon membalas senyumnya.
Begitu makanan yang dipesan datang, keduanya makan dalam diam. Walau begitu, keduanya sesekali melempar senyum ketika tangan mereka tak sengaja bersentuhan di atas meja.
Hal kecil seperti itu selalu membuat keduanya berdebar.
“Btw, Audey.”
“Hm?”
“Gue mau ngomong bentar boleh?” Selepas makan malam mereka telah selesai, Gideon membuka percakapan terlebih dahulu.
“Ya boleh? Bagus dong kalau lo ngomong?”
“Gue mau ngomong serius sama lo, maksudnya.”
Audey mengangguk dan tersenyum. Ia mungkin terlihat tenang, namun dalam hatinya ia sudah banyak bertanya-tanya. Apa yang akan dilakukan oleh salah satu member Breve itu?
“Coba lo berdiri sini depan gue.”
Audey menurut saja. Ia berdiri di hadapan Gideon, masih dengan senyum manisnya. Setelahnya, Gideon mengambil kedua tangan Audey — yang tadinya di samping tubuh lelaki itu— dan mengenggamnya erat.
“Lo keringetan. Tangan lo basah.” celetuk Audey saat merasakan hangatnya tangan Gideon.
Gideon menunjukkan cengirannya sebelum akhirnya ia mengambil nafas panjang. “Ada beberapa yang mau gue bilang ke lo hari ini dan gue mau lo dengerin gue dari awal sampai akhir, ya?”
“Okay.”
“Pertama, selamat buat kesuksesan album lo yang baru ini, Harmony. Gue beneran bangga banget sama lo. Lo bisa bawain semua acara selama promosi lo dengan baik ditengah-tengah berbagai macam ucapan dari orang tua lo. Makasih banyak udah jadi sehebat ini.”
Ini bukan pertama kalinya Audey mendengat kata 'hebat' keluar dari bibir Gideon. Namun ia selalu merasakan hangat ketika mendengarnya.
Rasa hangat di relung hatinya itu berhasil menarik bibirnya untuk tersenyum hangat ke arah si lelaki taurus di hadapannya.
“Kedua, lo cantik banget hari ini, Audey. I mean, lo selalu cantik sih, tapi hari ini lo cantik banget banget banget. Bahkan malaikat aja nggak bisa ditandingin sama cantiknya lo.”
Kedua pipi Audey menghangat. Ditambah tatapan dalam dari Gideon untuknya. Ah, kaki Audey rasanya tak sanggup lagi untuk berdiri sebab ucapan cheesy dari lelaki taurus itu.
“Ketiga, yang terakhir juga, Gue cinta lo. Jadi, ayo pacaran sama gue?”
Tubuh Audey mendadak kaku mendengar ajakan dari Gideon. Tak pernah ia bayangkan bahwa Gideon akan mengungkapkan perasaannya hari ini.
Sebenarnya Audey sudah tahu bahwa Gideon menyimpan perasaan untuknya sedari bulan lalu. Begitu pula sebaliknya. Audey juga menyimpan perasaan untuk lelaki itu.
Jika Audey hanya terdiam, maka Gideon sudah berdiri di sana dengan segala pemikiran buruknyam Bagaimana jika ia ditolak lalu hubungannya dengan Audey menjadi renggang?
“Itu— maksud gue— gue tau ini mendadak banget tapi gue—ekhem, aduh tolong jangan jauhin gue waktu lo tau—”
Cup
Gideon terdiam “Lo cerewet banget sih. Gue mau.”
“Hah?”
Audey menaikkan satu alisnya mendengar reaksi dari Gideon. Ia terkekeh pelan, merasa gemas pada Gideon ditengah segala rasa malunya.
Sebenarnya sih, dalam hati ia sudah merutuki dirinya sendiri yang berani sekali untuk mendaratkan kecupan di bibir.. ekhm.. pacar barunya. Tapi daripada ia mendapat ejekan dari Gideon lebih baik ia bersikap seperti ini saja.
“Audey— lo terima gue? Beneran? Terus tadi lo cium gue? Hah?”
“Iya, serius.”
“Gue nggak mimpi?”
“Lo mau gue pukul dulu buat buktiin?”
“Serius?”
Audey menggeleng dan menghela nafasnya sebelum menunjukkan senyum paksa. Ia menarik hidung mancung Gideon dengan gemas.“Iyaaa sayaaang! Kita pacaran sekarang. Gue pacar lo, lo pacar gue. Audey punyanya Gad, Gad punyanya Audey. Oke?”
Gideon menatap Audey yang tengah tersenyum manis. Ah, semburat merah di pipi lelaki itu menambah kadar manis di wajah Audey.
Maka setelahnya, Gideon membawa Audey ke pelukan erat, pelukan yang ia berikan untuk menunjukkan rasa bahagia juga rasa gemasnya.
“Aku sayang kamu, Audey.”
“Aku juga sayang kamu, Gad, hehe.”
Pacar gue gemes banget!