bluemoonseu

written in lowercase

selepas bertemu dengan miku, salah seorang mutualannya di twitter yang sama-sama fans dari seorang odizea dharmendra, arcelio melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung yang dipakai untuk fansign hari itu.

“eh lihat deh, kak. odi ganteng banget hari ini,” miku berceletuk sembari menyenggol lengan arcelio yang sedari tadi melamun.

rupanya para member esctasy sudah menunjukkan batang hidungnya di panggung dan arcelio tidak menyadari itu.

berterimakasihlah pada miku, sehingga arcelio tidak tenggelam dalam pikirannya. sebab didepan sana sudah ada keempat member ecstasy, berdiri dengan senyum rupawan dan gaya mereka masing-masing.

arcelio menatap dari ujung. dari sang leader, maleakhi. anggota tertua dari ecstasy itu hari ini mengenakan vest berwarna abu-abu yang dipadukan dengan kaus putih dan jeans favoritnya, membuat kesan soft pada sang empu.

kemudian berlanjut kepada gaviota yang menggunakan kaus putih dengan kardigan berwarna hitam. lalu naiser dengan gaya khasnya yang simple, sweater berwarna putih dengan celana training.

dan terakhir, odizea. jujur saja, arcelio tak dapat lagi memandang lelaki itu sama ketika ia telah mengalami hal tadi.

apakah benar odizea adalah pasangannya di masa depan? atau bagaimana? apakah tempat yang dimasukinya tadi adalah tempat dimana semua mimpi terkabul? atau apa?

pertanyaan-pertanyaan muncul di benak arcelio. hingga saat netranya tak sengaja bertemu dengan odizea di depan sana, arcelio menelan ludah. pria —yang saat ini berpenampilan soft dengan kaus putih dan kardigan berwarna clearspring green— itu tersenyum hingga matanya menyerupai bulan sabit dan melambai pada arcelio sejenak baru setelahnya kembali menyapa yang lain.

“heh kak! kamu dinotice sama odi tuh! kok malah bengong?”

arcelio mengerjapkan matanya. mengabaikan segala pertanyaan di kepala, pria manis itu mengepalkan tangan dan menatap miku dengan binar bahagia.

“ganteng bangeeeet...” pekiknya dengan suara berbisik. miku yang mendengarnya mengangguk setuju. “nggak sabar pengen ngobrol beneran deh..”

deg!

perkataan miku itu berhasil buat arcelio tersadar sesuatu. iya juga. ia akan bertatap mata dengan setiap member nanti, karena bagaimanapun ini adalah fansign.

tapi masalahnya sekarang, bagaimana caranya arcelio bertatap mata dengan odizea ketika hal yang dialaminya tadi itu juga bersama pria tersebut?!

mati aku..


waktu berjalan bergitu cepat hingga kini sudah giliran arcelio untuk berbicara pada odizea.

lucunya adalah odizea yang sedari tadi sudah selesai dengan fans sebelum arcelio, terus menatap arcelio yang tengah mengobrol dengan naiser. membuat arcelio gugup sendiri.

mana tatapannya kaya aku mau digantung di tiang bendera terus dikerek naik turun..

arcelio memejamkan matanya takut-takut, naiser yang menyadari itu tertawa kecil dan memukul lengan odizea. “heh, udah ngelihatinnya dia takut nih!”

“emang muka gue seserem itu apa, jahat bener omongan lo, se.”

“ya emang serem, kaya bergens.”

“kurang ajar!”

naiser tertawa, setelahnya ia menyerahkan album yang telah ditandatangani kepada arcelio dan tersenyum ramah pada pria manis itu. “sampai jumpa lagi yaa, arcelio! it's nice to have a conversation with you!”

arcelio tersenyum manis dan melambaikan tangan pada naiser, baru setelahnya ia bergeser menuju ke hadapan odizea.

“hai,” odizea menyapa pertama kali dengan senyum. arcelio tersenyum kecil dan menaruh albumnya di meja yang menjadi penghalangnya dengan odizea.

“jadi, arcelio?”

“iya, aku arcelio. it's nice to finally see you, oje!” arcelio sampingkan semua rasa canggungnya dan berbicara selayaknya fans dan seorang idol sekarang. ia tak mau momen pertamanya bertemu dengan odizea harus rusak karena pertanyaan-pertanyaannya.

“oje?” odizea menaikkan alis bingung. hingga tiba-tiba matamya membulat, buat lelaki manis dihadapannya merasa takut.

“maaf, kamu nggak suka dipanggil oje, ya? i guess i'm gonna go with odi...?” tanyanya pelan.

lantas lelaki di hadapannya menggeleng cepat, pertanda bahwa ia tidak setuju dengan ucapan arcelio sebelumnya, “no no no, that's okay. saya jadi ingat sama seseorang dengar panggilan dari kamu itu tadi.”

arcelio tersenyum dan setelahnya mengangguk, tak mau bertanya lebih lanjut lagi.

keduanya berbincang hingga tak terasa, saat ini waktu hampir habis. saat arcelio sudah ucapkan kalimat perpisahan, odizea malah memberikan sticky note diam-diam pada arcelio.

lelaki manis itu mengerjap pelan menerima sticky note yang dilipat itu dari odizea, bingung. mengetahui itu, odizea akhirnya menjelaskan “baca waktu sendiri ya? jangan sampai siapapun tahu. ada sesuatu di dalam,” odizea berbisik kepada arcelio dan tersenyum.

“apa...?”

odizea tak menjawab dan hanya tersenyum. ia melambaikan tangannya pada arcelio yang setelahnya sudah diminta turun dari panggung oleh managernya.

i wish that little note can leads us into our new world, cilo. the world that meant to be for us two.

Lionel berlari cepat ke taman belakang, tangannya genggam undangan pernikahan dengan namanya dan Adrian yang ditemukannya tadi dengan erat. Tak peduli kepalanya yang pusing, ia akan tetap berlari untuk dapat sebuah kejelasan.

I got you, Lio,” begitu sampai di taman belakang dan sosok kecilnya tertangkap oleh netra Adrian, Adrian segera mendekat dan bawa pangeran Ainsley itu dalam pelukan.

“Hei, kenapa?” tanyanya sembari elus kepala Lionel yang kata si empunya tengah pusing tersebut.

Berpelukan dengan Adrian memang tidak asing bagi Lionel sebulan ini. Ia sudah kerap kali menerima pelukan hangat dari si lelaki Conor. Kata Adrian sih, pelukan Lionel menenangkan, maka Lionel tak punya alasan untuk menolak sebuah pelukan.

“Aku nemu sesuatu..”

“Iya, apa?”

Lionel renggangkan tubuh keduanya dan tunjukkan undangan pernikahan di tangannya pada Adrian. “Aku nemu ini, Louie. Di laci meja aku. Louie, katanya kita nikah tapi tanggalnya sudah lewat sebulan lalu.”

Adrian hanya diam tatap undangan tersebut. Undangan yang dulu sempat menjadi favoritnya dan kini tak pernah berani ia lihat. Adrian simpan undangan itu jauh-jauh sebab tak ingin mendapat rasa kecewa.

“Louie.. jangan diem aja. Apa karena kecelakaan waktu itu, ada sesuatu yang aku lewatin? Louie? Aku lupa sesuatu?”

Sang lelaki tak bergeming, buat Lionel guncangkan pundak lelaki yang disukainya ini, “Louie, hiks! Bilang, bilang, bilang! Bilang aku lupa apa? Louie jangan diem.. bicara, hiks!”

Lionel terus meracau hingga tiba-tiba kepalanya mengingat sesuatu. Bagai menonton sebuah film, Lionel kembali diperlihatkan bagaimana ia masuk ke dalam Aterniland Academy hingga akhirnya ia bertemu dengan Adrian.

Dan seterusnya hingga Adrian melamarnya di sebuah pesta dansa.

“Louie.. Giant Louie,” ia bergumam dan perlahan mendongak. Dapat ia rasakan tubuh jangkung dihadapannya menegang dan tatap dirinya penuh harap.

“Kamu...” Adrian tak dapat berkata-kata.

“Aku pernah masuk ke Academy dan ketemu kamu. Boneka dengan tag nama Ui Bear di kamar aku sekarang itu dari kamu, Lou. Kamu lamar aku dihadapan semua orang di pesta dansa. Louie, hiks. Louie kamu punyaku, hiks! Little Io punyanya Louie.. maaf hiks!”

“Sayang..” Adrian menatap Lionel yang tengah menamgis di hadapannya tak percaya. “Kamu ingat.. Kamu ingat aku, sayang?”

Lionel yang sudah berderai air mata mengangguk menatap Adrian. Buat Adrian menutup matanya sejenak, menahan rasa bahagia dan harunya. Ia tarik nafasnya panjang dalam hatinya berterima kasih sebab kini Lionel telah mengingatnya.

Lionel kini benar-benar miliknya. Ia tidak sendiri lagi. Ia milik Lionel dan Lionel miliknya.”

“Little Io,” Adrian tersenyum, air matanya keluarkan air mata bahagia. Ia panggil nama yang ia berikan untuk Lionel dengan penuh sayang. Hingga kini kedua tubub berbeda tinggi itu berpelukan, melempar rasa rindu akan satu sama lain.

Adrian pun tak henti-hentinya kecup puncak kepala sang kekasih, makin lama ia makin eratkan pelukannya. Ya Tuhan, ia bersyukur, Lionel kini mengingatnya.

“Kenapa kamu nggak bilang dari awal, Lou?”

“Aku ngga mau kamu sakit, Io. Aku sakit lihat kamu sakit..”

“Aku lebih sakit kalau nggak inget orang yang aku cinta, Lou. Kamu pasti sedih banget kan? Iya, kamu pasti sedih banget waktu aku nggak inget kamu,” Lionel lepas pelukannya dan tangkup pipi Adrian dengan panik, “Maaf aku buat dada kamu sesak ya, Lou? Aku buat mata kamu keluarin air mata terus?” Bibir Lionel melengkung kebawah.

“Maaf Louie, maaf. Sebulan ini kamu udah nangisin aku berapa kali? Udah berapa kali kamu sedih dan aku nggak ada disamping kamu, Sayang?”

“Kamu selalu disamping aku, Sayang,” Adrian rasakan hatinya menghangat karena Lionel. Ketika tangan lembut itu usap air mata dan pipinya, Adrian rasakan ia kembali hidup.

Sudah lama sekali rasanya ia tak rasakan afeksi-afeksi kecil nan menghangatkan dari Lionel. Meski satu bulan ini ia dekat dengan lelaki Ainsley itu, Adrian tak pernah berani lewati batas.

Namun kini, ia justru mendapat lebih. Ia mendapatkan kembali afeksi, perhatian, serta ingatan Lionel.

“Udah hei, ini bibirnya nggak boleh cemberut. Kan udah ingat?”

Masih dengan wajah ditangkup Lionel, Adrian mengusap bibir milik Lionel yang masih tunjukkan lengkungan ke bawah. “Kenapa, Sayang?” tanyanya sekali lagi lebih lembut.

“Kita.. pernikahan kita. Kita berdua nunggu banget waktu-waktu itu. Tapi karena aku.. karena aku kece—”

cup

Belum selesai Lionel ucapkan kalimatnya, Adrian berikan kecupan. “Bukan salah kamu. Kecelakaan ini nggak pernah ada yang mau, ya? Ngga papa, kita bisa nikah kapan aja, Sayang. The most important thing is you remember me.”

“Luka kamu sebulan ini...”

Adrian peluk Lionel sebelum sang empu selesaikan ucapannya, “Ssst.. luka aku udah sembuh lihat kamu sekarang. Makasih banyak udah inget aku.”

“Makasih banyak udah berjuang Louie, aku sayang sama kamu.”

Kepala Lionel dapat kecupan hangat nan dalam sekali lagi, “Aku juga sayaaaang banget sama Little Io. Sekarang ayo kita umumin bahagia kita ke semua orang, ya? Dan penyebab kecelakaan kamu juga ceritain ke kita.”

“Nanti dulu..” Lionel justru eratkan pelukannya, ia sandarkan kepala ke dada Adrian. Ia masih rindu. “Congrats ya, Louie. You made it. Cinta kamu ke aku berhasil buat aku pulang, Louie.”

“Enggak sayang. We made it. So congrats for us?

Lionel tak dapat tak tersenyum ketika ia mendongak dan temukan senyum bulan sabit milik Adrian.

Okay, congrats for us.” Entah siapa yang memulai, kini mereka satukan bibir mereka untuk pertama kali dalam sebulan ini. Rasanya hangat mulai menjalar di hati mereka ketika mereka sadari bahwa mereka telah berpulang.

Terima kasih sudah tepatin janji kamu untuk bahagia sama aku, Little Io. Terima kasih, banyak.

warn! lowercase, broken english, kiss

“hei kenapa nangis, sayang?”

elias yang baru kembali dari bakery sang ayah dan ibu itu segera taruh keranjang berisi kue kala lihat kekasihnya yang manis menangis.

“mama...”

satu kata yang keluar dari mulut kio buat elias langsung paham, lelaki cassiopeia itu lantas mendekat dan peluk lelaki manisnya.

“nggak papa, nggak papa, ki.”

“mama bilang aku harus terus maju, jangan lihat kebelakang. mama bilang mama selalu sayang sama aku, eli. mama bilang dia mau cerai sama papa.”

elias berbohong kalau dirinya bilang dia tak terkejut dengan perceraian kedua orang tua kio.

what do you feel?”

“bingung. aku nggak tahu. mau bilang seneng nggak bisa, sedih juga nggak bisa. capek rasanya, eli. capek banget.”

lantas elias bawa kio mendekat padanya. ia kecup puncak kepala kio dan elus surai coklatnya, “nggak papa, capek itu wajar, sayang. nggak papa.”

“nggak papa juga butuh waktu untuk sembuh buat memaafkan. semesta nggak pernah paksa kamu buat selalu memaafkan. it's okay. kionya elias ini juga seorang manusia, nggak semua kesalahan bisa dia terima dan maafkan dengan lapang dada. ya?”

“aku bersyukur aku kenal kamu, eli.”

“aku juga sayang, aku juga. sembuhin lukanya bareng aku ya?”

“kamu bersedia nunggu?”

“kenapa enggak?” kio lepaskan pelukan keduanya dan mendongak tatap elias yang tengah tersenyum lembut.

lelaki cassiopeia itu kemudian sentuh hidung mancung milik kio dengan gemas. “sayangku ini, kenapa juga aku harus buru-buru minta kamu sembuh? aku tahu apa yang kamu terima ini sakitnya sudah luar biasa, maka sembuhnya juga bakal lama. nggak papa, aku di sini. bersama kamu. nanti setelah kamu sudah sepenuhnya tumbuh dari luka...” elias gantungkan ucapannya.

“kenapa?” kio bertanya penasaran.

elias lantas mendekat dan kemudian berbisik tepat pada telinga lelaki manisnya, “kita nikah.”

“s-serius?”

“iya. setelah semuanya selesai, setelah mama dan kamu sudah baikan. setelah semua bahagia. kita bakal menikah, ya?”

netra kio berkaca, tak pernah menyangka bahwa ia akan temukan sosok yang akan ia cintai dan mencintainya balik seperti sang ibu lagi.

“makasih eli, makasih banyaak. sejak aku disini aku bisa rasain gimana kasih sayang ayah bunda, gimana kasih sayang ael dan juga kamu. makasih ya.”

“makasih kembali sayangku. tetap jadiin aku rumah kamu ya? tempat kamu bercerita hari-hari kamu dan juga keluh kesah kamu seperti dulu.”

“iya, kamu juga bisa lakuin yang sama ke aku.”

netra keduanya bertemu tatap. dan kasih sayang dari pasangannya, dapat masing-masing mereka rasakan. bagaimana elias memandang kio sebagai dunianya dan juga sebaliknya.

let's be each others home, shall we?

let's be each others home, eli.

entah keduanya sadari atau tidak, kini wajah keduanya mendekat. entah siapa yang memulai, bibir mereka kini mulai bertaut dengan manis.

saling mengecap manis dari bibir pasangannya, sampaikan rasa cinta yang begitu mendalam, rasa ingin melindungi dari satu sama lain.

jadi begini ya, rasanya pulang ke rumah?

warn! lowercase, broken english

greb!

peluk itu kio berikan kala elias berada di depannya, sibuk mempertanyakan apa yang dirinya harapkan tadi.

“aku ngga mau lagi di sana eli, sakit.. hati aku sakit.”

mengetahui bahwa kio tengah tidak baik-baik saja, elias balas pelukan tersebut. biarkan kio tenang dahulu di pelukannya.

waktu yang makin malam tak lantas buat kio maupun elias lelah. saat ini keduanya tengah duduk di pinggir salah satu danau di cassiopeia, kio telah ceritakan semua pada elias, tentang masa kecilnya, tentang ibu dan tentang apa yang terjadi barusan.

dan demi tuhan, elias ingin sekali sembunyikan kio dari dunia ini. semenjak kenal dengan kio, satu hal yang ia idam-idamkan adalah untuk menjaga lelaki manis itu.

perbedaan dunia yang menganggu mereka itu buat elias tak dapat melakukan apa-apa selain menunggu takdir bermain. dan kini, disaat takdir bermain, rasanya jahat sekali.

elias ingin, ketika bertemu dengannya, kio sedang bahagia, kio sedang berbahagia atas keberhasilannya di dunia sana. namun yang didapatnya justru seperti ini, kio yang tengah putus asa, kio yang tak biasa seperti kio yang dikenalnya.

sosok kecil nan usil juga lucu itu kini tengah berada di titik terendahnya.

lihat itu semua, elias pun berjanji ia tak akan tinggalkan kio barang sedikitpun. janjinya untuk lindungi pria manis itu, akan selalu ia lakukan.

“sini, bersandar ke aku.”

kio tanpa ragu semakin masuk ke dalam pelukan elias, sandarkan kepalanya yang terasa berat pada lelaki yang berstatus 'saudara tapi soulmate'nya ini.

“maaf ya, ki. sorry you have to go through all of that,” elias usak rambut coklat milik kio dengan penuh kasih sayang.

“jangan biarin aku balik ke sana, eli. aku nggak mau..”

“tapi mama kamu gimana ki? mummy?”

“mummy lebih pilih papa, yaudah. aku punya eli, aku nggak butuh yang lain.”

untuk sembuh dari lukanya, tentu kio butuh banyak waktu. kio sudah berusaha tegar selama ini, ia selalu lakukan semuanya demi sang mama hingga perlakuan terakhir sang mama berhasil hancurkan hatinya yang telah retak sedari lama.

“sayang, hei.”

what did you just called me?

kio tegakkan tubuhnya ia tatap elias dengan tatapan tidak percaya, sedang yang baru keceplosan mengerjapkan matanya kaget.

“k-ki..”

what did you just called me, eli?

“s-sayang?”

wajah keduanya total memerah. mereka refleks palingkan pandangan dari netra satu sama lain.

“maaf..” elias bergumam kala menyadari suasana canggung tercipta disekitar mereka.

no.. it's okay..

mendengar jawaban itu, elias mengerahkan keberaniannya, ia genggam tangan kio yang digunakan oleh sang empu sebagai tumpuan untuk duduk. ditariknya tangan kecil itu untuk dikecup.

“e-eli..”

why? you're my soulmate, tho?”

elias berikan senyumnya, keberaniannya yang sudah terkumpul itu kemudian diapakainya untuk tunjukkan cinta bagi kio. elias tak mau pria manis itu merasa bahwa ia tak lagi dicintai, karena elias mencintainya, sangat mencintai pria manis itu.

pria cassiopeia itu setelahnya elus tangan kio dengan lembut, “kio.”

“hm?”

it's okay, kalau kamu hari ini nggak bahagia di duniamu, aku mau kamu bahagia di sini.”

“maksudnya?”

kio mengernyitkan dahi, ia tak paham apa arti kalimat lelaki soulmatenya ini. “aku yang bakal buat kamu bahagia hari ini, ki. dengar, mama kamu sayang banget sama kamu, itu pasti. ibu mana yang ngga sayang sama anaknya?”

“tapi—”

“dengerin dulu, sayang.” kio yang dengar itu langsung mengatupkan bibir, menunduk menyembunyikan rona merah. dan itu berhasil buat elias gemas setengah mati.

“mama kamu mungkin salah di mata kamu karena membela papa kamu. tapi sayang, mau bagaimanapun juga, mama dan papa kamu adalah soulmate mereka ditakdirkan buat bersama, mungkin begitu awalnya. lantas gimana perasaan mamamu disaat dia harus mempertahankan itu dengan papa kamu, disisi lain kamu juga nggak bahagia? mama kamu berdiri di tengah, nggak tahu harus pergi ke mana.”

“aku juga tahu, nggak seharusnya mama kamu diam aja menerima perlakuan papa. tapi tanpa bertanya pun, aku akan tahu apa jawaban utama mama kamu kalau ditanya 'kenapa kamu bertahan walau sakit rasanya?'. kamu mau tahu jawabannya ki?”

“apa?”

because she loves you. mama kamu nggak mau kamu terluka karena ada di keluarga yang terpecah belah.”

“tapi aku mending begitu daripada mama sakit, aku sakit.”

“apa kamu pernah bicara gitu ke mama?”

“berkali-kali, eli. dan jawaban mama tetep sama. dia nggak mau aku kekurangan uang hingga aku nggak bisa lanjutin pendidikan, mama nggak mau aku kesusahan kalau tanpa papa, mengingat mama nggak kerja.”

see? mama mau kamu tumbuh menjadi seorang yang sukses. aku nggak mau menghakimi, sayang, aku nggak akan bilang mana yang salah dan mana yang benar. karena bagaimanapun juga setiap orang punya sudut pandangnya sendiri-sendiri. tapi sayang, keadaan kaya gini, kalau nggak pernah dikomunikasiin bertiga, kamu, mama kamu, dan papa kamu, pasti nggak akan pernah selesai.”

i don't wanna see them anymore.

elias mafhum dengan itu. ia lantas bawa kio kembali ke dalam pelukan, “nggak papa, waktu bakal sembuhin. dan aku bakal ada di samping kamu selama itu, ki.”

promise?

“janji. kalau gitu mau jadi pacarku nggak?”

kio mengernyitkan dahi dalam pelukan elias. kemudian dengan tega, ia berikan pukulan di punggung sang lelaki dengan keras.

“aduh! kenapa?”

“ya kamu pikir dong?! ngajak pacaran gampang banget!”

“ya kan aku cinta sama kamu.”

“ya kamu nggak pernah bilang! kalau kamu nggak bilang sekarang aku mana tau kalau kamu cinta— eh bentar, tadi kamu bilang kamu cinta aku? sejak kapan?”

sudahlah sama saja.

“kapan-kapan.”

“ih eliiii jawab yang benaar pertanyaanyaaa!”

elias terkekeh ketika mendapat pukulan dari kio di lengannya. sedikit keras sih, tapi, elias tak papa seperti itu, yang penting kionya tersenyum hari ini dan lupakan sejenak masalahnya. ia akan jawab semua pertanyaan kio mengenai perasaannya dengan senang hati. elias tak ingin kio mengingat hari pertamanya di cassiopeia sebagai hari yang buruk.

sebab nantinya, elias pasti akan bawa kio untuk tinggal di sini, bersamanya. elias tak ingin ingatan kio soal 'bagaimana kamu datang ke cassiopeia?' buruk adanya.

jikalau ingatan itu datang lagi pun, biarlah elias yang jadi tempat bagi kio untuk mengeluh, biarlah elias menjadi tempat bagi kio untuk berpulang dan berbahagia. untuk jadi rumahnya.

tak peduli dimanapun mereka berada, tak peduli sejauh apa mereka berpisah, elias akan selalu berusaha menjadi rumah bagi kio. itu janjinya.

pada kio, kasihnya. dan juga pada semesta yang telah takdirkan pria semanis kio kepadanya.

warn! lowercase, broken english, harshwords, family issues, cheating, divorce

“mummy!!”

kio memeluk sosok sang mama begitu netranya tangkap beliau. sosok wanita paruh baya yang menjadi salah satu dari dua alasan kio berbahagia itu tentu terima peluk putranya dengan kasih sayang.

“kio, mama kangen sama kamu.”

“aku juga kangen mummy, kemarin aku cuma bisa kabarin mum dari chat aja karena lagi banyak tugas, maaf ya mum.”

“nggak papa, sayang. yuk masuk.”

kio bersama dengan sang ibu masuk ke dalam dan langsung menuju ke meja dapur untuk mengambil minum. namun akhirnya mereka juga putuskan mengobrol disana karena sudah terlanjur nyaman.

soulmate kamu gimana, kio? mama baru inget anak mama ini udah delapan belas tahun.”

“ya gitu deh ma, masih sering kontakan kok.”

“oh iya? dia bisa jaga anak mummy baik-baik nggak?”

kio tersenyum lembut mendengar semua tanya ibunya. bagaimana tidak? tanya yang pertama dilemparkan ibunya itu buat hatinya menghangat.

bukan nama, bukan umur, namun kesanggupan pasangannya untuk jaga dia dengan sepenuh hati, sebagaimana mummy menjaga kio sedari kecil.

“bisa dong, mum. namanya elias, dia dua tahun lebih tua dari kio. elias baik banget mum, kio selalu ditanya gimana hari kio.”

“udah ketemu belum sayang?”

kio hanya bisa tersenyum dan menggeleng, “nanti mama, kita berdua sepakat buat nggak memaksa bertemu,.tapi biar takdir yang pertemuin kita berdua.”

tak mungkin kio ceritakan pada mummy dimana soulmatenya itu berada. lagipula, sampai saat ini kio masih belum yakin bahwa ia dan elias akan bertemu dalam waktu dekat.

atau mungkin bisa saja mereka malah tidak bertemu sama sekali.

“lucu ya kalian.”

“hehe, mama tenang aja ya? kio udah bisa jaga diri kio sendiri, kio juga udah ada yang jagain dari jauh. dia selalu tanyain ke kio, minta io cerita soal hari kio.”

sang mama hanya bisa sunggingkan senyum. berbahagia untuk putra kecilnya sekaligus bersyukur kio bisa mendapat kasih sayang dari pasangannya. setidaknya jika cinta mama belum cukup, maka mama berharap bahwa pasangan kio bisa berikan yang lebih.

“mummy bersyukur, kio punya elias.”

“iya, makanya sekarang mum nggak perlu khawatirin kio, ya? mama pikirin soal kebahagiaan mama aja.”

“mama bahagia kalau kio bahagia.”

“tapi kio nggak pernah bahagia lihat mama cinta papa sebegini dalamnya,” netra kio berubah sendu. tak ada seorang anak yang berbahagia lihat ibunya dikhianati oleh cinta. tak ada yang berbahagia lihat ibunya terus bertahan dalam pernikahan yang hanya diperjuangkan sendiri.

meski sedih keluarganya harus berpisah, tapi apa yang dapat dilakukan apabila tak ada kebahagiaan lagi dalam keluarga kecil itu?

“sayang..”

“kalau begitu kenapa nggak kamu aja yang pergi, hah?”

keduanya menoleh dikala sosok yang baru menjadi bahan pembicaraan itu muncul, menuruni tangga. kio hanya pandang papanya dengan malas, ia lipat tangannya di depan dada dan tunggu sang papa berhadapan dengannya.

“aku? yang pergi?”

yes. why would you stay here if you can accept what happened in this house anymore? mama kamu baik-baik aja sama ini, papa juga iya.”

“pa! are you out of your mind?! orang mana yang baik-baik aja diselingkuhin papa sama banyak cewe ngga jelas begitu hah?! orang mana yang baik-baik aja kalau tahu suaminya punya anak lagi dari perempuan lain?! hati nurani papa itu kemana?!”

“kio, papa nggak pernah ajarin kamu kurang ajar kaya begini.”

yes, you've never did that. you've never taught me anything even when i am just a one year old kid. kalau gitu, papa ngarepin apa dari kio?”

“sayang, udah..”

sang mama tarik kio untuk menjauh dari hadapan sang papa, “itu papa kamu, kio.”

kio tak habis pikir, masih bisa mama bela sang papa? setelah apa yang diterimanya selama ini? diselingkuhi? diduakan?

yes, he's my father. my father that never give me any love. my father that just gives us some money, not a love that i deserve as a child. i am tired of this blood relation. can you call that man a father when my childhood doesn't have him inside?

“KIO!”

plak!

satu tamparan kio terima dari sang ibu, buat kio pegangi pipinya sembari terkekeh tak percaya. netranya berkaca, bersiap untuk jatuhkan air mata dari sana. bukan karena rasa sakit di pipinya, tetapi dihatinya.

segala yang ia lakukan adalah demi ibunya, ia tak ingin ibunya terima sakit lagi. lantas kenapa juga ibunya harus berikan ia sebuah tamparan keras di pipi.

“mama tahu kamu nggak suka sama papa, kio. tapi kamu juga nggak punya hak untuk bentak papa kaya gitu.”

kio terkekeh, ia menggeleng tak percaya. “semua yang aku lakuin itu demi mama. aku yang selama ini lihat mama nangis setiap malam, ma! aku yang lihat mama ngelamun di sana setiap pagi, aku!” kio tunjuk tangga rumah orang tuanya. sejak kecil ia selalu lihat sang ibu disana ketika tak ada pekerjaan, melamun. dan demi tuhan kio sakit melihatnya.

“tapi mama sekarang malah gini ke kio?”

“mama nggak pernah ajarin kio buat kurang ajar ke orang yang lebih tua.”

“terus kenapa mama nggak ajarin papa buat jadi seorang yang bertanggung jawab buat keluarganya?! kenapa cuma kio yang salah kalau kewajiban kio buat hormatin orang tua nggak kio lakuin? gimana sama tanggung jawab papa sebagai orang tua? sebagai suami? hiks!”

pecah sudah isakan kio, sang mama yang melihat ratusan titik air jatuh dari netra sang anak langsung mendekat hendak beri peluk. namun tidak, kio tidak terima itu, pria manis itu mundur.

“kio...”

if you don't love yourself, you can't love me, ma.”

kio lantas mengambil jaketnya dan berlari keluar dari rumah orang tuanya. tinggalkan sang mama yang langsung menangis tersedu. keluarga mereka telah retak, atau mungkin telah lama retak dan kini hancur lebur.

“kita cerai aja, mas. hubungan ini sudah sakitin kio banyak sekali.”

“kamu yang dari awal mau pertahanin pernikahan ini demi kio. tapi lihat?”

***

kio terduduk di taman, menghapus air matanya yang sedari tadi turun tanpa henti. demi tuhan, hati kio begitu sakit.

“hiks.. hiks.. sakit.” tangisannya disertai dengan rintihan pilu, menyakiti siapapun yang mendengarnya.

kio tak tahu lagi ia harus apa, tak tahu lagi langkah apa yang akan diambilnya untuk lanjutkan langkah. kio benci keadaan seperti ini, ia benci ketika ia tak bisa apa-apa dan hanya menangis.

“hiks.. what is.. wrong with me really.. hiks!”

ting!

ketika dengar notifikasi tersebut, kio menoleh pada ponselnya yang berada di sebelah, ponsel yang sedari tadi temani ia duduk dalam kesendirian.

kio hapus air matanya dan ambil ponselnya, melihat siapa yang kirimi dirinya pesan. “eli..” gumamnya pelan membaca nama pengirim pesan di ponselnya.

maka segera, kio buka kolom pesan tersebut dan menekan tombol telepon.

kio?

“hiks! eli.. hiks!” dengar panggilan dari seseorang di seberang sana buat kio menangis lagi.

hei, hei kenapa? you can talk to me, ki,” suara elias dari seberang sana pun terdengar panik.

“eli.. mama... hiks.. mama tampar aku, hiks! kamu bilang.. kamu bilang kalau aku senyum tadi pagi, hari aku bakal bahagia, hiks! tapi mana bahagianya eli? mana... hiks.”

kio...

“eli... hiks. aku mau ke tempat kamu eli.. sakit. aku nggak mau tinggal di sini lagi, hiks. sakit..”

okay, kio. tenang dulu ya? sekarang cerita ke aku, kenapa?

“hiks.. panjang ceritanya.. biar aku ketemu kamu dulu, eli...”

okay. hapus dulu air matanya, kio.

kio menarik nafasnya dalam dan kemudian menghapus air matanya, ia tutup matanya yang terasa bengkak, lelah rasanya keluarkan air mata sebanyak itu.

udah?

“iya...”

sekarang lihat ke atas, kio. ada bintang banyak kan?

“mhmm..”

kio diam menatap langit yang begitu tenang dipenuhi bintang malam ini. hari ini indah, namun sayang, kio lihat itu dengan hati yang sudah hancur lebur.

can you see the cassiopeia?

kio hanya mengangguk, meski elias tak dapat melihatnya. kio tak peduli, ia sudah lelah keluarkan suaranya. konstelasi bintang berbentuk huruf W tersebut malam ini terlihat terang, kio dapat melihat dan menghubungkannya dengan jelas.

kamu diem aja, aku tebak kamu sudah nemu ya? sekarang, kio. tutup mata kamu, sayang. bilang apa harapan terbesar kamu sekarang ini dalam hati.

i just wanna be happy..

kio jeda batinnya sebentar, dalam benaknya terputar segala kenangan bersama sang mama, bagaimana sang mama ajari dirinya untuk berjalan, bagaimana mama mendidiknya dengan penuh kasih sayang, bagaimana mama selalu beri peluk dan kecup dikala ia belajar sampai malam hari, berkata bahwa mama bangga pada kio meski kio tak mendapatkan nilai yang bagus.

with elias.

tubuhnya terasa ringan setelah itu, kio bagai dibawa terbang entah kemana, namun kio tak lantas buka matanya. ia hanya menarik nafasnya panjang dan kemudian hembuskan itu, menenangkan diri.

“kio?”

mendengar suara itu terdengar nyata, kio membuka matanya. ia membelalakan matanya ketika lihat elias di hadapannya.

“eli...”

sosok elias tersebut menghampiri kio segera, “kamu kenapa bisa disini, ki? kamu.. kamu berharap apa tadi?”

warn! lowercase, broken english, family issues, mention of cheating

pria manis bernama kio itu tersenyum ketika temukan sosok sang mama, atau yang biasa ia sebut dengan mummy, ketika ia pulang ke rumah.

happy birthday, sayang. how was your day?”

kio tunjukkan senyum bahagianya. jangan salah, meskipun dalam pesan, ia dan mummy selalu banyak berdebat, tapi sosok mummy adalah satu-satunya yang bisa buat kio bahagia.

“sama kaya biasa, mum. tapi sekarang lebih baik waktu lihat mummy, apalagi nanti mau masak buat mummy, hehe,” katanya diakhiri sebuah senyuman.

mummy tentu terharu mendengarnya. beliau kemudian peluk tubuh putra kecilnya dengan satu tangan, sebab tangan yang lain beliau pakai untuk memegang kue ulang tahun kio.

happy birthday, kio nya mummy.”

thank you, mum. everything is getting better when i know that you're here. waiting for me to come home, everyday, eveytime. makasih sudah mau lewatin ini semua sama kio ya, mama.”

netra sang mama berkaca. demi tuhan, beliau sangat sayangi putra kecilnya ini, kio nya ini begitu polos dan bersih. rasanya untuk hidup dalam dunia yang jahat bagi mereka ini, kio tak pantas.

he's definitely deserve something more.

“harusnya mama yang makasih sama kio. maaf karena kio nggak lahir di keluarga yang baik-baik aja, maaf karena masa remaja kio harus terenggut karena mama.”

is not your fault, mum. kio bahagia bisa lahir jadi anaknya mummy. udah ah, ini lilinnya nanti keburu mati loh, mummy cantiknya kio nggak boleh nangis, okie?”

setitik air mata dari sang wanita paruh baya dihapus oleh kio. lantas pria manis tersebut tarik ibunya untuk duduk di meja ruang keluarga, mengajaknya berdoa bersama, supaya mereka diberi sebuah kerendahan hati dari tuhan, hingga mereka dapat hidup dengan baik atau bahkan lebih baik setelahnya.

cklek

saat pasangan ibu dan anak itu tengah berbahagia saling suapkan kue ke mulut satu sama lain, suara pintu terbuka. sosok pria paruh baya terlihat di sana.

itu sang ayah. atau yang biasa kio sebut dengan sebutan ‘papa’.

“kio? pulang kamu?”

kio berhentikan makannya, ia berdiri dan kemudian menunduk hormat pada sang papa, “papa,” sapanya.

“tumben kamu di sini? inget rumah kamu?”

“pa, kio lagi ulang tahun ya wajar lah dia mau rayain bareng sama keluarganya. papa ini malah kenapa?”

“yaudah terserahlah, jangan berisik. papa capek.”

capek habis minum-minum sama cewe-cewe gajelas, huh. demi tuhan, kio benci sekali dengan sang papa.

sosok pria paruh baya itu langsung pergi dari sana selepas ucapkan enam kata tadi. tak berniat untuk ucapkan ulang tahun bagi sang putra.

“mama kenapa sih masih tahan sama papa? ayo tinggal sama kio aja, ma.”

“mama cinta sama papa, kio.”

well, kio memang menyukai adanya cinta. tapi untuk yang satu ini, rasanya keterlaluan.

tumbuh besar, kio hanya tahu bagaimana rasanya dicintai oleh sosok ibu. tak pernah sekalipun ia rasakan cinta dari sang ayah. namun beruntung, kio tak pernah merasa kekurangan.

namun semenjak duduk di bangku sekolah menengah atas, kio sudah tak nyaman dengan atmosfer rumahnya, maka ia putuskan untuk tinggal sendiri di tempat yang dekat dengan sekolah.

“tapi mama nggak bahagia.”

“mummy bahagia kalau kio bahagia, ya? lagipula kalau nggak ada papa, nanti kio sekolahnya gimana, hm?”

kio tak lantas menjawab, kio bisa penuhi kebutuhannya sendiri jika ia mau, tapi mamanya tak pernah mengijinkan.

bahunya kemudian ditepuk dengan lembut oleh sang mama, “katanya kio mau masak buat mama? mana? mama rindu masakan kio.”

singkirkan segala rasa kesalnya, kio kemudian tersenyum, “iya mama, kio pakai dapurnya ya.”

“nggak perlu ijin kio, ini juga rumah kamu.”

sembari berlalu dari hadapan sang ibu, kio menghela nafas. such a great birthday. happy birthday, kio.

Matanya tak seceria biasanya, bintang-bintang bersinar yang selaku penuhi netranya kini redup, hilang entah kemana.

Lionel hanya dapat duduk, merenungi semuanya. Apa salah ia seperti ini? Apa salah ia harus lepas kekasihnya seperti ini?

Jujur saja, jika bisa pun, Lionel tak akan pernah lepaskan Adrian. Tidak akan pernah.

Tapi keadaan memaksanya.

Sedari kecil, Lionel lihat bagaimana perilaku para rakyat, Lionel yang kini berumur 21 tahun paham bagaimana ‘pemikiran’ rakyat yang ada di sana.

Lionel tak pernah dikenalkan, identitasnya tidak pernah diperjelas oleh sang ayah. Entah apakah ia putra ayah dan ibunya? atau ia bukan? Lionel tidak pernah tahu.

Bahkan data dirinya di negerinya ini hanya sebatas nama dan tanggal lahir saja yang ada. Tiada nama ayah maupun ibu.

Ia bisa saja berkata bahwa ia adalah putra dari penasehat kerajaan ayahnya, tapi bagaimana bisa ia lakukan itu apabila istri dari sang penasehat sendiri tak pernah terima dirinya.

Lionel terima luka itu sedari kecil, ia harusnya terbiasa. Tapi mengapa di dua puluh satu tahun kehidupannya pun, ia tak pernah mendapat bahagianya?

Ah, tidak.

Ia dapat bahagianya. Ia mengenal Adrian, kekasihnya. Adrian yang selalu berikan ia bahu untuk menangis, berikan ia jari untuk selalu hapus air mata, dan beri ia sebuah pelukan hangat di kala ia sedih, dikala ia merasa tak berguna.

Lantas, apakah Lionel juga harus melepasnya? Bagaimana ia bisa lepas bahagianya?

Tapi kembali, Lionel tidak mau egois. Demi bahagianya, ia tak boleh merusak kebahagiaan orang lain.

Adrian tak akan pernah tenang apabila bersama dia. Aterniland penuh dengan rakyat yang berpikiran tradisional, mereka punya banyak aturan. Salah satunya, pentingkan identitas sebagai syarat untuk menjadi pasangan.

Apabila saat Adrian menjabat sebagai raja tanpa seorang ratu, mana bisa rakyat akan diam saja? Mereka pun pasti akan berpetisi untuk turunkan Adrian.

Dan lagi, mana bisa Lionel biarkan kerja keras cintanya berakhir begitu saja?

Lionel tenggelamkan wajahnya di lipatan tangan. Menangis, menangis, dan menangis. Hanya itu yang dapat ia lakukan.

Lagipula kenapa? Kenapa hidupnya harus seperti ini? Bagaimana pula Adrian bisa jatuh cinta pada dirinya yang seperti ini?

Akan lebih baik Adrian jatuh cinta pada seorang yang lebih baik dari dirinya.

“Lionel.”

Dengar panggilan itu, Lionel bersumpah, hatinya sakit. Kembali ia dibawa ke masa dimana ia pertama kali kenal Adrian. Di saat Adrian dingin ke padanya, dan perlahan lelaki itu mulai menerimanya.

Seluruh kenangan yang ada bersama Adrian sungguh selalu akan ada di hatinya.

“Louie..” Lionel buru-buru hapus air matanya dan berdiri, ia berbalik menatap Adrian yang berdiri di belakangnya.

Lelaki manis itu berikan senyum tipis, tatap wajah kekasihnya yang menjadi salah satu alasan ia jatuh sedalam dalamnya. “Louie,” katanya sebut nama itu sekali lagi.

Dan jujur, Adrian yang melihat senyum itu menahan nafasnya. Suaranya tertahan, ia tak dapat keluarkan sepatah katapun.

Ia tahu, apapun yang dilakukan Lionel ini demi kebaikannya, ia pun sadar apa yang akan terjadi padanya apabila Lionel tak kunjung diperjelas identitasnya.

Tapi Adrian pun juga pikirkan kekasihnya. Biarpun ia nanti baik-baik saja, apakah Lionel juga akan tetap baik? Apakah lelaki manis itu akan tetap tebarkan senyum ceria dan senyum penuh bahagianya itu apabila ia tak ada di sisinya?

Do not ever.. end us, Lionel. Aku nggak bisa tanpa kamu.”

Air mata Lionel menetes dengar itu. Ia tersenyum pada Adrian. “Louie, sayangnya Io, sayangnya Lionel. Aku juga nggak akan bisa tanpa kamu. Nggak akan pernah bisa, sayang. Tapi, Louie. Aku yakin. Time would heal. Seiring berjalannya waktu.. hiks.. seiring berjalannya waktu, kamu bakal terbiasa sama pasangan kamu nanti.”

Adrian tak mau tatap netra kekasihnya. Ia tatap danau di balik tubuh Lionel, berusaha keras tahan air matanya.

“Louie, Louie, Louie,” Lionel panggil nama itu tiga kali, ia genggam tangan si lelaki yang sedari tadi berada di sisi tubuhnya, mengepal menahan perasaan sakitnya. Lionel usap tangan itu, ia taruh di pipinya yang basah.

Buat Adrian menatapnya.

Tatapan Adrian pun tak jauh beda. Terluka. Lionel sadari itu.

You know the consequences, right?” tanya lelaki manis itu pelan.

“Kamu tahu, kalau apapun yang kita usahain, sekeras apapun kita mencoba, kalau sampe sekarang papa pun masih nggak mau perjelas keberadaan aku, kamu juga bakal ikut jatuh sama aku. Aku nggak mau.”

“Dan kamu biarin aku pergi? Biar aku cuma diam aja saat kamu jatuh nanti? Io—”

Lionel hapus setitik air mata yang keluar di sudut mata Adrian. “No. Louie, mau tahu sesuatu nggak?”

Adrian hanya menatap cintanya dengan pandangan bertanya. Lionel usap tangan Adrian yang ada di pipinya kemudian tersenyum.

“Cinta aku ke kamu itu udah sebesar itu, Louie. Biarin diri kamu maju, biarin diri kamu bahagia, aku pun juga akan bahagia. Setidaknya biar kalaupun jatuh, biar aku sendiri aja, jangan berdua. One is better than two, right?”

Adrian menggeleng, “Aku nggak mau kamu jatuh.”

Lionel menarik nafasnya kemudian kembali tersenyum. “Then, bahagia, sayang.”

“Bahagiaku sama kamu, Io.”

Tangisan si lelaki conor pecah, ia tutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis di sana, untuk pertama kalinya, di hadapan cintanya. “Bahagiaku sama kamu, seorang.”

Lionel turut menangis melihat lelakinya menangis tersedu. “Louie..”

Dan detik berikutnya ia masuk ke dalam pelukan hangat lelaki itu, “Bahagiaku cuma kamu. Gimana bisa aku bahagia kalau aku jauh dari bahagia aku, sayang? Tell me. Bilang. Gimana?”

Lionel masih dengan berderai air mata, balas pelukan kasihnya. Ia berbisik, “Bahagia itu luas, Louie. Luas. Bahkan lihat kamu bahagia aja, aku ikut bahagia. Atau cuma lihat bintang di varuna aja, aku bahagia, Sayang. Aku yakin kamu pun juga akan bahagia.”

You said you're happy when you're seeing the stars. But you're my star.

“Louie... tolong. Pikirin diri kamu, masa depan Conor. Bagaimana keluarga kamu kalau nanti kamu dapat berita jelek? Mereka juga sakit, Sayang. Mereka sayang kamu, aku juga, maka dari itu aku tahu gimana perasaan mereka.”

Lionel jauhkan dirinya dan tangkup pipi Adrian. “Menyerah aja ya, Sayang? Dunia juga nggak akan pernah restui kita buat bersama.”


Selepas hening beberapa lama, Adrian akhirnya hapus air matanya. Ia tatap wajah kekasihnya sekali lagi, menyelami netranya, melihat semua hal yang lengkapi wajah ayu cintanya ini.

You want us to end?” tanyanya tatap netra Lionel.

“Lou—”

Yes or no.

“Louie—” Lionel bersumpah, ia pun tak ingin berakhir. Ia yakin, tatapan matanya saat ini pun ragu, tidak jelas. Dan ya, Adrian sadari itu.

“Jawaban kamu cuma dua, Io. Iya atau enggak. You have a chance to stop us from break up.

Iya Lionel punya kesempatan. Tapi tidak, ia tak akan biarkan ini lebih lama lagi atau semuanya akan kacau.

Yes..” jawabnya pelan, menunduk.

“Lihat mataku, jawab tanpa ragu.”

Lionel memejamkan matanya sejenak, ia mendongak dan kemudian buka matanya. “Iya, Louie.. ayo menyerah.”

Mendengar itu, Adrian pejamkan mata sejenak. Ia tak pernah mengira, hubungannya bersama Lionel akan berakhir hari ini.

Ia mau salahkan semesta, tapi apa daya? Ia pun tak punya kuasa. Ia hanya dapat berdoa, setidaknya jika semesta berbaik hati pada mereka, biarkan nanti mereka bersama. Entah diakhir hari nanti, atau di dunia yang lain, dunia selanjutnya.

“Kalau gitu, Sayang, boleh aku cium kamu, buat terakhir kali?”

Lionel tersenyum dan mengangguk, “Yes, you can, Lou.”

Adrian mendekat, ia tangkup pipi Lionel dan kemudian bawa lelakinya untuk mendekat juga.

Seiring ia beri kecupan lama di puncak kepala Lionel, air matanya kembali jatuh. Pun sama dengan milik Lionel.

Tapi mereka biarkan itu.

I love you, Little Io,” bisiknya parau selepas ia hentikan ciumnya di dahi Lionel.

Lionel tatap wajahnya dan kemudian tersenyum tipis. Ia berikan juga kecup di pipi Adrian yang basah oleh air mata, namun sekali lagi, Lionel tak peduli.

I love you more, Louie. Bahagia ya? Aku bakal bahagia bangeeet, bisa lihat kamu mimpin rakyat Conor nanti. Jadi pemimpin yang baik, jangan biarin Aterniland kembali kaya dulu, ya?”

Adrian mengangguk, “Jangan nangis lagi, jangan sedih. Louie harus ketawa terus! Okay?!”

Lagi-lagi Adrian hanya mengangguk, “Kalau gitu, aku ijin pamit ya, Lou? Udah malam, nanti aku dimarahin papa lagi.”

Adrian tak menjawab, ia hanya lepas jubahnya dan sampirkan itu di bahu Lionel, “Malam ini dingin, Sayang. Jangan sakit.”

“Alriiight, Giant Louieee! Kalau gitu, see you?”

See you, Io.” Lionel tersenyum dan kemudian berlalu dari sana.

Sepeninggalan Lionel dari sana, Adrian lemas, kakinya mendadak tak punya kekuatan. Air matanya turun perlahan sembari tatap danau di hadapannya.

Semua kenangan miliknya dan Lionel kembali terputar, bagai kaset rusak. Bagaimana Lionel tersenyum saat ia berhasil melempar batu hingga jauh, bagaimana Lionel merengek dikala ia menggodanya, dan bagaimana Lionel menatapnya dengan penuh cinta, penuh kasih sayang.

Sakit rasanya.

Begitupun dengan Lionel yang tak jauh di sana. Berdiri di balik pohon besar, menangis sembari tatap punggung kasihnya yang juga bergetar hebat.

“Louie, kisah kita nggak akan berakhir di sini. Aku janji, aku nggak akan biarin kita di dunia yang lain kaya gini.”

Louie and his Little Io will always be happy. Always. Let's meet each other in another universe and live happier.

Little Io love you very much, Louie.”

tw & cw // verbal bullying , harshwords

“Sayang?” Pria berumur enam belas tahun itu berikan sapa ketika ia masuk ke dalam rumah milik Kairo.

Kairo tinggal sendiri sebab orang tuanya berada di negeri lain, karena itu kekasihnya, Gabrian, diberikan izin oleh kedua orang tua Kairo untuk menyimpan kunci. Untuk menjaga putra kesayangan mereka, tentu saja.

“Sayang? Kamu di dalam kamar?” pintu berwarna putih itu Gabrian ketuk dengan lembut. Tak ingin mengganggu kekasih manisnya yang mungkin berada di dalam sana.

“Masuk, Ian.” dan begitu dapatkan ijin, Gabrian masuk ke dalam dan temukan sang tercinta tengah duduk depan jendelanya. Pandangi langit malam yang bertabur bintang, malam ini. Gabrian putuskan duduk di sebelahnya. Ia tangkup pipi kanan sang kekasih dengan lembut dan berikan elusan sayang di sana, sementara sang empu hanya memejamkan mata, menikmati.

“Langitnya bagus ya?” Gabrian berceletuk, dibalas anggukan pelan dari Kairo.

Just like you, Iro.” Kairo hanya diam, ia tatap mata sang kekasih yang sedari tadi sudah menatap netranya dengan lembut. “Kamu tuh sadar nggak sih, kamu itu sesempurna apa? Iro kamu pernah nggak sih, lihat diri kamu di cermin dan mengagumi bagaimana bisa Tuhan ciptain diri kamu sesempurna ini, seindah ini? Nggak adil rasanya, sayang. Kamu tuh seindah ini, dan kamu masih insecure?”

“Gabrian..” Lelaki yang dipanggil namanya bawa sang pemanggil ke dalam pelukan hangat, “Sedalam apa luka yang kamu dapat dulu, sayang? Seberapa buruk ucapan orang yang kamu terima, sampai kamu pandang diri kamu sendiri kaya gitu?” ia berkata dan berikan kecup di puncak kepala lelaki yang lebih mungil.

Mata Kairo berkaca-kaca, ia sungguh bersyukur di dalam hatinya. Bagaimana bisa Tuhan berbaik hati memberikan ia seorang Gabrian, dan ia justru menyembunyikan hadiah Tuhan yang paling indah yang pernah ia dapat ini?

“Ian.. maaf buat kamu nunggu. Aku bakal ceritain kejadian itu ke kamu sekarang. Kamu tahu aku cuma dibully waktu itu. Dan aku bakal ceritain lengkapnya.”

You don't have to do that if you're not ready yet, love.”

“Kamu berhak tau, Ian. Aku tahu cuma kamu yang bakal bisa bantu aku. Tolong..”


I was dumb. really really dumb.

“Kamu enggak, sayang.”

“Aku iya, Ian. Aku pernah suka sama seseorang, Ian. He's a kind person, I thought so. Dia baik banget, and that's the reason why i liked him. Dia kaya kamu, Ian, dia pinter, pinter banget. Akademik dia bagus, non akademik dia pun bagus. Dia idola semua orang, termasuk aku.

Aku dulu dengan percaya dirinya confess ke dia and i know it was dumb, very dumb of me. Aku masih anak SMP yang baru kenal apa itu naksir-naksir dan aku langsung confess, hahahah.

And, yeah, semuanya nggak berjalan lancar. Dia, seorang yang aku kagumi karena kebaikan dia, kepositifan dia, ternyata aku salah. He's not that kind of person who i thought he was. Benar ucapan kamu, Ian, nggak semua orang sempurna.

Dia waktu itu langsung tarik aku ke kamar mandi dan minta aku lihat kaca. Dia minta aku lihat gimana diri aku. Aku dulu itu beneran belum kenal aku, Ian. Aku cuma remaja yang baru aja puber, apa aja yang orang bilang ke aku semuanya selalu aku jadikan patokan untuk menilai diri sendiri — nggak ayal, sekarang pun masih. Dia tunjuk muka aku dari kaca dan bilang ‘Coba lo liat gimana diri lo di sana. Lo pinter? Enggak. Cakep juga enggak dan lo mau sama gue? Lucu banget, deh. Kalau lo mau confess, lihat dulu ke kaca. You have to know, Kairo. You're not that perfect for me.’

Nggak cuma itu aja, Ian. Dia sebar semua cerita itu ke orang. Dan apa yang orang- orang katain ke aku? Aku nggak pantas karena aku bodoh dan nggak bisa apa-apa. That was hurt, Ian. And it's still hurt.

Papa aku tau dan akhirnya aku dipindahin ke sini dan aku bersyukur banget aku ketemu kamu, gabriel, sama ghava. Aku nggak tahu lagi harus gimana kalau nggak ada kalian disisi aku sekarang.”

Kairo hapus air matanya yang menetes kala ingatan mengenai masa lalunya terputar di kepala. Gabrian yang sedari tadi hanya mendengarkan merasakan sesak di dadanya. Sedari kecil, ia diajari oleh orang tuanya, setiap orang adalah sama, tidak ada yang sempurna. Maka dari itu tak seharusnya mereka saling merendahkan. Tapi yang didengarnya barusan apa?

Kekasihnya, cintanya mengalami kejadian yang begitu menyakitkan. Memberikan sebuah trauma, bahkan saat ia sudah memiliki Gabrian yang menghujaninya dengan cinta setiap saat, setiap waktu.

Rasanya saat ini, Gabrian ingin peluk kekasihnya dengan erat, dengan waktu yang lama. Gabrian ingin menghujaninya dengan kata-kata sempurna yang tiada habisnya, dengan kata-kata cinta yang memang pantas lelaki manisnya dapatkan. Tidak adil bagi kekasihnya untuk merasakan hal seperti ini.

“Sayang.. sini, masuk ke pelukan aku.”

Kairo menuruti, ia masuk dalam pelukan Gabrian dan langsung mendapat kecupan sayang di pelipisnya, berkali-kali. ”Kamu itu sayangnya aku, Iro. Kamu itu berharga buat aku. I'm so sorry. Aku beneran minta maaf, kamu harus mengalami hal itu di masa lalu. Tapi sekarang, waktu udah jalan sayang,”

Gabrian berikan jarak pada keduanya dan tangkup kedua pipi Kairo. “Lihat aku, Iro. Ini aku, Gabrian. Bukan orang brengsek yang kamu sukai dulu. Aku memang mungkin hanya kaya gini, aku nggak sesempurna orang itu. Tapi aku janji— ah, enggak, aku bakal berusaha sayang. Aku bakal berusaha supaya kamu merasa kalau kamu itu juga berharga. Kamu indah dan kamu nggak sana kaya apa yang orang itu dan teman-teman katakan ke kamu.”

“Kairo, sayang,” Gabrian memanggil, ia satukan tangannya dan Kairo. “Sekarang ayo doa sama aku ya? Kalau kamu nggak yakin sama ucapanku tadi, biar Tuhan sendiri yang jawab. Ngobrol sama Dia yang kuasa. Biar Dia tahu apa pergumulan di hati kamu, apa yang kamu rasain. Biar Dia juga yang beri jawaban atas setiap pertanyaan kamu. Ya, sayang?”

Dan saat sebelum Kairo pejamkan matanya untuk berdoa, Gabrian berbisik pelan pada lelaki itu. “Kamu yang dulu bikin aku bangkit dari kesakitan yang aku rasain karena kehilangan mama sama papa, Ro. Dan sekarang tolong biarin aku lakuin hal yang sama ke kamu. Kamu harus tahu kehadiran kamu itu sesuatu yang sangat aku syukuri. Kehadiran kamu itu sesuatu yang selalu aku syukuri ke Tuhan di setiap doa aku. Makasih ya, sayang? Makasih karena kamu tetep mau jadi obat bagi semua orang disaat kamu sendiri sedang nggak baik-baik aja.”

Thank you for being the strongest God's soldier, Kairo Gevariel.”

Louis, atau pangeran yang dikenal oleh publik dengan nama Prince Adrian itu melangkahkan kakinya ke taman kerajaan miliknya.

Dengan Langkah tegapnya ia berjalan, tak lupa sapa beberapa tamu yang tak sengaja berpas-pasan dengannya dengan ramah. Memang idaman seluruh dunia.

Si Pangeran kedua Conor itu tersenyum ketika temukan kekasihnya sejak empat tahun lalu tengah bersembunyi di balik labirin daun — buatan ayahnya yang selalu ia dan kakaknya mainkan sedari kecil hingga saat ini — sembari hentak-hentakkan kakinya kesal.

Maka dari itu dengan pelan ia berjalan ke sana, dapat ia dengar ada suara lain— yang ia yakini adalah Zevas — pelayan pribadi sang kekasih, tengah menenangkan si pangeran kecil dari Ainsley itu disertai helaan nafas lelah yang tak ada habisnya.

Ih bener kata aku, harusnya ngga usah kesini! Apa apaan Louie!

Yaudah sih, kenalan doang, Lio. Apa salahnya?

Aku ngga siap lagi jelek gini! Masa ketemu Raja Conor!

“Siapa yang jelek?”

Dan kalimat dari Adrian berhasil buat keduanya berjengit kaget.


“Kamu hari ini sempurna banget, sayang. Jelek darimana?”

Karena Adrian dan Zevas menariknya keluar dari labirin, akhirnya Lionel pun menurut. Ia berjalan pasrah ditengah kedua lelaki yang tingginya sama itu dengan lemas.

“Louie..” ia menggumam lemas dikala matanya tak sengaja tangkap segerombolan tamu yang ada lima meter di hadapannya.

“Hm? Kenapa sayang?”

“Lewat belakang aja, ya? Aku ngga mau ketahuan tamu.”

“Yaudah, sini.” Adrian menggandeng tangan kekasihnya dengan lembut dan berjalan masuk ke dalan istana dari belakang.

Adrian ingat, ayahnya belum keluar saat ini. Alhasil ia ajak Lionel untuk naik ke atas, tempat dimana ruang tamu khusus kerajaan berada.

Zevas sendiri telah pamit undur diri sebab lelaki itu sadar, tak seharusnya ia ikut masuk ke dalam istana selain di ballroom yang memang dibuka malam ini.

“Louie aku deg-deg an.”

Relax, sayang. Dad memang udah lama mau kenal kamu tau. Aku buka ya?”

Lionel pun menghela nafas dan menganggukkan kepalanya. Ia berdiri dengan tegak. Ia berpikir, tak ada salahnya juga sih, ia berkenalan dengan ‘calon mertuanya’ kelak.

Melihat anggukan dari sang terkasih, Pangeran Conor itupun buka pintu ruang tamu kerajaannya.

“Dad, Mom.”

Sang raja dan ratu yang melihat putranya bersama seseorang lantas berdiri dari duduknya. Dan Lionel segera sambut keduanya dengan menunduk sopan.

“Yang Mulia. Perkenalkan saya Lionel Ainsley, dari Kerajaan Ainsley.”

“Kekasihku, Mom, Dad.”

Kedua pemimpin Conor itu tersenyum lebar lihat sosok Pangeran Ainsley, sosok yang berhasil buat putra mereka jatuh cinta.

“Welcome to Conor, Sayang. Akhirnya kita bisa bertemu dengan kamu.”

Bercakap-cakap sejenak, Lionel akhirnya sadar bahwa ketakutannya sedari tadi hanyalah sekedar angan-angan. Ia tak menemukan adanya ‘ketidakramahan’ dari kedua orang tua kekasihnya. Keduanya menerima ia dan juga hubungannya dengan Adrian dengan baik. Mereka bahkan meminta Lionel memanggil mereka Mom dan Dad, sama seperti bagaimana Adrian memanggil keduanya.

“Jadi— Lio.. eum.. Io?”

“Mom sama Dad bisa panggil aku senyamannya. Lio aja boleh atau Io juga boleh. Kaya Louie.”

Keduanya menatap Lionel gemas. Baru kali ini mereka dengar putra mereka dipanggil dengan ‘Louie’ atau ‘Louis’.

“Okay, Io? Jadi kapan kalian mau go public?”

Adrian pun menatap kekasihnya mendengar itu. Sebab dari awal yang kekeuh ingin menyembunyikan adalah Lionel. Lionel sendiri yang mendengar itu tersenyum canggung. Ia menunduk dan dengan pelan dan malu-malu menjawab, “Nanti aja.. nunggu waktu mau nikah, hehe.”

Yang mana jawabannya itu buat Adrian dan kedua orang tuanya terkejut.

“Sebenernya, sayang..” Adrian berkata, buat Lionel menoleh padanya.

“Hng?”

“Aku sebenernya udah siapin dan omong-omongan sama Mom Dad soal ngelamar kamu.”

“Eh?”


“Bener, Lio. Beberapa hari lalu, Adrian diskusi sama kami berdua. Dia bilang mau mengirim lamaran ke Ainsley, kerajaan kamu. Jadi ya, kalau ngomongin pernikahan, mungkin sebentar lagi.. kalian bisa..”

Lionel menunduk malu. Tak menyangka kekasihnya telah mempersiapkan lamaran untuknya.

“Jadi..?”

Adrian terkekeh dan kemudian usak rambut kekasihnya gemas, “Tunggu beberapa hari lagi ya sayang, nanti kamu bisa jawab lamaran aku dan kita menikah.”

Lionel tak dapat berkata-kata, dia membuka mulutnya kaget sedari tadi, ia tak dapat berkata-kata hingga salah seorang pengawal kerajaan masuk ke dalan ruangan dan beritahu bahwa keluarga kerajaan dapat keluar untuk menyambut tamu dan berdansa.

“Jadi Io, mau dansa bareng aku nggak?”

“Aku.. kan kita masih...”

“Buat apa disembunyiin lagi kalau pada akhirnya kamu nanti jadi punyaku?”

“Louie..”

So? Dance with me?” Adrian memberikan jemarinya ke arah Lionel. Si pangeran kecil itu menatap ragu jemari kekasihnya dan tatap sang raja dan ratu yang sudah bergandengan sembari tatap keduanya dengan senyum.

Sang ratu berikan anggukan kecil pada Lionel, hingga akhirnya ia terima gandengan dari kekasihnya.

I'll dance with you, Your Higness.

Until the end of the day?

“Bahkan kamu bisa minta aku dansa sampai besok, kalau kamu mau, Louie.”

“Dad pulang!”

Sean membuka pintu utama rumahnya sembari bawa beberapa kantong belanjaan berisikan barang yang dititipkan oleh suami manisnya.

“Hei? Ini pada kemana? Ngga mau sambut daddy sambil lari-lari kaya biasanya?” ia berucap sekali lagi dengan bingung. Pasalnya, setiap ia pulanh dari kerja, ia akan selalu disambut dengan pelukan di kaki oleh Keane dan Kaylee. Ditambah dengan rengekan Kyle —yang baru-baru ini dapat merangkak— sebab ditinggalkan oleh kedua kakaknya.

“Udah sampai?”

“Oh sayang..”

Suara Arasy membuat Sean menoleh pada tangga. Arasy baru saja turun ke lantai dasar dan langsung beri Sean sebuah pelukan. Yang tentu saja dibalas dengan hangat oleh si pria. Lengkap dengan kecupan sayang di dahi.

“Anak-anak mana? Ini kakak tadi beliin permen sama biskuit kesukaan mereka.”

Sean mengedarkan pandangan ke penjuru rumah, namun sayang tak sedikitpun ia lihat eksistensi ketiga buah hatinya. Suara-suara manis mereka pun tak ada yang terdengar.

“Naik dulu aja, yuk, Kak.”

“Ngga mau ngerayain Boyfriend Day?”

Arasy tersenyum, “Udah, naik dulu aja. Belanjaannya taruh meja situ. Besok aku beresin.”

Sean ditarik oleh Arasy naik ke atas, menuju kamar utama yang terhubung dengan kamar buah hati mereka. Iya, connecting door. Sebab tak jarang Kaylee maupun Keane merengek ingin tidur bersama dad papi beserta adik Kyle mereka.

Arasy membuka kamar utamanya bersama Sean. Tak ada apa-apa di sana selain satu kotak besar di dekat ranjang.

“Sayang apa itu?”

“Buka dong.”

Keduanya mendekat ke kotak itu dan Arasy biarkan Sean membukanya.

Betapa terkejutnya pria yang usianya sudah memasuki kepala tiga itu kala ketiga buah hatinya berteriak mengejutkannya.

“Happy Boyfriend Day, Daddy!”

Wawawawa, Dy!

Ucapan dari kedua buah hatinya, ah maksudnya tiga, walaupun satunya belum begitu jelas. Ketiga kakak beradik itu mendekat pada Sean dan berikan bunga mawar dari origami kepada superhero mereka.

Ah, aku lupa menyebutkan. Jangan lupakan bahwa origami yang berada pada tangan mungil Kyle sudah hancur sebab diremas oleh sang empu.

“Terima kasih, sayang-sayangnya, daddy.” Namun, meski begitu, ketiga bunga origami itu Sean terima dengan senang hati.

Ketiganya bersorak senang kala bunga origami itu sampai di tangan sang ayah. Sean hampir saja membuka tangannya untuk meminta peluk dari ketiganya. Namun sayang, ucapan satu-satunya princess di keluarga kecil Anderson itu menghentikannya.

“Eitss, peluk teletubbiesnya nanti dulu, dad! Kadonya papi belum!”

Sean lantas menoleh pada sosok manis yang sedari tadi hanya tatap keempat rumahnya dengan penuh cinta dengan bersilang tangan di depan dada. Ketika keduanya bertemu tatap, Arasy naikkan alisnya, seolah bertanya untuk apa Sean menatapnya seperti itu.

“Apa?”

“Kamu ada kado juga buat kakak?”

“Ngga ada, tuh.”

“Papi bohong, Dad! Padahal daritadi Papi sibuk sendiri siapin kado buat daddy! Katanya mau rayain boyfriend day!” Keane berceletuk.

Lantas Sean berdiri dan berhadapan dengan Arasy. Lelaki manis itu kemudian mengambil kadonya untuk Sean yang ia taruh di nakas.

Figura foto. Isinya adalah foto pertamanya bersama Arasy dulu setelah saling diperkenalkan secara resmi oleh keluarga mereka.

Alias, saat pertama kali mereka bertemu lagi setelah sekian lama, saat keduanya tahu bahwa mereka akan menghabiskan waktu bersama dalam pernikahan.

“Kak Se inget foto ini? Hehe. Selca pertama kita. hampir 6 tahun yang lalu.”

6 tahun yang lalu. Waktu rasanya cepat sekali ya.

Sepertinya baru sekali Sean menikahi Arasy. Namun sudah 6 tahun pernikahan mereka berjalan. Walau dirundung beberapa suka duka, namun Sean dan Arasy selalu jadikan itu pelajaran. Semua kenangan baik juga buruk yang mereka alami, mereka kemas dengan rapi dalam memori mereka. Memori yang akan selalu keduanya bawa sampai akhir hayat nanti.

“Ini..”

“Aku ubek-ubek akun aku. Dan aku nemu ini. Aku tahu mungkin ini kado nggak ada apa apa—”

“Kado ini ada apa-apanya, sayang. Setiap kado punya makna sendiri dan kakak yakin makna yang kamu berikan dibalik kado ini adalah sesuatu yang besar.”

Arasy tersenyum mendengar penuturan Sean, ia genggam tangan suaminya dan berucap, “Karena hari ini boyfriend day, makanya aku cari foto kita sebelum nikah dulu. Walau kita nggak sempet pacaran, tapi hari-hari manis yang aku rasain setiap ketemu sama kakak itu bener bener istimewa. Makasih, sudah hadir disamping aku, ya, Kak Se?”

Arasy mendekat dan berikan kecupan pada pipi lelakinya, “Happy Boyfriend Day, daddy,” Ia berbisik sebelum menjauhkan wajahnya dari Sean.

“Happy boyfriend day too, papi. Maaf Kakak nggak siapin apa-apa. Kakak nggak tahu ini—”

“Kehadiran kakak disamping aku sama anak-anak setiap harinya udah jadi hadiah yang terbaik dalam setiap momen, Kak Se.”

Sean tersenyum. Ia kemudian buka lengannya meminta Arasy untuk masuk dalam dekapannya. Ketika Arasy sudah memeluknya, ia lirik juga ketiga buah hatinya yang sedari tadi menatap dad dan papinya dengan senyum, meminta mereka ikut masuk ke dalam pelukan. Tentu saja langsung diikuti oleh Keane dan Kaylee. Kyle? Bayi kecil itu merangkak ke tengah-tengah kaki Sean dan Arasy, sehingga Arasy menggendongnya untuk masuk dalam pelukan.

“Dad sayang kalian semua. Makasih ya?”

“Makasih juga, Dad!”


“Nah, Kaylee udah bersih. Sekarang tidur ya? Besok sekolah.”

Sean tersenyum pada putri kecilnya. Ia baru saja selesai menguncir rambut Kaylee, kebiasaan si gadis kecil itu ketika tidur. Memang Sean dan juga Arasy selalu bergantian menguncir rambut Kaylee, ini atas permintaan si princess kecil itu sendiri.

Sean sendiri heran dengan kebiasaan ketiga anaknya sebelum tidur. Keane yang harus dipeluk dahulu, Kaylee harus dikuncir terlebih dahulu, dan terakhir, si kecil Kyle, jagoan terakhir Sean itu tak akan mau tidur sebelum Sean dan Arasy tidur mengapitnya di tengah-tengah.

Memang sangat unik, namun Sean menyukainya.

“Dad, daddy tahu?”

“Hm?”

“Harusnya hari ini rencananya Kak Ean, Illie, sama Eil pergi ke rumah grandma. Soalnya papi bilang mau pacaran sama daddy soalnya ini Boyfriend day.”

Sean menatap putrinya yang bercerita dengan semangat, “Terus, kak?”

“Tapi akhirnya ngga jadi. Kak Ean sama Illie bingung, kenapa ngga jadi. Akhirnya papi bilang. Boyfriend daynya kita dibuat beda aja. Kan orang pacaran selalu nunjukkin rasa sayang, kaya papi sama dad, kan?! Akhirnya papi bilang, kita rayain aja berlima. Soalnya kita semua sayang daddy! Hehe!” Kaylee tersenyum dan berikan pelukan pada sang ayah di akhir kalimatnya.

Tak tahu saja apabila Sean sudah tak dapat menahan senyumnya mendapat ungkapan sayang berkali-kali hari ini dari keempat malaikat tersayangnya.

“Daddy lebih sayang sama kalian semua, Illie, Kak Keane, Kyle, dan juga papi.”

Dari ujung matanya, Sean dapat melihat Arasy berdiri dengan menggendong Kyle dengan senyum canggung. Ketahuan sudah jika ia hampir saja menitipkan ketiga buah hatinya pada sang ibu karena ingin merayakan hari ini bersama Sean.

Arasy sebenarnya sedikit merasa bersalah. Ia sadar ia sudah tak muda lagi, ia sudah memiliki tiga buah hati. Dan sudah kewajibannya untuk mengikutsertakan ketiganya dalam seluruh rencananya. Arasy hanya sedikit rindu berdua saja dengan Sean.


It's not your fault for being like this, Rasie. Kakak sadar, kita punya anak waktu usia kamu masih muda banget. Kakak nggak menyalahkan kamu kalau kamu memang pengen kita berdua aja. Besok ya? Besok kita dinner berdua, mau?”

“Bareng anak-anak?”

“Kakak juga kangen Rasie. Lagipula besok mami mau bawa trio K ke rumah mama. Tadi siang udah ijin sama kakak. Jadi?”

“Iya, Rasie mau, Kak Se.”

Dan biarlah hari penuh cinta dan sukacita itu diakhiri dengan pelukan hangat Sean untuk Arasy. Sebagai salah satu hadiah untuk Boyfriend day.

Kasih sayanglah yang akan membuat hari itu berharga, begitu ucap Arasy. Maka Sean pun akan mengawali dan mengakhiri hari ini dengan kasih sayangnya kepada Arasy juga ketiga buah hati mereka.