cassiopeia
warn! lowercase, broken english, harshwords, family issues, cheating, divorce
“mummy!!”
kio memeluk sosok sang mama begitu netranya tangkap beliau. sosok wanita paruh baya yang menjadi salah satu dari dua alasan kio berbahagia itu tentu terima peluk putranya dengan kasih sayang.
“kio, mama kangen sama kamu.”
“aku juga kangen mummy, kemarin aku cuma bisa kabarin mum dari chat aja karena lagi banyak tugas, maaf ya mum.”
“nggak papa, sayang. yuk masuk.”
kio bersama dengan sang ibu masuk ke dalam dan langsung menuju ke meja dapur untuk mengambil minum. namun akhirnya mereka juga putuskan mengobrol disana karena sudah terlanjur nyaman.
“soulmate kamu gimana, kio? mama baru inget anak mama ini udah delapan belas tahun.”
“ya gitu deh ma, masih sering kontakan kok.”
“oh iya? dia bisa jaga anak mummy baik-baik nggak?”
kio tersenyum lembut mendengar semua tanya ibunya. bagaimana tidak? tanya yang pertama dilemparkan ibunya itu buat hatinya menghangat.
bukan nama, bukan umur, namun kesanggupan pasangannya untuk jaga dia dengan sepenuh hati, sebagaimana mummy menjaga kio sedari kecil.
“bisa dong, mum. namanya elias, dia dua tahun lebih tua dari kio. elias baik banget mum, kio selalu ditanya gimana hari kio.”
“udah ketemu belum sayang?”
kio hanya bisa tersenyum dan menggeleng, “nanti mama, kita berdua sepakat buat nggak memaksa bertemu,.tapi biar takdir yang pertemuin kita berdua.”
tak mungkin kio ceritakan pada mummy dimana soulmatenya itu berada. lagipula, sampai saat ini kio masih belum yakin bahwa ia dan elias akan bertemu dalam waktu dekat.
atau mungkin bisa saja mereka malah tidak bertemu sama sekali.
“lucu ya kalian.”
“hehe, mama tenang aja ya? kio udah bisa jaga diri kio sendiri, kio juga udah ada yang jagain dari jauh. dia selalu tanyain ke kio, minta io cerita soal hari kio.”
sang mama hanya bisa sunggingkan senyum. berbahagia untuk putra kecilnya sekaligus bersyukur kio bisa mendapat kasih sayang dari pasangannya. setidaknya jika cinta mama belum cukup, maka mama berharap bahwa pasangan kio bisa berikan yang lebih.
“mummy bersyukur, kio punya elias.”
“iya, makanya sekarang mum nggak perlu khawatirin kio, ya? mama pikirin soal kebahagiaan mama aja.”
“mama bahagia kalau kio bahagia.”
“tapi kio nggak pernah bahagia lihat mama cinta papa sebegini dalamnya,” netra kio berubah sendu. tak ada seorang anak yang berbahagia lihat ibunya dikhianati oleh cinta. tak ada yang berbahagia lihat ibunya terus bertahan dalam pernikahan yang hanya diperjuangkan sendiri.
meski sedih keluarganya harus berpisah, tapi apa yang dapat dilakukan apabila tak ada kebahagiaan lagi dalam keluarga kecil itu?
“sayang..”
“kalau begitu kenapa nggak kamu aja yang pergi, hah?”
keduanya menoleh dikala sosok yang baru menjadi bahan pembicaraan itu muncul, menuruni tangga. kio hanya pandang papanya dengan malas, ia lipat tangannya di depan dada dan tunggu sang papa berhadapan dengannya.
“aku? yang pergi?”
“yes. why would you stay here if you can accept what happened in this house anymore? mama kamu baik-baik aja sama ini, papa juga iya.”
“pa! are you out of your mind?! orang mana yang baik-baik aja diselingkuhin papa sama banyak cewe ngga jelas begitu hah?! orang mana yang baik-baik aja kalau tahu suaminya punya anak lagi dari perempuan lain?! hati nurani papa itu kemana?!”
“kio, papa nggak pernah ajarin kamu kurang ajar kaya begini.”
“yes, you've never did that. you've never taught me anything even when i am just a one year old kid. kalau gitu, papa ngarepin apa dari kio?”
“sayang, udah..”
sang mama tarik kio untuk menjauh dari hadapan sang papa, “itu papa kamu, kio.”
kio tak habis pikir, masih bisa mama bela sang papa? setelah apa yang diterimanya selama ini? diselingkuhi? diduakan?
“yes, he's my father. my father that never give me any love. my father that just gives us some money, not a love that i deserve as a child. i am tired of this blood relation. can you call that man a father when my childhood doesn't have him inside?”
“KIO!”
plak!
satu tamparan kio terima dari sang ibu, buat kio pegangi pipinya sembari terkekeh tak percaya. netranya berkaca, bersiap untuk jatuhkan air mata dari sana. bukan karena rasa sakit di pipinya, tetapi dihatinya.
segala yang ia lakukan adalah demi ibunya, ia tak ingin ibunya terima sakit lagi. lantas kenapa juga ibunya harus berikan ia sebuah tamparan keras di pipi.
“mama tahu kamu nggak suka sama papa, kio. tapi kamu juga nggak punya hak untuk bentak papa kaya gitu.”
kio terkekeh, ia menggeleng tak percaya. “semua yang aku lakuin itu demi mama. aku yang selama ini lihat mama nangis setiap malam, ma! aku yang lihat mama ngelamun di sana setiap pagi, aku!” kio tunjuk tangga rumah orang tuanya. sejak kecil ia selalu lihat sang ibu disana ketika tak ada pekerjaan, melamun. dan demi tuhan kio sakit melihatnya.
“tapi mama sekarang malah gini ke kio?”
“mama nggak pernah ajarin kio buat kurang ajar ke orang yang lebih tua.”
“terus kenapa mama nggak ajarin papa buat jadi seorang yang bertanggung jawab buat keluarganya?! kenapa cuma kio yang salah kalau kewajiban kio buat hormatin orang tua nggak kio lakuin? gimana sama tanggung jawab papa sebagai orang tua? sebagai suami? hiks!”
pecah sudah isakan kio, sang mama yang melihat ratusan titik air jatuh dari netra sang anak langsung mendekat hendak beri peluk. namun tidak, kio tidak terima itu, pria manis itu mundur.
“kio...”
“if you don't love yourself, you can't love me, ma.”
kio lantas mengambil jaketnya dan berlari keluar dari rumah orang tuanya. tinggalkan sang mama yang langsung menangis tersedu. keluarga mereka telah retak, atau mungkin telah lama retak dan kini hancur lebur.
“kita cerai aja, mas. hubungan ini sudah sakitin kio banyak sekali.”
“kamu yang dari awal mau pertahanin pernikahan ini demi kio. tapi lihat?”
***
kio terduduk di taman, menghapus air matanya yang sedari tadi turun tanpa henti. demi tuhan, hati kio begitu sakit.
“hiks.. hiks.. sakit.” tangisannya disertai dengan rintihan pilu, menyakiti siapapun yang mendengarnya.
kio tak tahu lagi ia harus apa, tak tahu lagi langkah apa yang akan diambilnya untuk lanjutkan langkah. kio benci keadaan seperti ini, ia benci ketika ia tak bisa apa-apa dan hanya menangis.
“hiks.. what is.. wrong with me really.. hiks!”
ting!
ketika dengar notifikasi tersebut, kio menoleh pada ponselnya yang berada di sebelah, ponsel yang sedari tadi temani ia duduk dalam kesendirian.
kio hapus air matanya dan ambil ponselnya, melihat siapa yang kirimi dirinya pesan. “eli..” gumamnya pelan membaca nama pengirim pesan di ponselnya.
maka segera, kio buka kolom pesan tersebut dan menekan tombol telepon.
“kio?”
“hiks! eli.. hiks!” dengar panggilan dari seseorang di seberang sana buat kio menangis lagi.
“hei, hei kenapa? you can talk to me, ki,” suara elias dari seberang sana pun terdengar panik.
“eli.. mama... hiks.. mama tampar aku, hiks! kamu bilang.. kamu bilang kalau aku senyum tadi pagi, hari aku bakal bahagia, hiks! tapi mana bahagianya eli? mana... hiks.”
“kio...”
“eli... hiks. aku mau ke tempat kamu eli.. sakit. aku nggak mau tinggal di sini lagi, hiks. sakit..”
“okay, kio. tenang dulu ya? sekarang cerita ke aku, kenapa?”
“hiks.. panjang ceritanya.. biar aku ketemu kamu dulu, eli...”
“okay. hapus dulu air matanya, kio.”
kio menarik nafasnya dalam dan kemudian menghapus air matanya, ia tutup matanya yang terasa bengkak, lelah rasanya keluarkan air mata sebanyak itu.
“udah?”
“iya...”
“sekarang lihat ke atas, kio. ada bintang banyak kan?”
“mhmm..”
kio diam menatap langit yang begitu tenang dipenuhi bintang malam ini. hari ini indah, namun sayang, kio lihat itu dengan hati yang sudah hancur lebur.
“can you see the cassiopeia?”
kio hanya mengangguk, meski elias tak dapat melihatnya. kio tak peduli, ia sudah lelah keluarkan suaranya. konstelasi bintang berbentuk huruf W tersebut malam ini terlihat terang, kio dapat melihat dan menghubungkannya dengan jelas.
“kamu diem aja, aku tebak kamu sudah nemu ya? sekarang, kio. tutup mata kamu, sayang. bilang apa harapan terbesar kamu sekarang ini dalam hati.”
i just wanna be happy..
kio jeda batinnya sebentar, dalam benaknya terputar segala kenangan bersama sang mama, bagaimana sang mama ajari dirinya untuk berjalan, bagaimana mama mendidiknya dengan penuh kasih sayang, bagaimana mama selalu beri peluk dan kecup dikala ia belajar sampai malam hari, berkata bahwa mama bangga pada kio meski kio tak mendapatkan nilai yang bagus.
with elias.
tubuhnya terasa ringan setelah itu, kio bagai dibawa terbang entah kemana, namun kio tak lantas buka matanya. ia hanya menarik nafasnya panjang dan kemudian hembuskan itu, menenangkan diri.
“kio?”
mendengar suara itu terdengar nyata, kio membuka matanya. ia membelalakan matanya ketika lihat elias di hadapannya.
“eli...”
sosok elias tersebut menghampiri kio segera, “kamu kenapa bisa disini, ki? kamu.. kamu berharap apa tadi?”