bluemoonseu

dengan bantuan hagai, kini alvarez tiba di istana sephia. ia segera masuk ke dalam, menyusul noe dan juga elvio yang telah sampai di sana sedari tadi bersama miguel dan gamaliel.

ia gerakkan tangannya, buat sihir biru miliknya bersinar mengelilinginya dan juga hagai. setelahnya, tubuh mereka menghilang. mereka langsung dibawa masuk ke dalam istana, menuju tempat dimana elvio sekarang berada.

“bagaimana kalian bisa bertemu?”

suara raja menggema marah di ruangan itu. tidak seperti dahulu, sang raja kini terlihat bertambah tua, begitu kesan pertama alvarez melihatnya.

“noe mendengar obrolan ayahanda dengan paman william, maka dari itu noe langsung menuju ke hutan mencarinya. ayah, kenapa ayah tega memisahkan kami berdua?”

“salahkan penyihir itu! apabila ia tidak datang hari itu dan memberikan kutukan kepada kalian berdua, kalian tidak akan seperti ini.”

hagai mengepalkan tangannya mendengar itu, lelaki itu hampir saja keluar dari persembunyian apabila alvarez tidak menahan pundaknya, “kenapa? dialah yang salah! kenapa kamu nggak membela diri, alva?”

“tunggu sebentar, hagai.” alvarez kembali tarik hagai ke belakang tubuhnya, mendengarkan bagaimana keributan di singgasana sang raja. demi tuhan, alvarez pun sama seperti hagai, ia juga ingin keluar dari persembunyiannya dan berikan pelajaran pada sang raja. namun ini bukan waktu yang tepat bagi mereka.

“kutukan apa, yang mulia? apa sekarang sudah berlaku bagi kami karena kami sudah bertemu?”

“ya, seharusnya.”

“kutukan apa, ayahanda? aku dan elvio juga menanyakan itu. tapi kenapa ayahanda tidak menjawab?”

sang raja duduk di singgasananya, ia memegang kepalanya seolah tengah merasa pusing, “kalian..” ucapannya menggantung. “kalian berdua dikutuk olehnya, apabila kalian bertemu, maka salah satu dari kalian tidak akan hidup lama.. ayahanda tidak ingin-”

“cukup sampai di sana, yang mulia.”

ucapan sang raja terpotong kala alvarez keluar dari persembunyiannya. ucapannya itu membuat semua menoleh ke arahnya, termasuk miguel dan gamaliel yang tadi telah dimaki habis-habisan oleh sang raja.

“alva?” alvarez dengar gumaman elvio, namun ia abaikan itu. ia berjalan mendekat pada saudara kembar disana, menghadap sang raja.

“siapa kamu?” tanya sang raja.

alvarez dibuat terkekeh dengan nada sinis itu. ia memejamkan mata, buat sihir biru yang tidak asing di mata raja itu kembali muncul. sihir itu mengubah pakaian yang dikenakan alvarez menjadi jubah yang sama yang dipakainya saat hari itu.

“kamu! penjaga bawa dia pergi!”

alvarez mengangkat tangannya, buat penjaga yang telah berlari ke arahnya berhenti bergerak. ia tersenyum jenaka dan tersenyum pada sang raja.

topi jubahnya ia buka, tampilkan kembali wajahnya. ia ingin sang raja berkata-kata sembari tatap matanya.

“apa yang kamu mau? tidak cukupkah membuat keluarga ku berantakan?”

“aku? membuat keluarga anda berantakan?” alvarez tertawa, “aku atau anda sendiri?”

“jangan berani-beraninya kamu berkata seperti itu kepada rajamu!”

you're not and will never be my king.”

sang raja tak balas apapun lagi, di ruangan -yang sama tempat perayaan kedua pangeran dulu dilaksanakan- itu kembali hening. rasanya dejavu. namun alvarez tak peduli itu, ia kembali keluarkan suaranya.

“anda pikir saya tidak tahu rencana anda atas kedua putra anda?” ia bertanya pelan, matanya melirik pada elvio dan juga noe yang tengah menatapnya. “anda akan menjodohkan mereka dengan raja utara dan barat demi mendapat uang, iya? anda juga berkata pada mereka bahwa mereka bebas melakukan apa saja kepada kedua putra anda asalkan mereka tetap memberikan uangnya kepada anda?”

“dan sekarang anda memfitnah saya memberikan kutukan seperti itu kepada mereka? raja macam apa anda ini?”

“kamu!”

amarah sang raja tak alvarez pedulikan. bahkan ketika pedang milik sang raja kini telah sampai di hadapannya, ia pegang bilah pedang itu. tantang sang raja untuk melukainya sekarang juga.

tangannya yang kini meneteskan darah tak ia pedulikan, matanya terus menatap pada raja sephia itu.

“saya memberikan kutukan kepada elvio agar ketika ia bertemu dengan saudara kembarnya, ia akan memberikan kutukan pada saudara kembarnya untuk jatuh cinta kepada seseorang yang tidak akan anda kira. aku tahu bagaimana pemikiran anda yang mulia.”

“setelah saya menyebut nama elvio, anda akan mengira elvio lah yang saya berikan kutukan pertama kali. kemudian anda akan bawa jauh elvio dari saudara kembarnya hingga mereka berumur sembilan belas tahun dan kemudian membawa ia kembali untuk memberikannya kepada raja-raja itu. di lain sisi, noe, akan tetap berada bersama anda, mengikuti perintah anda untuk dijodohkan. maka dari itu, aku berikan kutukan tersebut. supaya noe jatuh cinta bukan kepada orang yang anda pikirkan dan elvio tumbuh jauh dari anda.”

“saya tidak akan biarkan disaat elvio tahu bahwa anda adalah ayahanda nya, ia akan menurut. tidak akan pernah.”

elvio membelalakan matanya mendengar penjelasan dari lelaki itu. seorang yang dikiranya jahat itu, ternyata melindunginya dan sang saudara kembar dari kejahatan sang ayah.

yang mulia, bisa-bisanya anda seperti ini kepada putra anda sendiri.

aku tidak menyangka selama ini ceritanya seperti itu.

turunkan raja sephia dari jabatannya, ia tidak layak dikatakan sebagai seorang raja!

sang raja yang mendengar bisik-bisik itu menoleh pada pintu aula, seluruh rakyat berkumpul di sana, menyaksikan seluruh kejadian tadi. tangannya melemas sehingga pedang yang tadi diarahkan pada alvarez jatuh begitu saja ke lantai.

“tidak, tidak mungkin,” ia menggeleng dan tertawa. susah payah ia dapatkan posisi ini, ia tak akan pernah rela jabatannya jatuh begitu saja. ia meremat rambutnya kemudian berlari keluar, buat mahkotanya jatuh begitu saja di atas lantai, menyusul pedangnya.

salah seorang petinggi kerajaan mengambil mahkota itu, ia berjalan pada elvio dan berikan mahkota itu.

“pangeran elvio, mungkin anda dapat mengambil posisi ayah anda setelah ini, karena anda adalah yang tertua,” elvio yang dengar itu menoleh pada noe yang mengangguk sembari tersenyum.

alvarez juga turut tersenyum melihat itu. ia bahagia untuk elvio, tentu saja. bagaimana mungkin ia tidak turut bahagia melihat cintanya kini telah mendapat keadilan?

ah, sudahkah kukatakan bahwa alvarez mencintai elvionya? kurasa itu tidak perlu sebab caranya melindungi lelaki manis tersebut sudah menunjukkan dengan jelas bahwa ia mencintainya dengan sangat.

lelaki dengan hadiah dari semesta itu membalikkan tubuhnya, ia ajak hagai untuk mengikutinya. hagai tidak rela tentunya, namun tatapan alvarez kali ini memintanya untuk tidak melawan.

“alva, haruskah kita pergi tanpa dengar apa yang dikatakan elvio soal kenyataan yang baru dia tahu?” ia bertanya, memegang bahu alvarez yang berjalan mendahuluinya.

“tinggalah jika kamu ingin. ia tidak mau lagi melihatku.”


“siapa yang bilang kamu bisa pergi begitu saja?”

alvarez hentikan langkah yang membawanya keluar dari lingkungan kerajaan ketika ia mendengar suara milik elvio. lelaki itu kemudian menoleh, temukan elvio memang berada di belakangnya bersama dengan dua burung kecil di pundaknya, hagai.

“anda sendiri, yang mulia,” alvarez tersenyum kecil pada elvio. netranya menatap bangga melihat mahkota berkilau yang berdiri tegak diatas kepala cintanya.

elvio yang dengar jawaban antarez terkekeh, “kalau begitu aku memintamu untuk diam sekarang.”

“lalu? apa yang harus saya lakukan setelahnya?”

tak menjawab, elvio berlari menuju alvarez dan peluk lelaki yang lebih tinggi darinya itu. “jangan pernah melangkahkan kakimu jauh dariku lagi, bahkan walau itu lima langkah saja, tidak boleh.”

alvarez tersenyum dan balas pelukan lelakinya, “jika saya melanggarnya?”

“melanggar atau tidak, kamu tetap akan dihukum untuk menjadi milikku selamanya.”

i'd like that.”

semua orang berbahagia hari ini. mereka berbondong-bondong menuju ke istana untuk turut merayakan kebahagiaan bersama sang raja juga ratu. hari kelahiran pangeran sephia.

namun, yang tidak diketahui para rakyat adalah sang ratu lahirkan pangeran kembar. mereka baru mengetahuinya ketika mereka masuk ke dalam ruangan tempat perayaan digelar.

ketika tahu bahwa pangeran mereka lahir, mereka memang bahagia. tetapi begitu mengetahui bahwa ada dua pangeran yang lahir di hari yang sama, mereka khawatir.

sebab sephia memiliki kepercayaan bahwa setiap kali anggota kerajaan memiliki seorang anak kembar, seorang penyihir akan datang untuk memberikan salah satunya kutukan.

para tetua pun kerap berkata bahwa kembarannya tak juga terlepas dari kutukan yang diberikan.

suasana yang awalnya bahagia itu, kini menjadi penuh rasa khawatir. pun juga dengan raja dan ratu yang sedari awal tidak menyetujui adanya acara memperkenalkan kedua putra mereka seperti ini. mereka tak ingin kedua putranya mendapatkan hal yang seperti itu.

memang sudah lama sekali mereka tidak melihat kedatangan penyihir itu, namun mereka tetap mempercayainya. sebisa mungkin mereka menghindari kedatangannya.

bagaimana bisa ratu lahirkan bayi kembar?

pangeran yang malang, penyihir akan datang dan memberi mereka kutukan.

kenapa tidak sedari awal diumumkan? tahu begini aku tidak akan mengikuti perayaan ini.

tak pedulikan sang raja dan ratu yang mendengar ucapan mereka, mereka tetap berbicara. mereka hanya ingin pemimpinnya tahu bahwa khawatir akan kedatangan penyihir itu.

mendengar bagaimana tidak sopannya rakyat sephia berkata-kata, sang raja menggeram marah. ia berdiri dari kursi singgasananya, “siapa yang tahu bahwa kami akan memiliki putra kembar?! ini adalah anugerah dari tuhan dan kami mensyukuri itu! lagipula mendengar darimana kalian soal penyihir itu, hah? jika memang benar adanya biarkan ia datang! buktikan padaku bahwa ia memang ada! dari awal diriku lahir pun, aku tidak pernah melihatnya, jadi jangan mengada-ngada!”

tepat setelah sang raja ungkapkan amarahnya, pintu ruangan tempat mereka gelar perayaan itu terbuka. angin yang kencang bertiup masuk, diikuti kehadiran seorang berjubah hitam dengan senyum di wajahnya.

bukan, bukan senyum bahagia tentunya.

sang raja dan ratu membelalak kaget, “yang mulia, tidak seharusnya anda menantang seperti tadi..” sang ratu berdiri dari duduknya, mendekat pada sang raja yang membeku di tempatnya.

semua yang ada di sana menyingkir ke samping, ketakutan. namun dengan seperti itu, mereka seakan beri jalan bagi sosok berjubah itu untuk berjalan ke depan, menuju hadapan raja dan ratu serta bayi kembarnya yang tengah tertidur dengan tenang.

“siapa kamu?” sang raja berkata, mendekat pada box kayu tempat kedua putranya tertidur. melindunginya.

tawa dari sosok itu terdengar, “siapa aku? bukankah tadi anda sendiri yang memanggilku datang?”

laki-laki, penyihir itu laki-laki.

mendengar bisikan dari salah seorang rakyatnya, sang ratu menahan lengan sang raja, “berhati-hatilah, yang mulia. jangan sampai dia menyakiti kedua putra kita,” bisiknya.

“menyakiti?” sosok itu tersenyum, “aku tidak akan menyakiti kedua putra kalian, awalnya. tetapi anda memanggilku datang, yang mulia.”

sosok itu berjalan pelan, menuju box yang berada di dekat sang raja. matanya terus tatap kedua pangeran itu, membuat sang raja siaga apabila sosok tersebut melakukan sesuatu pada mereka.

“elvio, nama yang cantik.”

setiap kata yang keluar dari bibir si penyihir terdengar mengerikan.

“jangan berani menyentuh putraku.”

sosok itu membuka mulutnya, berakting seolah ia tengah terkejut. kemudian ia kembali tersenyum dan menggerakan tangannya. sihirnya yang berwarna biru itu muncul mengelilingi box milik kedua pangeran sephia.

“jangan takut, yang mulia. saya tidak akan menyentuh mereka dengan tangan saya. saya dapat melakukannya dari sini.”

“ka—”

“ssst!” si penyihir berikan telunjuknya, pertanda bahwa ia tak ijinkan sang raja untuk berbicara. ia tatap raja dan ratu sejenak sebelum kembali menoleh pada kedua pangeran yang telah dikelilingi sihirnya.

“aku tidak memberikan kutukan kepada mereka, tetapi hadiah,” katanya yang buat sihir birunya semakin tinggi bergerak mengelilingi box itu, “kedua pangeran sephia akan tumbuh dengan wajah nan rupawan. mereka akan tumbuh besar dengan jiwa pemberani dan penyayang. jenius, begitu juga orang-orang akan memanggil mereka.”

“terima kasih, itu adalah-”

“tetapi,” satu kata itu dikeluarkan si penyihir dengan suara lantang, memotong ucapan sang ratu. ia tersenyum sebelum kembali melanjutkan, “tetapi tepat di umur mereka yang ke delapan belas tahun, disaat keduanya bertemu, salah satu dari mereka akan berikan kutukan pada saudaranya, bahwa saudaranya akan jatug cinta kepada sosok yang tidak pernah ayahanda serta ibundanya kira.”

setelahnya sihir berwarna biru itu menghilang. sang penyihir berikan senyum sebelum mengibaskan jubahnya. bersamaan dengan itu, sosoknya menghilang, menghantarkan keheningan di ruangan itu.

ia tidak mengutuk satu tetapi keduanya?

kurasa raja telah membuat kesalahan besar padanya.

keadaan di ruangan itu ricuh seketika. sang raja segera memanggil orang kepercayaannya kemari. ia juga memaki para pengawal yang tidak menjaga pintu dengan baik.

“elvio, dia menyebut namanya. bawa dia jauh dari kembarannya, pisahkan mereka hingga umur mereka menginjak sembilan belas tahun. jangan biarkan mereka bertemu.”

“yang mulia, tapi-”

sang raja tak membiarkan sang ratu mengeluarkan suaranya, “ikuti perintahku. bawa elvio untuk tinggal di tempat yang jauh, jaga dia baik-baik.”

warn! lowercase, broken english, grammar error

seperti yang dikatakan oleh noah di kolom pesannya dengan hazel, setelah noah menjemput hazel yang berada di taman, kini ia mengajak lelaki itu untuk berkeliling beurtreuse.

terhitung tujuh hari semenjak hazel berada di sana, baru hari ini noah mengajaknya berkeliling. namun selama itu, hazel tidak merasa bosan. bagaimana mau merasa bosan apabila ia bersama dengan crushnya beberapa hari ini dan lagi, tempat tinggalnya selama ini, istana beu beu -begitu cara hazel menyebutnya- memiliki banyak hal yang baru bagi hazel.

“jadi? kenapa kamu baru ajak aku keliling hari ini, kak?”

berjalan bersama masuk ke dalam hutan, zee memberikan tanya. noah yang mendengar perkataan itu terkekeh, “ya karena.. i'm gonna take you home today. nggak seru kan kalau nggak lihat-lihat sini dulu?”

already?!

lihatlah siapa yang takut saat pertama kali mereka berada di sini. sekarang ia telah terbiasa dan malah tidak ingin kembali. tempat ini terlalu indah bagi hazel.

“memang lo nggak pengen pulang?”

“ya... aku bakal ada di rumah sampai nanti aku dewasa, tapi disini kapan lagi?”

noah terkekeh lagi mendengar itu. ia hampir menjawab sebelum hazel kembali mengeluarkan suara, lagipula aku juga pengen bantu ka noah buat bawa orang yang bisa kembaliin pegasus ke sini.”

“itu nggak perlu, zee.”

hazel menggeleng, “*i want to meet the pegasus, at least once,” begitu jawabnya. “aku juga mau bilang terima kasih sama orang itu, karena dia ka noah bisa kembali ke rumah,” ia melanjutkan sembari tersenyum pada noah.

i thought you like me?

“iya, memang. terus?” jujur, noah masih merasa kaget dengan kejujuran zee ini. yaa, walaupun ia sendiri yang melemparkan tanya seperti itu.

netralkan rasa terkejutnya, noah kembali mengeluarkan suara, “ya.. lo mau gue balik sini terus nggak bisa ketemu lo lagi?”

zee yang dengar itu hentikan langkahnya, ia menoleh pada noah yang berada di sampingnya, mengikuti apa yang dilakukannya. noah tengah menunggu jawabannya, zee tahu itu.

tapi setelah sekian detik, zee kembali melanjutkan langkah kecilnya dan menatap pada rerumputan tinggi di sampingnya, “karena aku sayang sama ka noah, makanya aku mau ka noah bisa balik ke rumah,” ie berkata pelan namun noah masih bisa mendengarnya.

mata mereka kembali bertemu setelahnya, “it must be hard for you, kak. buat jauh dari keluarga.”

“zee..”

hazel tersenyum sebelum kembali menatap ke depan dan melanjutkan jalannya. lelaki manis itu berada di panti asuhan saat umurnya tiga tahun. ia tahu bagaimana rasanya jauh dari keluarganya, meski ia tidak mengenal dengan baik bagaimana wajah ayah dan ibunya dahulu.

noah yang tadi terdiam, kini melangkah pelan sembari menatap punggung hazel yang berjalan didepannya. ia tak dapat membalas ucapan hazel yang satu itu.

rasanya canggung.

bahkan saat mereka berbicara untuk pertama kalinya tidak secanggung ini.

ketika noah ingin keluarkan suaranya kembali, hazel sudah menoleh terlebih dahulu, “kak! i saw something there!” serunya sembari menunjuk air terjun yang berada di depan mereka.

“nggak ada apa-apa di air terjun itu, zee.”

hazel menggeleng, ia kemudian berlari mendekat diikuti oleh noah. matanya memincing, untuk temukan sebuah jalan di balik air terjun tersebut. “ada sesuatu di sana, kak. ada jalan di situ,” hazel kembali menunjuk sesuatu di balik air terjun itu.

“zee, gue nggak pernah lihat jalan itu sebelumnya.”

hazel mendengar itu, namun ia mengabaikan ucapan noah. matanya bergerak ke sekitar sana untuk mencari cara berjalan ke sana. hingga tak sengaja ia menangkap pohon besar dengan ranting yang sangat panjang. ranting itu tumbuh dari tempatnya berdiri sekarang hingga ke tebing samping air terjun tersebut.

maka tanpa berkata apapun, hazel berlari ke pohon itu. “zee! hati-hati hei!” noah berteriak memanggilnya. namun rasa penasarannya sudah menggebu-gebu. ia ingin tahu apa yang dilihatnya tadi dan ke mana jalan yang dilihatnya tadi menuju.

apalagi noah berkata tak pernah melihat itu sebelumnya. ia bahkan melupakan fakta bahwa kini ia berada di negeri orang lain.

dan yang terjadi selanjutnya mengejutkan noah. lelaki manis itu dengan handalnya memanjat pohon besar tersebut dan berhenti di ujung ranting. menatap noah.

“ayo, kak!”

“hah?” noah yang baru sampai di dekat pohon itu mendongak, menatap zee yang mengisyaratkan dirinya untuk ikut naik ke atas.

“ayo! kita ke sana!”

“zee, are you crazy?! there's no way we can use that! lo bisa jatuh sama gue!”

hazel yang mendengar ucapan crushnya itu menoleh pada ranting yang tengah dipijaknya ini. ia hentakkan kakinya beberapa kali hingga dedaunan berjatuhan diatas noah. “this is totally safe! ayo kak, mungkin kamu bisa nemuin sesuatu di balik sana!”

“zee tapi gue-”

“okay, zee sendiri aja kalau gitu.”

“zee!” tak memedulikan panggilan noah, zee justru berjalan ke ujung ranting lainnya. lelaki manis itu seakan tak mengenal rasa takut. justru noah yang ngeri melihatnya. adik kelasnya ini sangat polos dan berani.

mau tak mau, noah ikut memanjat dan menyusul hazel yang kini telah sampai di balik air terjun itu terlebih dahulu. hazel tak menoleh ke arahnya sama sekali dan justru berjalan masuk ke dalam.

demi tuhan, noah hanya bisa terperangah melihat tingkahnya. ketika ia sampai di ujung ranting, ia baru menyadari jaraknya ke air terjun tersebut lumayan jauh. lantas bagaimana cara hazel melewati ini tadi?

hazel melakukannya hanya dalam hitungan detik sedang noah harus berusaha keras berpegangan demi bisa mencapai air terjun. beberapa menit terhitung, barulah noah bisa berdiri dengan tenang di tujuannya.

what kind of— woah,” gumaman lelaki taurus itu tergantikan dengan ucapan kekaguman ketika ia melihat benar ada jalan di sana. menuju ke sebuah tempat yang terlihat seperti dunia yang dilihatnya di film fantasi yang ditontonnya bersama cleo dan er dulu.

tak sama seperti tempatnya, tempat ini terlihat benar-benar seperti berada id dunia lain. jamur-jamur yang besar, bunga-bunga yang bersinar, serta tumbuhan yang berwarna tak seperti umumnya.

“zee?” ia memanggil nama hazel ketika masuk ke dalam perlahan, namun tak terdengar sahutan apapun dari lelaki manis itu.

“hai!” noah membelalakan matanya terkejut ketika seseorang menyapanya dari samping. entah mahkluk apa yang menyapanya ini, yang pasti ia sepeerti gumpalan bulu dengan sayap kecil di belakangnya.

“jangan kaget, kamu kelihatan kebingungan di sini, aku cuma mau membantu.”

noah berdeham, menghilangkan rasa terkejutnya. setelah itu barulah ia menatap mahkluk yang menyapanya dengan sungguh, “w-what kind of creature are you?

“ah, jadi kamu belum pernah lihat negerimu sampai sejauh ini ya? ayo, aku tunjukkin sekitar sini!”

wait! aku sedang mencari temanku, apa kamu melihatnya?”

“ah, ayo aku bantu cari.”

noah berjalan mengikuti mahkluk didepannya, ketika matanya melirik ke belakang, jalan tempatnya masuk itu kini tidak ada. entah menghilang kemana.

jadi inilah yang dirasakan hazel saat pertama kali masuk ke dalam dunianya? tapi kenapa kali ini malah dirinya yang kebingungan, kenapa hazel justru semangat?

“nama teman kamu.. siapa?”

he probably say his name zee.

“temanku mungkin melihatnya dan langsung membawa ia berkeliling. kamu cari apa di sini?”

noah menggeleng, “nothing. zee masuk ke dalam sini, jadi aku mengikutinya karena khawatir.” si mahkluk kecil itu menunjukkan wajah mengertinya. mulutnya membulat dan matanya membesar, pertanda bahwa ia mengerti.

“mungkin dia bersama helena.”

“helena?”

“iya, dia pega-”

“ka noah!” ucapan dari mahkluk kecil itu terpotong ketika noah melihat hazel berada di depannya. dengan cepat, lelaki itu menghampiri hazel dan memegang kedua lengannya.

are you alright?” tanyanya cepat kemudian matanya menelusuri tubuh hazel dari bawah ke atas, seakan mencari luka yang mungkin ada di tubuh lelaki manis di hadapannya.

“ka noah, aku ngga papa..”

noah yang telah memastikan bahwa hazel tidak papa itu menghela nafas, ia lepas kedua tangannya dari legan hazel, “kamu tuh nggak bisa lari gitu aja, hazel! aku nggak tahu apa-apa soal tempat ini, aku yang bawa kamu ke beurtreuse, kalau kamu kenapa-napa gimana?”

hazel melongo mendengar noah berbicara cepat, mengomel padanya. namun setelahnya ia tersenyum ketika menyadari cara berbicara noah yang berbeda dari biasanya. ia menggunakan aku dan kamu pada hazel.

i'm okay, kak. tapi tebak aku nemu apa di sini?”

“apa?”

noah menatap hazel yang tersenyum bahagia, “kuda yang punya sayap!” serunya bahagia, “dia cantik banget kak! warnanya putih bersih dan rambutnya warna-warni cantik! you have to see it!

“kuda yang punya sayap?”

hazel mengangguk. “aku lihat mereka ada di dalam rumah dari daun yang besaaaar!” tangan hazel terangkat di udara, menunjukkan seberapa besar rumah yang dilihatnya tadi.

“zee, bawa kakak kesana.”

hazel yang mendengarnya tentu mengangguk bahagia, “okay! beu kamu ikut juga ya!”

“beu?”

lelaki itu kemudian menoleh pada mahkluk kecil yang menyambutnya tadi, yang namanya dipanggil oleh hazel. “iya, dia beu. tadi dia anterin aku ketemu kuda yang punya sayap itu. tapi habis itu hilang. kamu kemana tadi beu?”


naoh sempat mengira apa yang dilihat oleh hazel tidak benar adanya, tapi setelah melihat kuda bersayap yang dimaksud hazel, noah tak dapat berkata-kata.

jadi hazel menemukannya? hazel menemukan pegasus itu?

“zee, you found them!

“hah? zee nemuin apa?”

the pegasus, you found them!” noah berkata dengan semangat, ia setelahnya menarik lembut tangan hazel untuk masuk ke dalam rumah dari daun -yang banyak dilihatnya di tempat ini sejak ia masuk- dan melihat beberapa pegasus yang dimaksud hazel tadi.

“jadi pegasus itu kuda bersayap?”

noah tertawa gemas dan mengangguk, ia sungguh bahagia. “iya, zee. kamu nemuin mereka!”

hazel yang mendengar itu hanya dapat terperangah. hingga setelahnya ia ingat apa yang dikatakan azura di pesannya kembali, “jadi aku orang yang ada di ramalan itu?”

yes, yes you are.

mereka saling menatap dan tersenyum. hingga akhirnya salah seekor pegasus yang ada di sana mendekat pada mereka berdua. noah lantas menundukkan kepalanya memberi hormat. pegasus itu membalasnya.

“hazel, terima kasih karena telah menemukan kami.”

“k-kamu bisa bicara?”

noah terkekeh mendengar ucapan hazel, “semua mahkluk hidup di beurtreuse bisa bicara, zee.”

“ah..”

noah kemudian kembali menatap pegasus yang berada di hadpannya, “tapi bagaimana bisa aku tidak melihat jalan tempat kami masuk ke sini selama ini? bagaimana bisa kalian semua berada di sini juga?” noah bertanya sembari tatap pegasus lainnya yang ada di sana.

“hanya seorang yang murni yang dapat membuka jalan ke sini, pangeran.”

noah dan hazel hanya diam mendengarkan mereka berbicara, “seseorang yang jujur dan penuh kasih sayang, yang dapat membantu kami untuk keluar.”

“tapi ini masih masuk di beu-beu kan? kenapa kalian nggak bisa bantu?”

noah kembali terkekeh, kali ini bersama dengan sang pegasus. sampai selama ini, hazel masih terbiasa menyebut nama negerinya dengan beu-beu dan ini terdengar lucu di telinganya.

“ini memang masih di dalam beurtreuse, tapi air adalah penahan kekuatan kami. kami tidak bisa keluar karena kami terjebak di sini, akhirnya kami bersama-sama membuat sebuah negeri kecil di sini, bersama beu, yang kamu temui tadi.”

“kami semua menunggu kehadiran kamu, hazel. untuk membawa kami kembali. kami memang tahu bahwa noah akan membawa kami keluar, tapi dia butuh bantuan dari kamu.”

noah hanya menatap hazel yang terlihat berpikir mendengar pernyataan dari sang pegasus. lelaki manis itu terlihat menggemaskan sekarang. “jadi aku bawa kalian keluar, gimana?” tanyanya lucu, yang buat noah tersenyum.

namun senyum itu menghilang ketika sang pegasus menatapnya. “dengan kejujuran.”

“huh?”

“sebagai tim, kalian perlu jujur dengan satu sama lain, benar?” hazel mengangguk, “kamu mungkin tidak menyembunyikan apapun dari noah, tapi bagaimana dengan noah? ada satu hal yang tidak dia katakan pada kamu selama ini.”

“ka noah?”

noah berpaling menatap hazel hanya untuk temukan mata lelaki manis itu memandang intens padanya. netra berbintang lelaki itu bisa noah tatap dengan jelas sekarang ini.

“ka noah sembunyiin apa dari aku? aku tahu kita kenal bahkan belum lama, tapi kalau ada sesuatu yang ka noah sembunyiin dari zee, kakak bisa jujur. zee nggak akan marah.”

noah hanya dapat menghela nafasnya. tatapan hazel yang tak lepas darinya itu membuat ia gugup.

“kak?”

i like you too, zee. since a long time ago.

“hah?”

warn! lowercase, broken english, grammar error, accident, mention of death

hari ini adalah harinya. dimana tim mereka akan pergi ke luar angkasa, mereka berharap supaya mereka dapat mengembalikan bintang-bintang yang diramalkan akan menghilang dalam beberapa tahun tersebut.

dengan sang raja, mereka bertujuh akhirnya masuk ke dalam kapal luar angkasa. mikhael yang memimpin meminta mereka semua duduk di kursi masing-masing dan mempersiapkan apa yang harus mereka lakukan.

ready?” tanya sang leader dengan senyum pada semua rekannya.

ready!”

jawaban itu diterima mikhael dengan senyuman sebelum akhirnya lelaki itu membalikkan tubuhnya dan menghidupkan mesin. tak sampai lima menit, kini kapal luar angkasa tersebut telah berada di luar angkasa.

kapsul-kapsul kecil setiap tim juga sudah muncul, yang mana artinya para tim harus masuk ke kapsul mereka dan menghancurkan penghalang jalan mereka menuju pusat galaksi agar dapat dilewati oleh kapal yang dikendalikan mikhael.

elijah memasuki kapsulnya terlebih dahulu diikuti oleh aresa. jujur saja, aresa terharu, walau mereka tengah 'bertengkar' seperti ini, elijah tetap membantunya naik. lelaki itu memberikan tangannya agar aresa dapat naik dengan mudah, seperti biasanya.

forget our problem today, let's save the stars first,” elijah berkata pada aresa yang sudah duduk di kursinya dengan senyum tipis.

aresa menahan nafasnya melihat itu, tetapi sedetik setelahnya ia tersenyum dan mengangguk. setidaknya elijah masih mau melakukan ini bersamanya, aresa bersyukur.

ready?

aresa mengangguk mantap mendengar pertanyaan elijah, “ready.” maka setelahnya elijah hidupkan mesin dari kapsul tersebut dan mereka keluar dari kapal terbang.

berbekal pengalaman mereka selama berlatih, aresa dan elijah serta rekan team mereka berhasil singkirkan halangan dengan mudah. hingga kini, mereka sampai di pusat galaksi, tempat dimana pergerakan bintang diatur, seperti yang dikatakan oleh sang raja disaat hari pertama.

“turun, you go first,” elijah berkata sembari membuka pintu kapsul untuk aresa. lelaki manis itu kemudian turun diikuti oleh elijah. mereka berdua berkumpul bersama rekan yang lain sebelum akhirnya masuk bersama ke dalam.

bentuknya seperti gua, begitu kesan pertama dari aresa. namun makin masuk ke dalam, mereka dapat lihat keindahannya. di dalam sana memang gelap, namun ada bintang-bintang yang menerangi tempat itu.

this is so-

“beautiful, right?” ucapan aresa terpotong oleh elijah yang berada di sebelahnya, yang juga tengah memandangi bintang-bintang di atas sana. aresa mengangguk mendengar itu, “iya, cantik.”

i hope i can be as pretty as the stars. so that you can call me beautiful like you called them.

you're more beautiful, ca.

“huh?” tak indahkan aresa yang melongo dengar itu, elijah kini berjalan menyusul halen yang berada di depannya. merangkul pundak temannya sebab ini adalah mimpi mereka sedari mereka masih remaja. mereka ingin turut berperan memperbaiki alam semesta.

he's looking at you,” kata halen berbisik pada elijah di sebelahnya. elijah hanya membalasnya dengan senyum.

dapat mereka lihat kini sang raja keluarkan alat yang dikatanya akan membuat bintang dapat bergerak teratur seperti dahulu kala, namun elijah mengernyit melihat alat tersebut.

pun ketika sang raja menjelaskan cara kerja alat tersebut, elijah menggeleng. “this is not gonna work,” gumamnya yang dapat didengar oleh halen.

lelaki yang menjadi teman elijah semenjak masa sma itu pun menoleh pada sang raja yang telah hidupkan alat tersebut. halen tahu bahwa elijah sangat pintar dalam hal seperti itu dan ia khawatir apabila apa yang dikatakan elijah benar adanya.

“aku ingin, anakku lah yang memegang alat ini, aku ingin namanya yang dikenal sebagai penyelamat galaksi, aresa.”

semuanya terperangah menatap aresa yang namanya dipanggil oleh raja. kecuali elijah tentunya, lelaki itu tak mengindahkan tatapan kaget halen di sgebelahnya.

“aresa kemarilah.”

yang namanya disebut melangkah ragu lewati teman temannya yang masih memasang paras terkejut. “ayah, i don't want this,” cicitnya disamping sang ayah.

why? kamu mau malu-maluin ayah ke teman-teman tim kamu? kamu ini pangeran dan kamu harus mendapat pengakuan yang lebih dari mereka,” sang raja berkata pelan, namun semua masih dapat mendengar itu.

“ayah.”

“cepat, aresa.”

elijah menghela nafasnya mendengar itu. entah mengapa perangai sang raja selalu buat dirinya kesal.

melihat aresa tak kunjunhg bergerak, sang raja akhirnya hidupkan alat yang sudah ditaruhnya di tangan aresa sedari tadi. dan saat alat tersebut menyala, bintang-bintang yang tadinya tersebar sekarang bersusun rapi berbentuk kubus.

“za, do you think it'll work?” halen berbisik pada elijah. namun lagi elijah menggeleng, “no. kita nggak bisa paksa semesta buat 'teratur'. kita harusnya buat mereka 'bersedia' untuk itu.”

dan tepat setelah itu, alat di tangan aresa terlempar ke belakang dan bintang-bintang tersebut kehilangan cahaya. mereka mulai berjatuhan ke bawah seperti batu.

sesuai dengan apa yang dikatakan elijah.

tangan aresa bergetar melihat itu, ia gagal. bintang-bintang yang menjadi tempatnya melepas rindu dengan sang bunda kini hilang karena dirinya. alat itu ada padanya, ia yang membuat mereka semua redup.

i've said it to you, yah! i don't want to do this!

hening, mereka semua tak dapat berkata apa-apa. semua waktu dan tenaga yang mereka gunakan untuk berlatih rasanya sia-sia saja.

tetapi ditengah keheningan itu, elijah mendengar sesuatu. maka ia perlahan mundur dari posisinya dan mencari asal suara tersebut. kemudian dibalik batu, dapat dilihatnya satu bintang masih bercahaya. bintang tersebut mengeluarkan sebuah musik.

maka diambilnya lah bintang tersebut dan ia memejamkan mata.

ingat apa yang dikatakan nathaniel saat itu? iya benar, elijah dapat mendengar suara hati seseorang dan juga aura suatu benda. telinganya adalah kelebihan yang selalu ia syukuri.

mereka yang ditakdirkan oleh bintang, biarlah bersatu.

entah darimana elijah mendapat kata-kata itu. namun, ia putuskan membawa bintang itu kepada teman-temannya. “e-eli?” aresa yang melihat elijah tersadar dengan apa yang dibawa lelaki itu.

“mereka yang ditakdirkan oleh bintang, biarlah bersatu,” elijah mengeluarkan suara. semua memandangnya bingung. hingga nathaniel mendekat padanya, “bawa lebih tinggi, eli.”

elijah pun mengangkat kedua tangannya yang memegang bintang tersebut, bawa bintang itu lebih tinggi. dan setelahnya bintang tersebut mengambang di udara, berjalan menuju aresa.

“coba bawa ke atas lagi, re.” dan bintang tersebut terbang kembali pada elijah.

melihat itu cleve yang sedari tadi terdiam tersenyum senang, “mereka yang ditakdirkan oleh bintang, biarlah bersatu!” serunya, “itu kak are sama kak eli. guys, the stars choose you!

keduanya mengerjap. hingga musik yang sama yang didengar oleh elijah tadi kini terdengar oleh mereka semua. bintang bintang yang tadi menghilang cahayanya kini menyala redup mengelilingi elijah dan aresa.

bintang-bintang itu seakan meminta elijah dan aresa untuk mendekat pada satu sama lain seiring dengan nyanyian mereka.

go,” dengan senyumnya yang penuh arti, nathaniel mendorong elijah pelan untuk menghampiri aresa. ketika keduanya sudah saling berhadapan, elijah mengulurkan tangannya.

“huh?”

let's dance with the stars, eca,” ucapnya. mata aresa berkaca-kaca dengar kembali panggilan itu. maka ia terima uluran tangan elijah dan menari bersama mengikuti nyanyian bintang.

mata keduanya tidak terlepas dari satu sama lain, senyum pun tidak pergi dari wajah keduanya. “jadi ini maksudnya 'biar takdir yang tentuin', hm?” aresa bertanya, kembali mengingat percakapannya dengan elijah beberapa saat lalu.

i guess the destiny is truly on our side, huh?

keduanya melempar senyum, dan perlahan bintang-bintang itu kembali bersinar terang, membawa elijah dan juga aresa terbang bersama mereka, masih dengan nyanyian merdu yang terdengar indah di telinga.

“kalah telak lo, len, beneran ini,” mikhael terkekeh, ia berkata pada halen.

“emang dari awal udah kalah, kak. orang aresanya aja cinta.”

mendengar jawaban halen, rekan se tim mereka tertawa bersama. mereka sadar bahwa mereka tidak akan pernah bisa gantungkan harap pada takdir. namun hari ini mereka lihat bagaimana indahnya takdir bekerja untuk elijah dan juga aresa.

warn! lowercase, broken english, grammar error

sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh sang leader, mikhael. ketujuh anggota tim yang dibuat untuk memperbaiki keadaan para bintang itu keluar dari kamar mereka pada pukul setengah tujuh.

mereka tidak akrab sama sekali tentu saja. ini pertemuan pertama mereka, kecuali untuk elijah dan halen. tetapi mereka tetap lemparkan senyum pada satu sama lain, menyatukan tangan mereka, berdoa bersama untuk berharap supaya segala kegiatan mereka hari ini dapat berjalan dengan lancar.

as you guys know, walaupun baru tadi pagi, gue mikha. gue nggak tahu kenapa mereka bisa pilih gue jadi leader, mungkin karena gue paling tua atau gimana, gue gak tahu. but i promise, i'll do my best,” sosok lelaki bernama mikhael itu berikan senyumnya yang dibalas oleh yang lain.

let's do our best, kak!”

mereka bersama menyahut dan setelahnya berjalan bersama menuju aula yang telah disediakan oleh sang raja sebagai tempat mereka berlatih.

elijah tahu bahwa istana memang memiliki banyak inovasi yang keren, yang mempermudah manusia dalam pekerjaannya sehari-hari. namun, lelaki itu tidak tahu bahwa inovasi yang ada di istana akan sebanyak ini.

bayangkan saja, disepanjang perjalanan mereka, ada robot-robot setinggi bahu elijah yang berlalu lalang menjaga sekitar istana. ada juga yang membawa sebuah wadah kecil yang berbentuk sebagai pasta gigi, yang elijah tidak tahu apa itu.

“hei,” sibuk mengagumi istana, elijah terkejut kala ada yang menyenggol lengannya. lelaki itu berjengit sebelum akhirnya bernafas lega saat lihat siapa yang memanggilnya. Aresa, si lelaki manis yang memberinya kesan pertama cukup... unik?

“are?”

yang disebut namanya mengangguk dan tersenyum. karena jalan menuju aula tempat mereka berlatih masih panjang, maka aresa berjalan di samping elijah. “mhmm, betul. aku are. kamu kenapa kok kelihatan bingung gitu?”

“gu-aku..”

“pake lo-gue aja nggak papa kalau nggak nyaman,” aresa menutup mulutnya, terkikik geli mendengar keraguan lawan bicaranya. “lagian aku memang kebiasa gini dari kecil.”

“tapi rasanya kasar banget kalau ngomong langsung.”

it's up to you,” aresa berkata sembari mengedikkan bahu, pertanda bahwa ia memang sudah memberikan ijin pada elijah, jadi elijah bebas memilih mau bagaimana.

“aku bingung aja.”

“hm?”

“ya bingung. disini banyak banget barang-barang yang nggak aku tahu. di daerahku nggak ada yang kaya gitu. salah satunya yang kaya pasta gigi yang dibawa sama robot itu,” katanya menunjuk salah satu robor yang membawa nampan berisi barang yang dimaksudnya.

aresa yang terkejut ditodong oleh kata-kata yang banyak dari orang yang dianggapnya paling cuek itu terperangah. hey, ia terkejut rekan se timnya ini bisa berbicara banyak.

“are?”

“e-eh iya maaf. aku hilang fokus.”

it's okay.”

netra lelaki manis itu kemudian menoleh pada barang yang dimaksud oleh elijah, “oh itu.. itu makan siang kita hari ini, kayanya. sekarang banyak kok di daerah-daerah kerajaan sini yang makai itu. kamu nggak pernah?”

“aah..” elijah mengangguk paham, tapi setelahnya ia tersenyum dan menggeleng, “papaku selalu masak di rumah. aku selalu makan di rumah walaupun memang udah kerja.”

wow, you're a good son. yeah?

elijah tertawa, “i'm still trying to. but thank you, eca.”

“huh?” aresa kembali dibuat melongo kala mendengar nama yang asing ditelinganya. elijah yang melihat itu hanya terkekeh dan mempercepat langkahnya, menyamai halen yang sudah berjalan di depan.

“e-eeeeh! akunya jangan ditinggal, eli!”

ya memang mau bagaimana lagi, aresa tak diberi waktu untuk melongo sebab waktu terus mengejar.


“baiklah, setelah menerima beberapa perkenalan ini. kami akan membagi kalian menjadi kelompok. kalian dapat mengambil nomor masing masing satu dan duduk di satu kapsul yang sama. di luar angkasa nanti, kalian akan bekerja bersama-sama, jadi latih karakter itu di tempat ini. bekerja samalah.”

selepas mendapat beberapa pengenalan dasar dan apa yang akan mereka lakukan nantinya, mereka dibagi menjadi beberapa kelompok. pengambilan nomor dimulai dari cleve, berlanjut ke elijah, jevera, halen, nathaniel, dan yang terakhir aresa.

sedangkan mikhael, sang leader, diminta untuk berlatih di kapal luar angkasa besar yang akan membawa mereka ke luar angkasa nanti sebelum dibagi lagi menjadi beberapa tim.

aresa yang mendapat giliran terakhir itu berjalan menuju tempat dimana kapsul-kapsul mini -yang digunakan untuk mereka berlatih supaya terbiasa dengan tidak adanya gravitasi di luar angkasa- itu diparkirkan sambil menatap nomornya. begitu ia berada di depan kursi itu, ia tersenyum. orang yang menjadi rekan kelompoknya adalah elijah.

nice to see you again, are.

aresa tersenyum dan duduk di samping elijah. he's not calling me eca again, maybe it's my ear that has a problem, pikirnya.

dapat aresa dengar elijah terkekeh sebentar sebelum akhirnya memegang tombol kendalinya. kereta tim mereka yang berjumlah tiga itu tertutup bersamaan. “are you ready?” elijah bertanya pada aresa.

si lelaki manis tentu mengangguk, tangannya pun sudah rapi berada di atas beberapa tombol di kapsul tersebut. “always.

“GO!” teriakan dari para pelatih terdengar. elijah yang memang pemegang kendali langsung menghidupkan kapsul tersebut dan menjalankannya naik. gravitasi di ruangan itu entah menghilang kemana sebab kini mereka tak merasakan apapun menarik mereka ke bawah.

berbagai rintangan aresa dan elijah lewati bersama. entah beberapa asteroids ataupun jalan yang berkelok. “eca look out!” entah berapa lama aresa melamun, tiba tiba kini tangan elijah melindungi kepalanya. sebuah asteroid yang harusnya aresa pecahkan dari tempatnya menabrak kapsul mereka sebab aresa tak menyadarinya.

bugh!

suara benturan antara tangan elijah dengan dinding kapsul terdengar jelas oleh aresa. “eli! kamu nggak papa?! astaga maafin aku, aku nggak sengaja ngelamun.”

selepas lindungan elijah pada pelipisnya terlepas, aresa segera menoleh pada elijah. ia menatap bagian tangan elijah yang memar berwarna merah dengan tatapan bersalah.

“nggak papa, are.”

“maaf, sakit banget pasti..” aresa menatap bersalah pada tangan elijah. “nggak papa. daripada kepala kamu yang kebentur.”

“eli..”

“hey, nggak papa. ayo jalanin lagi keretanya? masih satu tantangan lagi di depan,” netra aresa mengikuti telunjuk elijah yang menunjuk ke depan mereka. masih ada kumpulan meteoroid yang menanti mereka sebagai rintangan terakhir.

ready?

menggigit bibirnya, aresa mengangguk, “go,” ucapnya meminta elijah kembali menjalankan kapsul mereka.

keduanya selesai paling terakhir, tapi tidak papa sebab mereka tidak bertanding di sini. namun, aresa masih tetap merasa bersalah dengan lengan elijah. lagian apa yang membuatnya melamun di tengah-tengah asteriods itu sih?

“hei, kenapa kereta kalian berhenti di tengah tadi?” nathaniel bertanya saat aresa dan elijah sudah keluar dari kapsul mereka.

“nggak sengaja kebentur asteroid, terus berhenti sebentar soalnya aresa kaget,” elijah menjawab dengan senyum.

doing a boyfriend duty already, eh?” cleve yang baru datang menyenggol lengan aresa, menggoda mereka berdua.

we're not—

“cukup latihan hari ini, kalian bisa kembali ke kamar dan beristirahat. sesudah makan malam nanti, kalian dapat kembali ke aula berlatih.” ucapan aresa terpotong oleh ucapan pelatih mereka. tak mau berlama-lama juga, mereka akhirnya menunduk untuk berucap terima kasih dan segera meninggalkan ruangan.

“eli.”

“hm?” elijah menoleh pada aresa yang memanggilnya. “kita nggak diijinin ke kamar rekan tim, jadi nanti aku kirimin obatnya ke kamu ya? buat tangan kamu.”

“nggak perlu, are. pasti sebentar lagi udah hilang memarnya.”

“terima aja yaa? aku khawatir sama tangan kamu. merah banget.”

elijah terkekeh, “kalau itu buat khawatirmu hilang, silahkan aja asal nggak merepotkan.”

“hehehe nggak kok! nanti aku kabarin ya!”

warn! harshwords, family issue, mention of death, broken english, grammar error

selepas mengatasi detak jantung tak normal tadi, keduanya memutuskan untuk berjalan masuk ke dalam istana. bersama riley kecil tentunya.

this is weird,” riley menggumam saat menatap sekitar lorong istana yang terlihat sepi. dongeng yang dibacakan oleh kak iel dulu sepertinya tidak begini. istana selalu ketat oleh penjagaan.

tapi kenapa kali ini sepi sekali?

“iya aneh, kak rai. sebelumnya nggak gini,” riley kecil di gendongan jazel juga turut menjawab. lelaki kecil itu akhirnya digendong oleh jazel sebab kaki kecilnya tak sanggup samakan langkah dengan jazel serta riley, sebab itu ia meminta digendong oleh jazel.

“berhenti ditempat!”

tubuh jazel serta riley menegang mendengar suara pedang diarahkan kepada mereka. dikala keduanya membuka mata, mereka sudah dihadang oleh beberapa pengawal yang lengkap dengan pedang di masing-masing tangan kanan mereka.

riley kecil langsung memeluk leher jazel dengan erat. ia pejamkan mata dan tenggelamkan wajahnya di ceruk leher jazel.

“bawa mereka kemari,” suara dari balik pintu terdengar, setelahnya jazel serta riley digiring masuk ke dalam ruangan tersebut. yang mana adalah singgasana sang raja.

di hadapan raja, jazel juga riley saling melirik. mereka tak tahu harus melakukan apa sebab mereka pun tidak berasal dari sini. dengan kata lain, mereka tersesat.

“beraninya kalian masuk ke dalam istana tanpa ijin dariku. siapa kalian?”

“tidak ada penjaga yang menjaga di luar. kami memang ada keperluan di sini, karena itu kami masuk ke dalam dan mencari anda.” little lie won't hurt, right? jazel meringis di dalam hatinya sembari menjawab.

“ada keperluan apa?”

jazel bodoh! riley mengumpat dalam hati. sedari dulu temannya ini memang tak pintar mencari alasan, lantas mengapa ia berani menjawab sang raja? apalagi keduanya bukan berasal dari sini. matilah mereka jika salah menjawab.

“kami berasal dari negeri yang jauh, yang mulia,” riley menjawab. kemudian tanpa sengaja netranya tangkap riley yang masih bersembunyi di ceruk leher jazel. “kami ingin membantu riley, adik kami.”

jazel menoleh pada riley terkejut, namun temannya itu hanya mengangguk. berikan isyarat pada jazel untuk membawa riley menghadap raja. lelaki itu kemudian berbisik pada riley kecil, “sayang, kamu mau ketemu sama mama papa kan? bilang sama raja ya? biar mereka bantu carikan mama papamu.”

perlahan, riley kecil lepaskan pelukan eratnya dan diturunkan oleh jazel. ia menghadap raja. namun betapa terkejutnya raja ketika tatap wajah dari riley. dalam hitungan detik tangannya bergerak dan para pengawal kembali mengepung jazel serta riley.

“jauhkan anak itu dari hadapanku!”

salah satu pengawal hampir menarik tangan riley kecil, namun riley mencegahnya. ia bawa lelaki kecil itu ke dalam pelukan. menjaganya dari para pengawal juga raja.

you can't do this to a little child, your highness!” riley berkata.

“aku tidak mau ada kesialan lagi di istana ini, jadi jauhkan dia dari sini!”

what's wrong with you?!” riley hampir melangkahkan kaki mendekat pada sang raja, namun lengannya ditahan oleh para pengawal. saat jazel mau menolong, lengannya juga turut dipegangi. namun genggaman tangannya juga riley masih dengan erat memegang tangan riley kecil.

is that how you talk to your king?!

you have no right to do this.

sang raja berdiri dari singgasananya, ia turun perlahan dari tangga-tangga kecil di sana. “kalian ada di wilayahku. tempat aku memimpin. aku punya hak untuk memerintah kalian dan melakukan apapun pada mereka yang tidak menaati aturan di sini.”

“rai!” dari kejauhan, tiba-tiba terdengar suara. semua yang ada di ruangan itu menoleh dan temukan seorang anak laki-laki lengkap dengan mahkotanya berlari pada riley yang berada di antara jazel serta riley.

“azel!”

mata jazel serta riley membelalak ketika temukan lagi nama yang tidak asing. mereka lantas menatap wajah anak lelaki yang kini memeluk riley.

jazel kecil. keduanya ingat dengan baik wajah itu.

you can't hurt my rai!” jazel kecil memeluk erat tubuh rai dan menatap sengit ke arah raja.

“pangeran jazel, bagaimana bisa di sini?” dapat jazel serta riley dengar suara sang raja berubah menjadi lembut, membuat mereka berdua kembali saling melirik, melemparkan tatapan bingung.

i always come here to wait for my rai. you can't hurt him anymore!”

“azel, you're a prince?” jazel kecil menatap riley di pelukannya, namun ia tak mengindahkan itu. ia tetap menatap sengit sang raja.

“mama bilang, nama pangeran aku itu riley, rai! sekarang rai di sini, paman nggak bisa jauhin rai dari aku lagi.”

“pangeran, riley dulu buat mamanya, ratu, meninggal setelah gendong dia. please, don't touch him. i don't want you to get hurt. dia pembawa sial.”

demi tuhan, riley dan jazel tak dapat menahannya lagi. persetan dengan para pengawal yang bisa buat mereka terluka kapan saja. mereka maju ke depan dan bawa jazel serta riley kecil ke dekat mereka. “atas dasar apa? atas dasar apa anda bisa berkata jika riley adalah pembawa sial. for fucking sake, he's just a five years old kid. anda tidak bisa seperti itu!”

“kamu tahu apa?” sang raja membalas ucapan riley.

we might not know everything. tapi kita tahu gimana cara menghargai ciptaan tuhan, yang mulia,” jazel berkata, tak pedulikan lagi wajah sang raja yang mengeras menahan emosi, “riley, jazel, anda, saya, semua diciptakan oleh tuhan. semuanya mulia di matanya dan anda tidak berhak berkata bahwa seseorang adalah pembawa sial. karena segala-galanya yang terjadi, sudah digariskan oleh takdir.”

“papa, kamu papanya aku, kan?” riley kecil mengeluarkan suara di pelukan jazel.

“papa, ibu-ibu peri selalu bilang sama aku. hidup itu kaya balon. harus selalu diisi sama yang baik biar bisa naik ke atas. waktu balonnya udah bisa naik, zie bilang jangan lihat kebawah. harus selalu lihat ke atas biar balonnya bisa naik terus.”

“papa, maaf karena rai. papa nggak bisa ketemu mama. rai nggak pernah lihat mama, rai juga kangen. hiks!” tubuh kecil itu menangis di pelukan temannya.

hening sejenak, hanya tangisan riley kecil dan suara jazel yang menenangkannya yang terdengar di sana. hingga akhirnya sang raja membuka suara.

“riley.. maafin papa.” sang raja mendekat pada putranya yang masih berada di pelukan jazel kecil, memberikan putranya sebuah pelukan yang memang pantas didapatkan oleh anak kecil itu.

lelaki tampan delapan belas tahun itu kemudian menggandeng tangan temannya yang sedari tadi terdiam menatap riley kecil. si lelaki manis refleks mendongak dan temukan jazel tengah tersenyum. lelaki taurus itu hapus air mata riley yang secara tak sadar turun. “i think, this not for us to see? let's go home, will you?

riley menunduk kemudian mengangguk cepat, “yeah, we have to go.

dengan tangan yang digenggam oleh jazel, riley berjalan beriringan bersama sahabatnya itu. keduanya berjalan keluar dari istana dengan jemari jazel mengelus punggung tangan riley. “you okay?” pertanyaan itu keluar dari mulut jazel.

yeah.” namun jazel tahu, bukan jawaban itu yang berasal dari hati riley. jazel tak mengatakan apa-apa lagi, ia biarkan riley menyegarkan pikirannya dulu. namun sesuatu membuat langkahnya terhenti dan riley menatapnya bingung.

“kenapa?” tanya riley.

“kita.. baliknya ke dunia kita gimana, rai?”

benar juga.

warn! lowercase, grammar error, broken english, family issue

si pemilik kaki-kaki kecil itu berlari diikuti dengan tawa riang yang mengiringi setiap langkah mereka. “yang sampai lebih dulu menang!” satu dari kedua anak laki-laki yang tengah berlari itu berteriak.

“rai! rai curang!”

anak lelaki yang dipanggil rai itu menatap kebelakang, ke arah temannya yang tengah mengejarnya. setelahnya ia tertawa dan menjulurkan lidahnya, “salah sendiri tali sepatunya lepas!”

“kamu yang—”

bug!

si anak lelaki yang sedari tadi mengejar temannya yang dipanggil rai seketika bungkam saat temannya menabrak tubuh yang jauh lebih tinggi dari mereka.

“kak iel,” lirih keduanya. mereka menunduk ketika mengetahui siapa yang ditabrak oleh rai tadi.

“jazel, riley, sudah berapa kali kakak bilang ke kalian berdua? jangan lari-lari di koridor, sayang. kasian teman-teman yang lain kegiatannya terganggu dengar langkah kaki kalian berdua.”

“maaf.”

lelaki yang lebih tua itu tersenyum ketika dengar jawaban kompak dua anak asuhnya itu. tak tega melihat jazel dan riley menunduk sedih, ia putuskan untuk duduk di pinggir koridor sembari bawa kedua anak kecil itu ke pangkuan. “apa lagi kali ini, huh? mau kemana?”

“azel tadi lagi berdiri di sana buat ambil permen, terus tiba-tiba rai datang.”

“lalu?”

mata jazel menatap pada rai yang menatap dirinya memohon. apabila kak iel tahu kenakalan rai hari ini, bisa habis rai dihukum berdiri di pojok kamar. rai tidak mau, kakinya pegal.

“rai lepas tali sepatu azel terus lari, jadilah kita kejar-kejaran.”

kak iel, atau yang dikenal dengan nama dariel itu mengangguk-angguk, “hmm.. tapi kalau gitu kenapa tadi kak iel dapat aduan dari teman-teman kalian kalau lampu kamar mereka mati, ya?”

dariel menatap riley yang menggigit bibirnya dan terkekeh, “rai mau cerita nggak? kalau rai jujur, kakak nggak akan hukum.”

si lelaki kecil itu mengangguk setelahnya, sambil menunduk tentunya. ia takut menatap dariel, yang walau sudah tersenyum tetap terlihat seram dimata rai kalau rai sudah nakal.

“kemarin mereka ambil bunga yang mau azel kasih ke rai, makanya rai marah. rai mau matiin lampunya biar mereka takut.”

“siapa?”

“hng?” netra polos penuh bintang itu menatap pada dariel, buat dariel gemas sendiri melihatnya, “siapa yang ambil bunganya azel buat rai?”

“banyak, azel kasih lima,” jemari kecil riley menunjukkan angka lima dan setelahnya ditutup perlahan, “tapi rai dapatnya kosong,” adunya sembari mengerucutkan bibir.

“azel udah bilang kalau itu buat rai?” dariel menatap jazel yang bengong sedari tadi mendengarkan cerita riley. dan jawaban yang didapat dariel justru membuatnya tertawa.

“memang bukan buat rai.. tapi rai kiranya buat rai.”

“azel ih! masa bukan buat rai!? itu kan warnanya kuning! kesukaan rai!” teriakan dari riley itu hanya dibalas gelengan pelan dari jazel, buat yang paling tua disana tertawa melihat kelucuan anak-anak lelaki tersebut.

“nah, jadinya yang nakal siapa kalau gitu?”

“rai.”

“azel!” keduanya kembali menjawab bersamaan.

mendengar jawaban dari jazel tentu riley menatap sinis lelaki temannya itu, “azel jahat! rai nggak mau temenan sama azel!”

“eits, mana boleh begitu, rai? kan semua yang ada di sini itu teman, keluarga malah.”

riley menggeleng dengar ucapan dariel, ia justru memutar tubuhnya dan peluk tubuh jangkung dariel, “rai nggak punya keluarga, rai sendirian.”

“rai kan punya jazel, kak dariel, dan teman-teman yang lain. itu kan keluarga, sayang.”

“tapi nggak ada mama sama papa. azel punya zee, kak iel punya bibi sama paman, terus rai punya siapa?” riley berkata, ia mengusakkan wajahnya di pakaian yang dikenakan dariel.

jazel yang melihat temannya seperti itu juga turut mengerucutkan bibirnya sedih. dariel pun juga tak dapat melakukan apa-apa apabila anak asuhnya ini sudah seperti ini.

sebagai pengurus panti asuhan, dariel selalu dihadapkan dengan berbagai macam pertanyaan polos dari anak-anak di sana. dari yang buat dirinya tertawa pun yang buat dirinya bersedih.

dan pertanyaan dari riley, tak pernah gagal buat dariel bersedih. anak lelaki itu sudah ada di panti asuhan miliknya sedari kecil, bahkan saat umurnya belum menginjak tiga tahun.

dariel lah yang sedari kecil mengajari dan merawatnya.

“zee juga saudaranya rai, kok.. bukan cuma saudara azel,” si anak lelaki yang sedari tadi diam membuka suaranya. sedih melihat teman kesayangannya ini bersedih.

dan berhasil, dapat dilihatnya riley menoleh kearahnya.

“rai boleh peluk zee juga kaya azel?” jazel mengangguk. zee atau hazel adalah adiknya dan jazel tak keberatan apabila riley bermain dengan hazel, asalkan riley tak bersedih lagi.

“azel juga nggak punya papa mama, rai. kita semua nggak punya.”

“azel masih ingat wajah papa mama azel?” mendengar itu dengan ragu jazel mengangguk. buat riley kembali menunduk sedih, “rai nggak pernah liat wajah papa mama. rai mau juga bilang kangen sama papa mama, tapi rai bingung, rai kangennya sama siapa?”

dariel yang tak betah dengan itu kemudian berceletuk, “hei, azel sama rai mau tau nggak?” karena demi tuhan, air matanya hampir menetes dengar keluhan polos dari riley.

“tau apa kak iel?” keduanya membalas kompak.

“kakak pernah juga ketemu sama seseorang.”

“oh! apa hari ini kak iel mau ceritain soal magic yang kakak pernah ketemu juga?!” mood riley berangsur angsur naik, matanya kembali berbinar. begitu juga dengan jazel yang menatapnya penuh penasaran.

cerita kak iel selalu buat keduanya senang. walau teman-teman mereka selalu mengejek, berkata bahwa itu semua tidak masuk akal, tapi bagi jazel dan riley itu semua ada dan nyata. mereka selalu bermimpi, mereka berada di tempat yang diceritakan oleh kak iel.

tapi sayang dariel tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya tersenyum, “namanya riley.”

“rai?” jazel berceletuk mendengar nama yang tidak asing. namun dariel membalasnya dengan gelengan.

“bukan, azel. tapi namanya mirip ya sama rai?” kedua anak kecil itu mengangguk, “jadi kak riley itu kenapa kak iel?” rai bertanya.

“riley itu, dari kecil dia hidup sama peri-peri kecil. riley juga sama kaya azel sama rai, riley nggak punya papa sama mama. tapi riley punya keluarga, peri-peri kecilnya itu yang dia anggap sebagai keluarga.”

“terus-terus kak?!”

“udah, kalian bakal tahu jawabannya kalau kalian besar nanti,” ucapnya sambil tersenyum yang buat riley dan hazel menatapnya tidak percaya.

“kak iel ihh! mana bisa gitu?! kan kakak lagi cerita!”

“kan kakak nggak bilang kakak lagi cerita?”

”tapi masa selesai gitu?” jazel bertanya juga, dibalas anggukan oleh riley. namun dariel hanya tersenyum, ia mengusak kepala kedua anak asuhnya dengan sayang.

“kakak janji, suatu saat nanti waktu azel sama rai sudah dewasa. kalian akan tahu kelanjutannya,” katanya.

“kenapa nggak sekarang, kak iel?”

hari itu dariel tidak menyelesaikan ceritanya seperti biasa. jazel dan riley tidak paham dengan ucapan terakhir dariel, namun ketika ditanya dariel pun hanya tersenyum dan menggeleng. sebanyak apapun mereka bertanya, jawaban dariel pun tetap sama.

“karena takdir yang akan kasih tau kalian ke akhir ceritanya nanti.”

#

warn! lowercase

si pemilik kaki-kaki kecil berlari diikuti dengan tawa riang yang mengiringi setiap langkah mereka. “yang sampai lebih dulu menang!” satu dari kedua anak laki-laki yang tengah berlari itu berteriak.

“rai! rai curang!”

anak lelaki yang dipanggil rai itu menatap kebelakang, ke arah temannya yang tengah mengejarnya. setelahnya ia tertawa dan menjulurkan lidahnya, “salah sendiri tali sepatunya lepas!”

“kamu yang—”

bug!

si anak lelaki yang sedari tadi mengejar rai seketika bungkam saat temannya menabrak tubuh yang jauh lebih tinggi dari mereka.

“kak iel,” lirih keduanya. mereka menunduk ketika mengetahui siapa yang ditabrak oleh rai tadi.

“jazel, riley, sudah berapa kali kakak bilang ke kalian berdua? jangan lari-lari di koridor, sayang. kasian teman-teman yang lain kegiatannya terganggu dengar langkah kaki kalian berdua.”

“maaf.”

lelaki yang lebih tua itu tersenyum ketika dengar jawaban kompak dua anak asuhnya itu. tak tega melihat jazel dan riley menunduk sedih, ia putuskan untuk duduk di pinggir koridor sembari bawa kedua anak kecil itu ke pangkuan. “apa lagi kali ini, huh? mau kemana?”

“azel tadi lagi berdiri di sana buat ambil permen, terus tiba-tiba rai datang.”

“lalu?”

mata jazel menatap pada rai yang menatap dirinya memohon. apabila kak iel tahu kenakalan rai hari ini, bisa habis rai dihukum berdiri di pojok kamar. rai tidak mau, kakinya pegal.

“rai lepas tali sepatu azel terus lari, jadilah kita kejar-kejaran.”

kak iel, atau yang dikenal dengan nama dariel itu mengangguk-angguk, “hmm.. tapi kalau gitu kenapa tadi kak iel dapat aduan dari teman-teman kalian kalau lampu kamar mereka mati, ya?”

dariel menatap riley yang menggigit bibirnya dan terkekeh, “rai mau cerita nggak? kalau rai jujur, kakak nggak akan hukum.”

si lelaki kecil itu mengangguk setelahnya, sambil menunduk tentunya. ia takut menatap dariel, yang walau sudah tersenyum tetap terlihat seram dimata rai kalau rai sudah nakal.

“kemarin mereka ambil bunga yang mau azel kasih ke rai, makanya rai marah. rai mau matiin lampunya biar mereka takut.”

“siapa?”

“hng?” netra polos penuh bintang itu menatap pada dariel, buat dariel gemas sendiri melihatnya, “siapa yang ambil bunganya azel buat rai?”

“banyak, azel kasih lima,” jemari kecil riley menunjukkan angka lima dan setelahnya ditutup perlahan, “tapi rai dapatnya kosong,” adunya sembari mengerucutkan bibir.

“azel udah bilang kalau itu buat rai?” dariel menatap jazel yang bengong sedari tadi mendengarkan cerita riley. dan jawaban yang didapat dariel justru membuatnya tertawa.

“memang bukan buat rai.. tapi rai kiranya buat rai.”

“azel ih! masa bukan buat rai!? itu kan warnanya kuning! kesukaan rai!” teriakan dari riley itu hanya dibalas gelengan pelan dari jazel, buat yang paling tua disana tertawa melihat kelucuan anak-anak lelaki tersebut.

“nah, jadinya yang nakal siapa kalau gitu?”

“rai.”

“azel!” keduanya kembali menjawab bersamaan.

mendengar jawaban dari jazel tentu riley menatap sinis lelaki temannya itu, “azel jahat! rai nggak mau temenan sama azel!”

“eits, mana boleh begitu, rai? kan semua yang ada di sini itu teman, keluarga malah.”

riley menggeleng dengar ucapan dariel, ia justru memutar tubuhnya dan peluk tubuh jangkung dariel, “rai nggak punya keluarga, rai sendirian.”

“rai kan punya jazel, kak dariel, dan teman-teman yang lain. itu kan keluarga, sayang.”

“tapi nggak ada mama sama papa. azel punya zee, kak iel punya bibi sama paman, terus rai punya siapa?”

jazel yang melihat temannya seperti itu juga turut mengerucutkan bibirnya sedih. dariel pun juga tak dapat melakukan apa-apa apabila anak asuhnya ini sudah seperti ini.

sebagai pengurus panti asuhan, dariel selalu dihadapkan dengan berbagai macam pertanyaan polos dari anak-anak di sana. dari yang buat dirinya tertawa pun yang buat dirinya bersedih.

dan pertanyaan dari riley, tak pernah gagal buat dariel bersedih. anak lelaki itu sudah ada di panti asuhan miliknya sedari kecil, bahkan sebelum umurnya menginjak satu tahun.

dariel lah yang sedari kecil mengajari dan merawatnya.

“zee juga saudaranya rai, kok.. bukan cuma saudara azel,” si anak lelaki yang sedari tadi diam membuka suaranya. sedih melihat teman kesayangannya ini bersedih.

“rai boleh peluk zee juga kaya azel?” jazel mengangguk. zee atau hazel adalah adiknya dan jazel tak keberatan apabila riley bermain dengan hazel, asalkan riley tak bersedih lagi.

“azel juga nggak punya papa mama, rai. kita semua nggak punya.”

“azel masih ingat wajah papa mama azel?” mendengar itu dengan ragu jazel mengangguk. buat riley kembali menunduk sedih, “rai nggak pernah liat wajah papa mama. rai mau juga bilang kangen sama papa mama, tapi rai bingung, rai kangennya sama siapa?”

dariel yang tak betah dengan itu kemudian berceletuk, “hei, azel sama rai mau tau nggak?” karena demi tuhan, air matanya hampir menetes dengar keluhan polos dari riley.

“tau apa kak iel?” keduanya membalas kompak.

“kakak pernah juga ketemu sama seseorang.”

“oh! apa hari ini kak iel mau ceritain soal magic yang kakak pernah ketemu juga?!” mood riley berangsur angsur naik, matanya kembali berbinar. begitu juga dengan jazel yang menatapnya penuh penasaran.

cerita kak iel selalu buat keduanya senang. walau teman-teman mereka selalu mengejek, berkata bahwa itu semua tidak masuk akal, tapi bagi jazel dan riley itu semua ada dan nyata. mereka selalu bermimpi, mereka berada di tempat yang diceritakan oleh kak iel.

tapi sayang dariel tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya tersenyum, “namanya riley.”

“rai?” jazel berceletuk mendengar nama yang tidak asing. namun dariel membalasnya dengan gelengan.

“bukan, azel. tapi namanya mirip ya sama rai?” kedua anak kecil itu mengangguk, “jadi kak riley itu kenapa kak iel?” rai bertanya.

“riley itu, dari kecil dia hidup sama peri-peri kecil. riley juga sama kaya azel sama rai, riley nggak punya papa sama mama. tapi riley punya keluarga, peri-peri kecilnya itu yang dia anggap sebagai keluarga.”

“terus-terus kak?!”

“udah, kalian bakal tahu jawabannya kalau kalian besar nanti,” ucapnya sambil tersenyum yang buat riley dan hazel menatapnya tidak percaya.

“kak iel ihh! mana bisa gitu?! kan kakak lagi cerita!”

“kan kakak nggak bilang kakak lagi cerita?”

”tapi masa selesai gitu?” jazel bertanya juga, dibalas anggukan oleh riley. namun dariel hanya tersenyum, ia mengusak kepala kedua anak asuhnya dengan sayang.

“kakak janji, suatu saat nanti waktu azel sama rai sudah dewasa. kalian akan tahu kelanjutannya,” katanya.

“kenapa nggak sekarang, kak iel?”

hari itu dariel tidak menyelesaikan ceritanya seperti biasa. jazel dan riley tidak paham dengan ucapan terakhir dariel, namun ketika ditanya dariel pun hanya tersenyum dan menggeleng. sebanyak apapun mereka bertanya, jawaban dariel pun tetap sama.

“karena takdir yang akan kasih tau kalian ke akhir ceritanya nanti.”

written in lowercase warn! death, mention of cheating

sesampainya arcelio pada rumah duka bersamaan dengan arlo dan juga jevera —yang merupakan sepupu dari naiser, ketiganya segera mengucap salam dan masuk ke dalam.

“kak,” jevera membuka suaranya terlebih dahulu, memanggil naiser yang masih memeluk gaviota sedari tadi.

maka sosok yang sudah seperti ‘ibu’ dari para member ecstasy itu berdiri dan menyambut jevera serta arlo, keduanya memang sempat bertemu sekali.

hingga netra naiser tak sengaja bertemu dengan sosok dengan mata sembab. arcelio. telah lama ia ingin bertemu lagi dengan sosok yang diceritakan odizea padanya sebagai ‘masa depan’ dan kini ia melihatnya kembali setelah fansign. namun kenapa harus disaat seperti ini?

“arcelio, cilo?” yang dipanggil menoleh dan bertatapan dengan naiser yang tersenyum tipis. naiser pun tak jauh berbeda, pria itu terlihat sembab akibat menangis bersama kedua membernya. lantas lelaki manis itu kembali terisak. jika naiser saja sampai seperti ini bagaimana odizea?

“astaga, hati kamu lembut banget ternyata ya, cilo..” naiser berkata, setelahnya ia maju untuk peluk lelaki manis itu. naiser tahu bagaimana arcelio dari cerita-cerita odizea. maka ia tanpa ragu peluk pria manis itu.

“jangan nangis, nanti yang mau kuatin odi siapa kalau bukan kamu?” mendengar nama sang idola, arcelio teringat sesuatu. ia hapus air matanya dan menatap kesekitar, mencari sosok yang dicintainya tersebut.

“odi nggak ada di sini sejak kapan. kamu tahu dia pasti dimana, kan?”

naiser memberikan senyum dikala arcelio menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca. namun naiser tak menjelaskan lebih lanjut, ia justru melanjutkan perkataannya, “dia mau ketemu asha dan kamu. pohon..”

“pohon.. pohon..” arcelio menggumam tak jelas dan setelahnya keluar dari ruangan dimana ibu dari odizea dan gaviota berada. arlo sempat ingin mengejarnya, namun naiser mencegah.

“biarin aja, arlo. cuma kakak kamu yang bisa tenangin odizea. yuk, masuk dulu.”

arlo setelahnya berjalan maju dan berdoa bersama dengan jevera. setelahnya ia tentu turut mengucapkan kalimat dukanya pada gaviota setelah jevera mengenalkannya.


arlo berlari tak tentu arah, tungkainya terus ia bawa untuk mencari tempat dimana pohon-pohon besar itu berada. pohon yang mungkin menjadi jalan masuk ke masa depan.

ketika netranya tak sengaja tangkap cahaya di balik semak, ia berjalan pelan. dan benar saja, cahaya yang familiar berada di sana. cahaya yang saat itu tidak sengaja membawanya ke masa depan.

memejamkan matanya serta mengambil nafas sejenak, arlo akhirnya membuka pintu yang ada pada pohon di belakang semak dan masuk ke dalam sana.

sedetik kemudian semua berubah, ia tak lagi berada di belakang rumah duka, namun di sebuah rumah yang asing baginya.

“oje?” tak mau memusingkan bagaimana bentuk dan tampilan latarnya saat ini, arcelio mencoba memanggil nama kasihnya. ia sempat menoleh dan temukan angka 2027 di kalender, yang mana artinya ia berhasil. ia berhasil masuk ke masa depan.

“oje?”

“kamu udah pulang?” sosok itu menyambut dengan seorang batita di gendongan. arcelio tatap wajah itu lekat-lekat. ketika ia temukan merah di matanya, arcelio lantas mendekat dan berikan peluk kepada odizea dan juga putri kecil mereka di gendongan ‘ayah’nya.

hiks!” arcelio menangis di sana, buat odizea pasang wajah paniknya. ia lantas bawa asha, sang putri kecil yang berada di gendongannya, untuk duduk di boxnya sejenak.

setelahnya baru ia kembali peluk arcelio, “kenapa, sayang?”

arcelio menggeleng di pelukan odizea, “kamu yang kenapa-kenapa. kamu kenapa pergi ke sini lagi, oje? kenapa kamu selalu lari? ecstasy semua juga lagi berduka.”

ah, jadi ini adalah cilonya, arcelionya.

odizea eratkan pelukannya pada arcelio, “kamu disini..”

“aku udah janji sama kamu oje, aku bakal selalu ada di samping kamu kalau kamu ada masalah.”

arcelio dapat rasakan pelukan odizea di pinggangnya makin erat, lantas ia bawa sang idola untuk duduk di sofa. masih di dalam pelukannya.

“oje, kamu kalau mau nangis, nangis aja..”

“aku udah capek nangisin bunda. dari semalam waktu bunda dibawa ke rumah sakit, aku udah nangis.”

“maaf karena aku nggak tahu ya, oje. aku turut berduka.” odizea hanya diam saja di pelukannya. membuat arcelio melanjutkan ucapannya.

“oje mau tahu nggak?”

tak ada jawaban, tapi arcelio tahu odizea mendengar. maka ia kembali berbicara, “masa kecilku sama arlo.. berat. beneran beraat banget.”

pikiran arcelio lantas kembali dibawa ke masa kecilnya, “papa aku punya wanita lain selain mama, dia punya anak lagi waktu mama masih istrinya. aku sama arlo, waktu papa dan mama berantem lalu mutusin buat cerai, kita ada di sana.”

odizea eratkan genggaman pada arcelio, buat si pria manis menoleh dan hapus setitik air mata yang ternyata sedari tadi berada di sudut mata odizea.

“papa kemudian mutusin buat pergi, aku sama arlo waktu itu sama-sama nangis, nahan kaki papa buat pergi. tapi dia tetep pergi tinggalin kita bertiga dan milih buat bersama keluarga barunya. aku, arlo, dan mama malam itu nangis. kalau mama nangis karena pernikahannya hancur, maka kita berdua nangis karena kita kehilangan bahu yang selalu jadi tempat buat kita bertopang. kita berdua makin hancur lagi waktu mama akhirnya nyibukin diri. sampai sekarang, sampai detik ini, mama selalu ada di luar negeri. pulang pun cuma sekitar dua kali setahun. aku sama arlo sedari kecil udah kehilangan dua-duanya. kita cuma punya satu sama lain. bahkan sejak saat itu, waktu mama pulang, aku sama arlo udah nggak sesemangat itu buat nyambut.”

mendengar itu odizea mengangkat wajahnya dari bahu arcelio. ia tatap wajah lelaki manis itu, “aku nggak tahu.. maaf..”

“hei, kenapa minta maaf?” arcelio tersenyum tipis dan bawa jemarinya untuk mengelus pipi odizea yang terasa dingin. “aku cerita ini bukan mau bilang ke kamu kalau hidupku lebih berat atau apalah itu. bukan oje. aku cerita ke kamu, karena aku mau kamu tahu kalau aku udah sepenuhnya percaya sama kamu. masa kecilku yang kaya gitu, udah sepenuhnya aku berikan ke kamu.”

“cilo..”

“aku mau kamu sadar, je. kalau bukan di masa depan aja kamu punya aku. di masa dimana kamu berada sekarang, aku juga ada di samping kamu. kamu punya aku juga, oje. dukamu bisa kamu bagi ke aku. kita bisa saling menguatkan satu sama lain, ya?”

arcelio kembali masuk ke dalam pelukan odizea setelah ia berucap seperti itu. bahunya basah, arcelio sadar itu.

tapi tak apa-apa, setidaknya odizea menangis bersamanya. arcelio tak perlu lagi merasa khawatir sebab kini odizea berada di peluknya.

“nggak papa, oje. bunda kamu pasti udah jadi malaikat paling cantik di sana. beliau sudah lahirkan putra-putra yang sesempurna kamu dan gavi, sekarang tugas beliau udah selesai. sekarang mungkin kamulah yang bakal lanjutin tugas beliau buat jaga ayah dan gavi, je.”

arcelio dapat rasakan odizea bergerak di pelukannya. lelaki itu mendekatkan indra pembicaranya pada telinga arcelio, buat pria manis itu dapat merasakan hembusan nafas odizea yang tak beraturan.

“oje..?”

be with me forever, will you?” suara seraknya terdengar di telinga arcelio. arcelio lantas tersenyum kecil dan berikan kecupan di hidung mancung odizea.

“iya, oje. sekarang kembali ya? hadapi semua yang terjadi sekarang supaya kamu bisa jalan ke masa depan. hibur gavi dan ayah kamu, je. saling menguatkan, ya? jangan biarin waktu kamu berhenti sekarang.”

“kamu bakal selalu ada di samping aku?” arcelio melirik putri kecil yang sudah tertidur di boxnya dan tersenyum pada odizea.

“aku pastikan kita bakal ketemu sama asha, je.”

written in lowercase

ketika sampai di alamat yang ia ketahui adalah lokasi rumah dari arcelio, odizea memarkirkan mobilnya dan mematikan mesin. berniat mampir sebentar berpamitan dengan keluarga arcelio sekaligus meminta ijin membawa arcelio untuk pergi makan malam bersama.

pria tampan itu memakai masker hitamnya dan keluar dari mobil. saat sampai di depan pintu rumah arcelio, odizea memencet bel dan hampir 2 menit menunggu, ia disapa oleh seorang laki-laki yang tengah gendong anjingnya.

“cari siapa ya?” tanyanya kepada odizea.

“apa cilonya ada di rumah?” dengar suara tersebut, lelaki yang menyambut odizea membulatkan mata. hei, suara ini tidak asing baginya. ia sering dengar suara ini di lagu-lagu yang disetel oleh sang kakak tiap harinya.

“odi..zea?”

yang disebutkan namanya mengangguk, “maaf saya nggak bisa buka masker karena masih ada di depan,” ucapnya tak enak. mau bagaimana lagi? dirinya pasti akan lebih mudah dikenali bila tidak mengenakan masker dan coat panjang seperti saat ini.

“oh kalau gitu masuk dulu aja, kak cilonya masih siap-siap,” si lelaki memberikan jalan masuk. sembari mengantarkan odizea ke ruang tamu, lelaki itu memperkenalkan diri. “gue arlo, adiknya kak cilo.”

“salam kenal ya.” mendengar ucapan odizea, arlo mengangguk. ia memersilahkan idola sang kakak untuk duduk di ruang tamu sedangkan ia berjalan ke meja dapur yang berada tepat di depan ruang tamu untuk buat minuman.

“kak odi, gue panggil gitu boleh kan?” arlo dapat melihat bahwa pria itu mengangguk. baru setelahnya ia lanjutkan perkataannya, “mau minum apa kak? teh? kopi?”

“ngga usah repot-repot arlo, saya nggak lama kok.”

“nggak papa udah. itu kak cilo kalau siap-siap lumayan lama, masih jam segini juga kok. gue buatin teh ya kak, biar anget.” odizea yang tak menemukan alasan untuk menolak pada akhirnya mengangguk, “boleh, terima kasih ya.”

selang 3 menit, arlo sudah selesai dengan secangkir tehnya. ia taruh itu di meja hadapan odizea baru setelahnya duduk menemani. anjingnya yang tadi sempat berlari masuk ke kamar kembali keluar dan duduk di pangkuannya ketika ia duduk. buat odizea gemas sendiri melihat tingkah anak anjing putih tersebut.

“orang tua ada dirumah nggak, arlo? saya mau ijin.”

arlo menggeleng dan tersenyum, “mama lagi di luar negeri kak, gue berdua aja sama kak cilo.”

mendengarnya odizea yang tengah meminum tehnya mengernyit, “terus kalo cilonya saya ajak, kamunya sendirian? mau ikut aja? daripada makan sendiri di rumah?”

mendengarnya arlo menggeleng pelan sembari tertawa, “nggak usah kak, habis ini palingan gue juga ikut keluar sama pacar.”

odizea mengangguk saja, mereka mengobrol sebentar sebelum akhirnya arcelio muncul dari tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua. “je, kamu nunggu lama banget ya? maaf ya,” katanya cepat sembari mendekat ke sang idola.

“nggak kok, cel. tenang aja.” arlo mengernyit mendengar panggilan odizea, “cel?” tanyanya yang buat odizea menoleh.

“namanya arcelio kan?” tiga kata tersebut berhasil membuat arlo mengangguk paham. “yaudah deh buruan lo nya kak. udah ditungguin lama itu.”

arcelio mengangguk kemudian mengajak odizea untuk berangkat, “mau sekarang?” odizea hanya mengangguk sebab ia juga tengah memakai coat dan maskernya. “ayo,” ia mengajak arcelio baru setelahnya tatap arlo, “terimakasih ya, arlo. saya ijin bawa cilonya ya.”

“iya, hati-hati lo berdua!”


“kamu beneran ngga papa makan disini?”

entah sudah berapa kali arcelio lemparkan tanya tersebut dan jawaban odizea masih sama yaitu ‘tidak papa’. arcelio sebenarnya khawatir, pasalnya ia lupa jika seorang yang akan makan malam bersamanya ini adalah seorang public figure yang mana pasti akan menjadi pusat perhatian dimanapun ia berada.

“nggak papa, cilo. aku mau makan dimana aja nggak papa, kok,” selepas parkirkan mobilnya di depan kedai yang dimaksud oleh arcelio, sekali lagi, odizea menoleh untuk memberikan jawab atas pertanyaan arcelio.

“kalau kamu ketahuan makan sama aku?”

i can just be honest..? kamu temanku, jadi salah memang kalau aku makan bareng kamu?”

lah iya juga sih, arcelio takut apa sebenernya kamu?

arcelio menggaruk tengkuknya yang mana buat si pria yang berada di kursi pengemudi terkekeh. ia lantas mematikan mesin dan mengajak arcelio untuk masuk ke dalam kedai.

keduanya memesan terlebuh dahulu baru akhirnya memilih tempat duduk, mereka memilih tempat yang sedikit jauh dari para pelanggan lain. selain karena tak mau odizea menjadi pusat perhatian, juga karena keduanya ingin mengobrol dengan leluasa.

“kamu ada yang mau diceritain, je?” arcelio melemparkan tanya pertama.

selama ini keduanya memang sudah biasa saling bertukar cerita, entah mengenai kuliah arcelio yang kini sudah memasuki semester akhir atau hal-hal yang dialami odizea selama promosi album i wont let you go nya.

“ada sih. harusnya hari ini aku ada jadwal makan bareng atasan, cel,” odizea memulai ceritanya. baru satu kalimat itu keluar dari mulut odizea, arcelio sudah memasang wajah tak enak.

tangannya yang sedari tadi sibuk mengelap piring serta peralatan makan untuk dirinya dan odizea berhenti sejenak. “terus kok malah pergi sama aku, je? nanti kalau kamu kena masalah gimana?”

“aku janji sama kamu duluan.”

arcelio menghela nafasnya, harusnya jika ia tahu seperti ini, ia akan menolak ajakan odizea daripada pria itu terkena masalah di pekerjaannya. tapi kini ia justru mengajak odizea untuk makan di kedai kecil ketimbang bersama atasannya yang sudah pasti berada di restoran berada.

“kenapa wajahnya gitu, hei?” si idola kembali lempar tanya.

“maaf ya, kamu harusnya bisa makan mewah sama atasan kamu tapi malah aku ajak kamu ke kedai yang ramai begini,” ujarnya pelan.

odizea menggeleng mendengarnya ia genggam tangan arcelio yang ada di meja, buat sang empu menatap ke arahnya. “i'd rather be here with you.

“kenapa?”

“tau nggak? anaknya atasan aku, dia suka banget sama aku. bahkan beberapa kali pernah atasan aku maksa aku buat ngajak anaknya jalan. tapi aku nolak tentu aja. itu alasan pertama.”

“dan yang kedua,” odizea gantung ucapannya dan kemudian sentuh hidung mancung arcelio yang terlihat menggemaskan kala sang empu sibuk mendengarkan, buat arcelio mengerjap, “yang kedua ya karena kamu.”

“eh?”

“kalau harus dihadapkan sama pilihan, mau makanan mewah bersama rekan kerja atau makanan yang biasa aja bersama arcelio pramadya, aku bakal pilih opsi kedua. soalnya dimana aja ada cilo, aku bakal seneng.”

odizea tersenyum kecil kala rasa malu mengundang rona kemerahan di pipi milik arcelio. manis sekali. sang idola lantas mengelus punggung tangan milik arcelio yang masih berada di genggamannya.

“kamu mau tau sesuatu nggak?” tanyanya lagi yang dijawab terbata oleh arcelio. demi tuhan pria manis itu masih dikuasai oleh rasa malu, “a-apa?”

“aku bakal jujur, kenapa dari awal aku langsung tertarik dan dengan nekatnya kasih nomor telepon aku ke kamu. kamu orang kedua setelah ise yang tahu.”

mendengar itu, arcelio pasang telinganya baik-baik. selama ini, itu menjadi pertanyaan yang tak pernah berani ia tanyakan pada odizea. ia pikir ia tak akan pernah mendapat jawaban atas itu. namun ternyata malam ini, odizea dengan cuma-cuma memberikan jawaban.

“kamu ingat apa yang kamu bilang waktu itu? waktu pertana kali kita kenalan? jadi seorang public figure nggak segampang itu.” arcelio hanya mengangguk mendengar itu, tanda bahwa ia ingat.

saat ini rasa malunya entah hilang kemana digantikan oleh rasa penasaran. ia bahkan tak sadar bahwa tangannya masih berada di genggaman odizea.

“aku mulai ngerasain itu setelah setahun debut di ecstasy. setahun sebelumnya aku bahagia aja, karena memang itu mimpiku dan dengan usaha keras, akhirnya aku berhasil buat debut, makanya semua terasa gampang. tapi setelah setahun debut itu, sulit. masalah-masalah datang seiring naiknya nama ecstasy,” odizea terkekeh mengingat masa-masa itu, berbeda dengan arcelio yang merasakan yang berbeda. ia tentu tahu bagaimana perjuangan odizea untuk dapat meraih mimpinya bersama member yang lain.

“hingga akhirnya, satu masalah berhasil buat aku hampir nyerah. aku berusaha menghindar tapi masalah itu justru makin ngejar. sampai suatu malam, waktu aku ada di jalan pulang dari supermarket, aku nabrak seseorang. nenek-nenek, kalau aku ngga salah ingat.”

“lanjut aja je, aku dengerin.”

odizea mengangguk, “belanjaannya dia tumpah, hingga akhirnya aku bantu beliau buat beresin. dan sebagai ucapan terima kasih, beliau kasih aku sebuah gelang. entah gelang apa itu, tapi yang pasti bandulnya bergambar rubah.. gelang itu hilang sekarang, aku nggak tahu ada dimana.”

odizea bercerita sembari menghela nafasnya pada kalimat terakhir, sedangkan arcelio membulatkan mata. apakah gelang berbandul rubah yang dimaksud odizea itu sama dengan yang ia temukan? yang membuat dirinya dibawa ke masa depan?.

“tunggu sebentar, maksud kamu gelang ini?” arcelio memotong, ia merogoh tasnya dan keluarkan gelang yang ditemunya kala itu diatas meja.

odizea tentu kaget melihatnya ia mengambil gelang itu dan memerhatikan bandul rubah tersebut, “kamu nemu dimana...?”

“ah, ternyata kamu yang dulu nabrak aku. waktu fansign itu, waktu aku lagi jalan ada yang nabrak dan gelangnya jatuh. aku rasa itu punya kamu,” jelasnya singkat.

odizea tersenyum setelahnya, ia lega telah temukan gelang tersebut. “aku kira gelangnya ini ilang dan sebagai gantinya aku dikasih kamu,” katanya iseng yang buat wajah arcelio kembali memerah.

“hei! udah lanjut aja ceritanya.” odizea tertawa sebentar.

setelahnya sembari tatap gelangnya ia bercerita, “gelang ini yang buat aku kabur dari rasa sakit, cilo.” mendengarnya, mau tak mau arcelio mengernyit heran. sebuah gelang menghilangkan rasa sakit? bagaimana bisa?

“bener kok, aku nggak salah. aku selalu sebut gelang ini gelang ajaib, hahahaha. tiap kali aku sentuh bandulnya, dia bakal keluarin cahaya. yang bawa aku ke masa depan,” odizea kemudian pertemukan netranya dengan netra arcelio. “entah kamu mau percaya atau enggak sama aku, di masa depan itu, aku lihat kamu, cilo. aku lihat kamu dan anak kita berdua. aku udah bahagia.”

mendengar itu, arcelio merasakan sesak. kalimat itu terdengar bahagia namun tidak, setiap kata yang dipakai oleh odizea memiliki makna tersendiri yang entah mengapa begitu mudah arcelio tafsirkan.

“awalnya aku bingung, tapi lama kelamaan aku seakan mabuk. aku selalu pengen bahagia, aku selalu kabur dari masalah, ya walau akhirnya aku juga harus nyelesain itu. masa depan yang bahagia itu seakan jadi tempat aku buat istirahat sejenak.”

kini arcelio tahu, mengapa ia melihat odizea saat itu. arcelio juga kini mengerti kenapa odizea bisa ‘lengket’ dengannya meski mereka belum satu bulan saling mengenal.

“kalau kamu mau tahu, aku juga pernah ke sana, je. ke masa depan itu. dan dari gelang yang sama.”

kini odizea yang gantian memusatkan perhatian pada arcelio, “aku masuk ke sana dan rasanya kaya mimpi. bayangin aja, idola aku jadi suami aku dan kita punya seorang anak. aku juga bahagia kalau aku bisa di sana sekarang.”

arcelio berikan senyum, setelahnya ia memutar tangannya, menggenggam balik jemari milik odizea yang sedari tadi masih berada di tempat semula.

“aku mau ada di sana, oje, aku juga mau lari. tapi, aku nggak mau masa depan kita berdua kacau kalau aku kembali ke sana.”

“karena masa kini adalah masa kini dan masa depan adalah masa depan. semua ada waktunya sendiri-sendiri. dan kamu harus tau kalau kita nggak pernah sekalipun diberi hak oleh semesta buat mempercepat ataupun memperlambat waktu, je.”