You're My Home

Positif.

Begitu kata dokter tadi. Sean juga Arasy tak dapat menggambarkan bagaimana perasaan mereka sekarang ini. Bahagia, senang, haru, juga khawatir.

Selama dalam perjalanan pulang, baik Sean juga Arasy tak mengeluarkan suara. Mobil mereka hanya dipenuhi suara-suara dari obrolan Keane juga Kaylee. Sean hanya tak tahu harus berkata apa pada Arasy.

Terima kasih? Selamat? Atau apa?

“Kak Se.”

Lamunannya terpecah ketika suara Arasy terdengar. Diikuti genggaman di tangannya yang memegang setir. “Hm?” Ia hanya menjawabnya dengan gumaman.

“Kak Se bahagia?”

Sean berdeham sejenak mendengar pertanyaan itu. Apakah Arasy perlu bertanya lagi soal kebahagiaannya? Bukankah itu sudah jelas sekali jawabannya?

Bahwa Sean bahagia, sangat bahagia. Saking bahagianya, lelaki itu tak tahu bagaimana harus merespon.

“Lebih dari bahagia, Rasie,” akhirnya ia menjawab, “kamu tanya apa kakak bahagia? Tentu aja kakak bahagia banget banget banget. Kakak sampai ngga tahu harus ngerespon apa.”

Arasy yang mendengarnya justru terdiam, “Rasie pikir, kakak nggak bahagia.”

“Atas dasar apa kakak nggak bahagia, sayang? Kita bakal punya baby lagi. Emang ada alasan buat kakak nggak bahagia?”

Arasy menggeleng, ia bergumam pelan namun masih sampai di telinga Sean, “Rasie pikir, kakak takut. Rasie kaya dulu. Waktu dulu bawa babies, Rasie lakuin banyak kesalahan ke kakak. Rasie gabisa jag—”

“Hei, maksud kamu apa ngonong gitu?” Sean menghentikan ucapan Arasy. Lelaki itu balas genggam tangan Arasy dan mengelusnya pelan, “Kamu nggak salah apa-apa dulu, sayang. Lagipula, kakak paham apa yang ada dipikiran kamu dulu, dan masalah itu udah selesai kan? Rasienya Kak Se sekarang beneran Rasie yang berbeda, kamu udah lakuin semua yang terbaik buat keluarga kecil kita.”

Arasy hanya diam. Maka Sean melanjutkan.

“Kakak bahagia sayang, makasih banyak ya? Tolong, jangan mikir yang aneh-aneh. Mana ada orang yang nggak suka kalau mau punya anak lagi? Nggak ada.”

“Makasih banyak ya, Kak Se. Makasih udah selalu bikin Rasie lebih baik.”

Arasy peluk lengan Sean yang tadi telapaknya ia genggam, tak peduli bahwa lelaki itu tengah menyetir dengan satu tangan. Tak peduli juga bahwa Sean akan merasa pegal.

Lelaki manis itu hanya mau salurkan rasa bahagianya, dan ia ingin Sean tahu betapa bersyukurnya ia sekarang ini.

“Tangan kakak pegel nggak?”

“Nggak papa, peluk aja. Pegel juga kakak gapapa asal kamunya seneng.”

Arasy tersenyum lebar, “Kak Se udah bilang makasih sama Rasie sekarang gantian Rasie ya?”

“Emang apa yang mau Rasie makasihin ke kakak? Kakak nggak ngelakuin apa-apa.”

Arasy menggeleng tak setuju, “No, kakak udah lakuin banyak buat kita semua. Jadi, makasih ya Kak Se? Makasih udah selalu ada di samping kita bertiga, makasih atas semua yang udah Kak Se lakuin ke keluarga kecil kita. Makasih udah selalu jadiin aku sama anak-anak sebagai rumah kakak buat pulang. Terakhir, makasih udah jadi rumah buat kita. Kakak itu rumah paling nyaman buat aku tinggal. Nggak akan pernah ada yang bisa gantiin.”

Hati Sean menghangat. Ia usak surai suami manisnya dengan lembut dan mengangguk, “Makasih juga udah jadi rumah kakak, sayang.”

Arasy kemudian menoleh ke belakang, dimana kedua putra dan putrinya tengah saling mengobrol seakan tak terganggu dengan lovey dovey kedua orang tuanya. “Keane Kaylee.”

Keduanya mendongak kompak, “Iya papi?”

“Papi sayang kalian,” katanya sambil terkekeh.

Keduanya kemudian mengangguk dengan semangat. “Kita juga sayang papi!” jawab keduanya kompak

“Dad enggak?” Sean ikut bertanya.

“Sayang dad juga! Sayang dedek, sayang Kaylee,” Keane menjawab. Sedangkan sang adik yang merasa bahwa ada satu nama belum disebut pun akhirnya ikut menjawab, “Sayang Kak Keane.”

Arasy tersenyum bangga. Begitu juga dengan Sean.

Kalau boleh berkata, ini bukanlah akhir dari kisah mereka. Sean dan Arasy, keduanya masih memiliki banyak hal yang harus mereka lakukan kedepannya. Pun juga masalahnya.

Masih banyak masalah kecil yang mungkin akan datang kepada keduanya. Namun, saat ini baik Sean maupun Arasy sudah mengerti.

Bahwa mereka berdua— ah bukan hanya mereka berdua tapi ber empat.. atau lima? Sean, Arasy, Keane, juga Kaylee, serta si calon bayi, mereka semua menjadi rumah bagi satu sama lain.

“Makasih udah jadi rumahnya dad sama papi ya, kalian berdua?”

“Rumah? Keane sama Kaylee kan manusia?”

Keane dan Kaylee mungkin tidak mengerti apa arti rumah yang kedua orang tuanya maksud tadi. Namun Arasy juga Sean yakin mereka akan paham seiring berjalannya waktu.

Setidaknya sekarang ini, mereka memiliki satu sama lain. Mereka akan saling mendukung satu sama lainnya. Tak peduli jika semua orang meninggalkan salah satunya, mereka akan tetap ada di sana, bersama, menjadi satu kesatuan yang utuh. Seperti janji Sean juga Arasy di dalam pernikahannya.

Sampai saat ini —dari awal mereka bersatu sampai sekarang anak-anak mereka sudah tumbuh dengan baik— semua itu tak ada yang pernah berubah.

Bagi Arasy, Sean adalah rumah. Begitu juga sebaliknya. Bagi Sean, Arasy adalah rumah.

Selamanya akan seperti itu.