With Sadewata Family
Dari kemarin, Axel sebenarnya sudah sangat khawatir. Jika biasanya ia menitipkan Jio dan Cei ke orang tua atau mertuanya -yang sudah terbiasa dengan tingkah random keduanya, kini ia harus menitipkan keduanya ke salah seorang tetangga mereka, Randu dan Jaka serta putra-putri mereka.
Walau Randu berkata tidak papa, tapi tetap saja. Siapa sih yang tidak khawatir putra-putrinya merepotkan orang lain?
“Pa!”
Suara itu terdengar setelah Randu mempersilahkan Axel serta Aksa masuk ke dalam rumahnya. Di sana, Cei yang tengah digendong oleh Senjana mengulurkan tangannya kearah Axel yang baru masuk. Ia rindu papanya.
“Kak, Ceinya mau digendong?” Senjana berceletuk, ia mendekat kearah Axel juga Aksa. Gadis itu bertanya sebab ia tahu bahwa Aksa dan Axel pasti kelelahan. Bagaimana tidak? Keduanya baru saja kembali dari bandara.
“Hahaha, iya sini kakak gendong Ceinya.. eum.. kamu Senja kan?”
Senjana mengangguk antusias mendengar ucapan Axel, ia kemudian memberikan Cei kepada Axel. Batita itu langsung memeluk sang papa kalau sampai di gendongan.
“Jio sama Cei pinter banget kak, gilaa. Aku, Raga, sama Mas Jiwa merasa bodoh.”
“Lah itu sadar juga kamu, Kak.”
“Ayah kok gituuuu?!”
Celetukan Jaka yang baru saja keluar dari dapur mengambil minum itu membuat semua yang ada di sana tertawa –kecuali Cei dan Jio tentu saja.
Omong-omong tentang Jio, lelaki kecil itu kini tengah duduk dengan tenang di pangkuan Jiwaka, sibuk bermain dengan ponsel yang entah milik siapa sampai tak sadar jika orang tuanya sudah di dalam.
“Eh, Kak Jaka.”
Jaka tersenyum mendengar celetukan Axel, “Lo berdua jadi makan di sini kan?”
“Iya. Maaf nih kak dari kemaren gue sama Axel ngerepotin mulu.”
“Santai aja, Sa. Gue udah berpengalaman ngurus anak-anak.”
“Halah, padahal mah kemarin kita yang ngurusin, ayah kan pergi sama baba dihh. Ngaku-ngaku!”
Aksa dan Axel yang mendengar itu hanya tertawa canggung.
“Sa, Xel, maafin gue nih ya. Sehari-hari emang begini. Maklumin aja.”
“Jio seneng nggak di sini?”
Kini dua keluarga itu sudah duduk di meja makan, mengobrol bersama dan mengakrabkan diri. Bahkan Aksa yang awalnya canggung dengan Jaka pun kini sudah mengobrol akrab sedari tadi.
Pertanyaan itu dibubuhkan oleh Ragandra, namun bukannya menjawab Jio hanya mengangguk dan menunduk menjawabnya. “Besok main kesini lagi sama Kak Jiwa, Raga, sama Senja ya? Sama Kak Jingga juga.”
Anggukan lagi.
Perilaku Jio itu disadari oleh Aksa yang sedari tadi mendengarkan juga melihat. “Kak Jio, itu diajak ngomong sama Kak Raga. Jawab yang sopan, daddy nggak pernah ajarin kamu jawab orang lain kaya begitu.”
Demi Tuhan, bagi Jio, Aksa yang sudah begitu adalah Aksa yang menyeramkan. Jika sang Daddy sudah begitu, maka Jio maupun Cei akan menangis ketika mendengarnya.
Benar saja, tak lelaki kecil jagoan Aksa dan Axel itu sudah berkaca-kaca sambil menatap sang daddy yang menatapnya datar. “Huks! Maaf daddy, huks. Iya kak, Ji seneng di sini.”
“Pa! Nja! Ji ngis! (Pa! Senja! Ji nangis!)” Cei yang tengah di pangku oleh Senjana dan disuapi oleh Axel itu menunjuk kearah Jio yang tengah menangis. Gadis kecil itu mana bisa melihat kakaknya menangis.
“Iya kakak nangis, Cei bujuk dong kakaknya,” Axel hanya mengelus kepala Cei dengan sayang. “Dad lah (Dad marah)” celetuk gadis kecil itu lagi tak menghiraukan ucapan Axel sebelumnya.
“Daddy nggak marah sayang, Cei, cup cup malu dilihat Kak Senja tuh,” Axel berucap lagi menenangkan Cei. Sungguh sebenarnya di dalam hati ia sudah tak enak dengan Jaka, Randu juga triplets, tapi memang kalau tidak begini Jio tidak akan belajar.
“Ga, gendong gih, tenangin anaknya,” Jaka berceletuk.
“Yang ada makin nangis, Yah! Orang pada takut sama Raga, tuh Cei juga takut sama Raga hahahaha,” Jiwaka menjawab.
“Eh? Serius? Kakak minta maaf banget ya, Raga,” Axel berkata.
Namun bukan Ragandra yang menjawab setelahnya, Randu lah yang berceletuk dikala putranya itu baru mau membuka mulut —membuat Ragandra menghela nafasnya pasrah. “Hadeh, Xel, santai aja, memang kurang senyum anaknya, nakut-nakutin. Udah ya, Jio nggak boleh nangis lagi ya, sayang?” Randu membujuk pada akhirnya.
“Daddy pernah bilang sama Jio daddy nggak suka Jio nangis kan? Ayo berhenti. Malu dilihat kakak-kakak sama om,” Aksa yang melihat Jio tak berhenti menangis memutuskan menghampiri Jio dan menggendong jagoannya.
“Maaf ya, daddy gitu karena Jio memang nggak sopan sama Kak Raga. Dad nggak pernah ajarin Jio buat bersikap kaya gitu sama orang lain, apalagi yang lebih tua dari Jio.”
“Huks! I'm sorry daddy.”
“Iya sayang, daddy minta maaf juga ya, udah buat Jio takut. Minta maaf juga udah buat Cei takut,” Aksa mendekat ke tempat duduk Senjana dan mengelus kepala Cei dengan Jio di gendongannya.
“Ayah kapan begitu sama kita deh. Aku iri. Kak Aksa sama Kak Axel buka lowongan jadi anak nggak sih?”
“Heh Ragandra!”
“Kak Jaka, Kak Randu, sekali lagi makasih banyaaak! Senja, Jiwa, sama Raga juga makasih banyak yaa udah mau ngurus Jio sama Cei.”
“Santai aja kak Axel, sekalian tuh Senja biar latihan punya anak. Katanya kan mau nikah muda.”
Axel dan Aksa yang sudah berada di dalam mobil membulatkan matanya sebentar baru terkekeh. Memang ada-ada saja kelakuan ketiganya itu. Namun walau begitu, Aksa dan Axel sangat bersyukur ketiganya menjaga Jio dan Cei dengan sangat baik.
“Heh Mas!”
“Udah udah kalian tuh, malu dilihat anak kecil.”
“Hahahaha, yaudah Kak Randu, gue sama Axel balik dulu ya, nanti gantian main ke rumah kalo senggang.”
Jaka dan Randu mengangguk sembari terkekeh, sepertinya bukan mereka, namun triplets lah yang akan sering bermain ke rumah Aksa dan Axel.
“Jio, Cei pamit dulu sama om sama kakak-kakak,” Axel berceletuk.
“Om Ran, Om ka, Kak Jiwa, Kak Senja, Kak Ga, makasih, besok-besok kita main lagi yaa?!”
“Ndu, Ka, Wa, Nja, Aga, dahh!”
Kedua kakak dan adik itu mengabsen nama mereka satu persatu dan berdadah ria. Entah mau berapa kali lagi Randu, Jaka, juga triplets dibuat gemas dengan putra putri salah satu member Azora's tersebut.
“Hahahaha, iya, nanti kita main lagi okee?” Senjana menjawab.
“Siap! / Key!”
Setelahnya Aksa dan Axel berpamitan sekali lagi baru mobil yang dikendarai oleh Aksa berjalan meninggalkan rumah Sadewata. Di perjalanan yang hanya sekitar 5 menit itu, Jio bercerita banyak mengenai hari-harinya di sana. Bahkan Cei terkadang juga menyahut dengan lucu.
“Tapi dad.”
“Hm? Kenapa Ji?”
“Kemalin waktu ada Kak Jingga, Kak Jingga bilang kalo Kak Senja, Kak Jiwa, sama Kak Raga ke.. eum.. kegoblokan? Itu artinya apa dad?”
Mampus.
Dan di rumah Sadewata, Jaka yang tengah membantu triplets merapikan barang-barang bersama Randu berceletuk, “Jio sama Cei lucu ya, Ran? Kalo kita nambah lagi gimana?”
“AYAH!”