The Real Family

Sebenarnya bukan hal yang baru lagi bagi Audey untuk berkumpul bersama dengan Breve dan juga Hart. Namun hari ini semuanya berbeda.

Audey tak tahu harus berapa kali lagi ia berucap syukur atas kehadiran mereka semua di sampingnya.

“Hei, ngelamunin apa?” Audey tersentak ketika mendengar suara Gideon. Lelaki manis itu menoleh dan menemukan kekasihnya tengah tersenyum lembut.

“Aku tahu ini susah buat kamu, sayang. Lepas dari mereka yang bareng sama kamu dari awal kamu hadir di dunia, itu susah banget. Dan aku seneng, demi kebahagiaan kamu, kamu lepasin diri dari mereka. It's a big step for you. Ini langkah yang besar buat menuju ke kebahagiaan kamu, kan?”

Audey mengangguk. “Aku memang sedih, tapi aku nggak mau bohong aku juga seneng. Bisa lepas dari mereka itu sesuatu yang nggak pernah aku pikirin sebelumnya.”

Gideon tersenyum lembut dan berikan kecupan di pipi Audey. “You did a very very great job.”

“Kamu bangga sama aku, Gad?”

“Lebih dari sekedar bangga, sayang. Kamu pun harus ingat kalau kamu masih punya keluarga. Aku, Ed, Cole, Hart, dan penggemar-penggemar kamu. Itu keluarga kamu. Keluarga kita.”

Audey mengangguk. Ia menyandarkan kepalanya di bahu tegap milik Gideon. Hatinya menghangat mengetahui sekarang ia di sini, berada di samping lelaki taurus itu, berada di antara semua orang yang selalu ada untuknya.

“Oh iya!” Audey tiba tiba menegakkan tubuhnya.

Membuat Gideon, Edrick, Hart, dan juga Cole menoleh ke arahnya. “Soal Breve, kalian beneran bakal keluar dari sana? Aku tadi baca dikit chat kalian..” tanyanya pelan.

Cole terkekeh kemudian mengangguk, “Beneran. Lagian mereka nggak pernah mikirin gimana artisnya kan? Buat apa bertahan di sana, Dey?”

Ed mengangguk setuju, “Bener! Juga, yang punya agensi itu orang yang jahat sama lo, gue gak terima! Gue boleh sukses tapi kalo salah satu keluarga gue masih merasa sakit. Gue nggak mau.”

Hati Audey menghangat. Ia melirik ke arah Gideon yang tersenyum ke arahnya. Lelaki taurus itu menaik turunkan alisnya menggoda Audey. “Apa?” tanya Gideon geli setelahnya.

Pipi Audey bersemu merah, ia kemudian menggeleng dan mengalihkan pandangan ke arah Hart, Edrick, dan juga Cole di hadapannya.

“Gue sayang banget sama lo semua, makasih.” ucapnya kemudian masuk ke dalam pelukan bersama ketiga orang tersebut.

“Lo tau, Dey? Gue tumbuh belajar kalo nggak pernah ada kata makasih diantara keluarga. Dan sekarang, gue gak mau ada kata makasih keluar lagi dari mulut lo,” Edrick berkata.

“Nah dengerin tuh, gue udah muak denger lo ngomong makasih tau gak?” Hart berkata, ia memukul dahi Audey hingga memerah.

“Heh, Hart pacar gue itu!” Melihat dahi kekasihnya memerah, Gideon menarik Audey lepas dari pelukan ketiga orang tersebut. Setelahnya, ia berikan elusan lembut di dahi kekasihnya.

“Sakit nggak?”

“Gue mukulnya pelan ya!”

“Tapi ini merah!”

Audey tertawa saja melihat manager juga kekasihnya berdebat. Ia kemudian memberikan kecupan di pipi Gideon. “Nggak sakit, sayang. Makasih ya?”

“Bisa nggak jangan mesra-mesraan di sini?” Edrick menatap keduanya datar.

Gideon kemudian menarik bahu Audey mendekat kearahnya, “Pacar gue ini, nggak papa dong?”

“Tapi kan nggak baik mesra-mesraan di tempat umum begitu!”

“Ini apartemennya Audey.”

Audey terkekeh mendengar perdebatan Gideon sekali lagi. Dalam tawanya, ia menatap kearah kekasihnya yang tengah berdebat dengan Edrick.

Rahang tegas, hidung yang mancung, side profile yang begitu sempurna, semua itu membuat Audey berhasil jatuh cinta untuk kesekian kalinya. Entah bagaimana cara Audey bisa berterima kasih pada Gideon sekarang.

Berawal dari sebuah telepon salah sambung hingga kini Gideon menjadi kekasihnya, berada di dekatnya saat ia mengakhiri semua lukanya. Semua itu akan tersimpan rapi di ingatan Audey.

Tak akan pernah sekalipun Audey akan berhenti mensyukuri kehadiran Gideon di sampingnya sekarang ini.

Setelah puas menatap wajah sempurna kekasihnya, Audey menoleh ke arah Hart. Lelaki yang menjabat sebagai manager dan juga sahabatnya ini selalu ada di dekatnya sedari awal. Mengetahui bagaimana perjuangannya.

Ketika ia menatap Edrick juga Cole pun, ia merasa bersyukur. Kedua member Breve yang dikenalkan oleh Gideon padanya itu membawa warna sendiri dalam hidupnya. Cole dengan tawanya, Edrick dengan sifat randomnya. Benar-benar membuat Audey terhibur setiap kali.

“Lo ngelamun lagi, Dey.” Suara dari Cole berhasil memecah lamunan Audey.

“Gue nggak ngelamun, gue cuma lagi bersyukur dalam hati karena bisa punya lo semua. Gue beneran gak tahu harus berapa kali bilang ini. Tapi, makasih udah bikin gue ngerasain gimana rasanya kasih sayang keluarga yang udah lama nggak gue rasain. Gue ngerasa terlindungi sekarang, gue punya dinding buat gue bersandar, gue punya rumah tempat gue selalu pulang, itu karena lo semua. Gad, Hart, Ed, juga Cole.”

“Audey lo bikin gue nangis mulu hari ini ah! Hiks!” Edrick berkata. Ia memeluk Audey yang berada di hadapannya dengan erat.

Padahal sebelumnya ia tengah berdebat dengan Gideon. Tetapi lihatlah sekarang ia menangis. Audey sedikit heran.

“Udah ya, itu terakhir kalinya lo bilang makasih ke kita-kita!” Hart berkata pada Audey dengan suara seraknya yang dibalas cengiran. Lelaki itu terharu.

“Gue juga bersyukur bisa kenal lo, Audey.” Dan itu dari Cole yang dibalas senyuman manis dari lelaki aries itu.

“Makasih ya udah jadi orang yang hebat, sayang?” Gideon berkata terakhir, ia mengusak surai Audey — yang masih dipeluk oleh Edrick— dengan lembut.

Audey kini sadar bahwa bukan hanya orang yang berhubungan darah dengannya saja yang dapat dikatakan keluarga.

Mereka yang ada di samping Audey dalam keadaan apapun itulah yang dapat ia sebut keluarga. Seorang yang menyembuhkan dan membawa kebahagiaan, yang dapat ia jadikan rumah untuk selalu berpulang, itu yang dapat ia sebut keluarga.

Dan Audey sudah cukup bahagia dengan hidupnya sekarang ini. Terlepas dari keluarganya memang membuatnya sedih, namun ia tak mau memungkiri bahwa ada sedikit rasa kelegaan dalam dirinya bisa terlepas dari mereka.

Bukan berarti Audey akan melupakan seluruh jasa ayah, ibu, atau kakaknya. Audey hanya ingin menjauhkan diri dari segala yang membuat dirinya terluka. Ia akan tetap melihat mereka dalam diam, membantu mereka dalam diam. Karena bagaimanapun juga Audey menyayangi ayah ibu dan kakaknya.

Setidaknya, sekarang, keadaan seperti inilah yang terbaik untuk Audey.

“Okay guys, maaf gue merusak momen haru ini, tapi gue dikabarin Kak Kasha kalo foto Audey sama Gideon keluar dari gedung Sone kesebar.”

Haduh.