The Poisoned Apple

warn! murder, mention of death

Star bersenandung sembari menyapu rumahnya —atau lebih tepatnya rumah milik Graviel yang ia tinggali hampir seminggu ini. Benar, baru seminggu. Star jatuh cinta secepat itu pada Graviel.

Dan ia sadar bahwa ia tak bisa mengharapkan cinta dari pria taurus itu. Pria itu sudah memiliki cintanya sendiri. Seorang yang baginya sangat beruntung.

Namun, baru sibuk dengan sapunya, tiba-tiba ketukan dipintu terdengar. Lantas, Star tanggalkan alat bersih-bersihnya itu dan membuka pintu, berharap bahwa itu adalah Graviel yang sudah berjanji akan datang hari ini.

“Eh?” itu yang digumamkan oleh Star kala bukan Graviel lah yang ia temukan. Tamu yang menghampirinya adalah dua orang wanita tua dengan badan bungkuk lengkap dengan sekeranjang apel.

Sedikitnya, Star merasa bingung. Bukankah seharusnya tidak ada yang tahu akan rumah ini? Rumah milik Graviel ini berada di dalam hutan, jauh dari pemukiman.

“Apa anda ada perlu dengan pemilik rumah ini?” Star bertanya sopan.

“Sebenarnya kami menjual apel, kami baru saja pulang bekerja dari kebun apel dan kami melewati rumah ini.. kami lelah jadi kami pikir mungkin kami dapat berehat sejenak sembari jual apel ini.”

Star bergumam paham, ia anggukkan kepalanya sebelum melihat sekeranjang apel di tangan kedua wanita itu. “Tapi saya masih memiliki beberapa apel di dalam.”

Star tak berbohong, apel yang diambilkan oleh Graviel tempo hari masih ada di dalam. Yah, walau hanya tinggal sedikit.

“Kami yakin, anda akan menyukai apel ini. Apel ini begitu manis, kami menanamnya sendiri. Anda bisa mencobanya, nak.”

Salah satu wanita mengambil apel merah di keranjangnya dan berikan itu pada Star. Star tentu saja mengambilnya. Ia tumbuh dengan segala pelajaran etika dan sopan santun, para gurunya mengajarkan bahwa apa yang sudah disodorkan kepadanya, tak boleh untuk di tolak.

“Terima kasih, bibi.”

“Makanlah nak, kamu pasti lelah. Apel kami akan membuat tenaga kamu kembali.”

Star tersenyum dan mengangguk. Ia mengelap apel itu dengan bajunya sebelum bersiap melahap apel merah di tangannya.

Sret!

“Astaga!”

Belum sempat apel itu masuk ke dalam mulut si pangeran manis, sebuah panah menancap tepat di buah apel di tangan Star dan apel itu terjatuh di tanah. Ketiganya segera menoleh, menatap darimana panah tersebut datang.

Seperti dejavu bagi si pria aries, Graviel berada di sana. Busur yang masih berada di depan tubuhnya menandakan bahwa panah tadi datang dari dirinya. “Gav?”

Pria yang dipanggil Gav itu mengambil satu panah di belakang tubuhnya dan memasangnya di busur sebelum ia bergerak maju mendekat pada Star. “Aku tahu siapa kalian berdua, buka penutup kepapa kalian.”

Kedua wanita itu tak bergeming. Star lantas taruh tangannya di bahu Graviel, “Mereka hanya mengantar apel, Gav.”

No, mereka bukan hanya mengantar apel. Buka penutup kepala kalian, ini perintah pangeran kedua Graviel. Kalian berada di sini, jadi sudah kewajiban untuk menuruti perintahku.”

Star membelalakkan mata. Ia tutup mulutnya dengan kedua tangan mendengar kalimat dari pria di hadapannya.

Dan yang lebih mengejutkan bagi Star adalah ketika kedua wanita itu buka penutup kepalanya. Itu sang Selir juga Vivian. Star makin merasa bodoh. “Ibu.. Kak Vivian..”

Pria yang memegang panah itu segera mengisyaratkan pada orang-orang yang sedari tadi menunggu di belakang semak-semak untuk tangkap keduanya.

Sang selir juga Vivian berhasil dipegangi, mereka berdua berteriak meminta di lepaskan sedangkan Star mendekat pada keduanya, mengabaikan Graviel yang sedari tadi ingin menghentikan.

“Ibu, kakak,” Star memanggil, buat kedua wanita itu berhenti memberontak dan menatap si pria aries sengit.

“Apalagi?! Kamu nggak puas hidup dengan baik? Kamu sekarang mau buat kami menderita?!” Vivian berteriak pada Star.

“Kakak pikir kakak menderita? Kalau gitu gimana sama aku?” Star berhenti sejenak, “Ibu bunuh ibunda beberapa tahun lalu, terus ayahanda juga ibu bunuh beberapa minggu lalu. Sekarang aku sendiri, Bu. Dan ibu sama kakak coba bunuh aku karena takhta?”

“Itu karena kalian tidak adil pada kami berdua!”

“Tidak adil apanya, Ibu, Kak? Karena ayahanda nggak angkat ibu jadi ratu? Bu, Ayahanda menghargai posisi ibunda sebagai ratunya. Mungkin bisa ayah angkat ibu jadi ratunya, tapi kalau pilihan ayah tidak artinya tidak, Bu. Siapa yang mau hidup berdampingan secara terpaksa?”

“Tapi tetap aja kami menderita, Star! Kamu hidup bahagia selama ini, sedangkan aku?! Ayahanda lebih sayang padamu!”

Star menggeleng, “Ayahanda juga sayang sama Kakak. Setiap kami berdua pergi, kakaklah yang dipikirkan beliau pertama kali. Apa yang kakak suka, apa yang mau kakak beli jika kakak di situ.”

“Kalau kakak sama ibu bilang Star bahagia.. iya, Star bahagia, dulu. Sebelum ibunda pergi. Aku nggak punya siapa-siapa selain ibunda dan ayahanda, apa biaa aku dibilang bahagia? Aku dapat gelar pangeran, aku akan memegang takhta, apa ibu dan kakak pikir aku akan bahagia? Enggak, Bu, Kak.”

“Takhta itu nggak ada apa-apanya di mata aku. Ibu dan kakak bisa ambil kalau kakak mau. Mahkota yang selalu ayah juga ibunda pakai itu cuma aksesoris. Menjadi raja dan ratu bukan kekuasaan yang harus dipikirkan, Bu. Tapi bagaimana rakyat bisa sejahtera dibawah kepemimpinan kita. Dan jika ibu atau kakak bersedia mengambil itu, ambil.”

“Karena bagi aku, keluarga aku lebih penting, Ibu. Ibu boleh ambil takhta aku tapi tolong jika iya, kembalikan kedua orang tuaku..”

Star mengeluarkan semua isi hatinya di hadapan saudaranya yang tersisa. Tak mau berbohong, Star sakit hati. Ia tak ingin memberi sanksi pada keduanya, namun keduanya telah melakukan hal yang tak dapat dibilang biasa saja. Mereka membunuh kedua orang tuanya, Star tak akan pernah memaafkan itu sampai kapanpun.

“Star..”

“Bawa kakak sama ibu ke tempat yang semestinya,” Star berkata pada pengawal, tak mengira bahwa keduanya akan menuruti.

Selepas kepergian keduanya bersama pengawal yang dibawa oleh si pria taurus, Star menoleh pada pria yang tengah menatapnya sendu dengan datar selepas hapus air matanya.

“Dan kamu,” Star menunjuk pada Graviel, “Kamu hutang penjelasan sama aku, Pangeran Kedua dari Graviel,” perintahnya sembari tekankan panggilannya pada si pria.

Dan itu berhasil buat pangeran kedua itu bergidik ngeri.