The Best Parents
“Keane panggil aku apa tadi?” Arasy menunjuk dirinya sendiri, memastikan dirinya tidak salah mendengar ucapan sang putra.
“Papou.. Keane salah pengucapannya, ya?”
Arasy tak dapat tidak tersenyum mendengar itu. Ia berdiri dari duduknya dan bawa Keane dalam pelukan. Hatinya berangsur-angsur hangat mendengar panggilan Keane kepadanya barusan.
“Keane udah anggap papou itu orang tuanya Keane?”
Si lelaki kecil menggeleng, “Papou sama dad itu orang tuanya Keane dari dulu. Maaf papou, Keane selalu panggil kalian berdua uncle, buat kalian sedih.”
“Keane, papou sama dad nggak masalahin itu, sayang. Cukup kamu bahagia aja bareng kita berdua, itu udah buat papou sama dad bahagia. Thank you, Keane.”
Si lelaki kecil balas pelukan ayahnya. “Tapi papou.. Keane punya satu permintaan, boleh?” tanyanya berbisik.
“Apa itu, sayang?”
“Keane boleh panggil papou pakai 'papi'? Dari dulu Keane mau panggil itu ke papa tapi papa nggak suka.”
Arasy sontak tertawa, ia lepas pelukannya dengan Keane dan berikan kecupan di pipi gembilnya. “Boleh dong, kalau gitu sekalian aja dedek nanti panggilnya papi.”
“Papi Rasie..”
“Iya, sayang.”
“Keane sayang sama papi,” katanya sembari berikan kecupan balasan di pipi Arasy. Setelahnya lelaki kecil itu juga menunduk dan berikan kecupan si perut buncitnya, “Kakak juga sayang sama dedek bayi.”
“Kita lebih sayang sama kamu, Keane.”
“Eh apanih peluk-pelukan nggak ngajak daddy?”
“Dad!”
“Eh?”
Sean terbengong sejenak kala Keane berlari ke arahnya dengan semangat dibarengi dengan panggilan dari Keane yang berbeda dari biasanya. Namun Sean tak tunjukan itu lama-lama, ia segera bawa Keane ke dalam gendongannya dan mengecup pipi lelaki kecil itu. “Itu makanannya kenapa ditinggal, hm?”
“Soalnya dad dateng, Keane mau sambut dulu.”
Sean menatap Arasy yang tersenyum kearahnya sembari menganggukkan kepala —mengisyaratkan bahwa apa yang didengarnya sekarang ini adalah sungguhan, Keane sungguh memanggilnya dengan sebutan daddy.
“Jagoannya, dad. Makasih banyak, sayang.”
“Kakak katanya nanti malem baru pulang?”
“Kalan bilang suruh lanjut besok aja, soalnya khawatir sama kamu. Eh waktu kakak balik malah kakak dapet kejutan. Apa yang kamu khawatirin tadi nggak bener kan?”
Arasy tersenyum, ia mengangguk. Tangannya ia pakai untuk elus puncak kepala Keane yang tengah anteng dalam pangkuan Sean, menonton kartun.
“Keane.”
“Iya, papi?”
Sean tersenyum mendengar panggilan Keane pada Arasy. Tak pernah Sean sangka awalnya bahwa hari ini adalah hari dimana Keane akan merubah panggilannya kepada mereka berdua, dirinya juga Arasy.
“Keane bahagia sama Dad sama Papi?”
Si kecil menoleh ke belakang. Ia tatap kedua orang tuanya kemudian mengangguk, “Keane seneng banget punya dad sama papi!”
“Dad sama papi juga seneng punya Keane. Makasih ya udah mau jadi anaknya daddy sama papi?” lanjut Arasy, buat si lelaki kecil menggeleng pelan, “Papi jangan makasih sama Keane. Keane yang harusnya bilang makasih sama papi sama dad. Makasih udah mau rawat Keane! Keane sayang kalian berdua, banyak banyak!”
Baik hati Sean juga Arasy menghangat mendengar itu. Keduanya memberikan kecupan di pipi Keane dengan penuh kasih sayang.
“Kita lebih sayang sama Keane.”
Kini Arasy mengerti, bahwa benar adanya jika usaha yang dilakukannya tak akan sia-sia. Arasy mungkin tadi meragukan kebaikan dirinya sebagai seorang 'orang tua' pengganti, tapi sekarang Arasy tahu bahwa apa yang dilakukannya ini sudah baik.
Arasy dan Sean, keduanya mungkin belum sempurna sebagai sepasang orang tua, keduanya masih belajar untuk menjadi lebih baik. Baik kepada pasangan mereka juga kepada keluarga kecilnya. Tapi satu yang mereka tahu, segala usaha mereka tak akan pernah sia-sia nantinya.
Benar kata Sean tadi, Arasy tak butuh sebuah panggilan yang menunjukkan bahwa ia adalah seorang ayah, rasa sayang Keane kepadanya, segala yang ia lakukan, itu sudah cukup menunjukkan posisinya dalam hidup Keane. Jika tidak sebagai ayah, setidaknya Arasy dan Sean adalah seorang yang berharga untuk lelaki kecil itu.
Namun, jika Arasy dan Sean justru mendapatkannya, mendapatkan panggilan dari Keane, mereka bersyukur.
Yang penting sekarang ini bagi keduanya adalah bahwa Keane bahagia berada dalam rengkuhan mereka. Ketika tahu bahwa Keane baik-baik saja di antara mereka, Sean dan Arasy tak memerlukan yang lainnya.
Tak peduli bahwa Keane tak memiliki darah keduanya, Keane tetap putra mereka, yang akan mereka sayangi juga rawat, dan didik dengan sepenuh hati hingga ia dewasa.