The Best Gifts
“Alan, Alan!”
Alan yang tengah berada di singgasananya tersentak kaget ketika mendengar suara dari Herold. Ah, lelaki peri itu telah kembali rupanya?
“Herold?”
Herold mendekat kearah singgasana Alan. Dengan nafas yang berderu, lelaki itu mengeluarkan sebuah kotak dari tas kecil di pinggangnya. “Kau tahu paman lace masih mempunyai potongan kecilnya. Ini dapat diperbaiki.”
Alan menatap kotak yang berada di tangan Herold. “Benarkah? kamu kembali ke rumahnya tadi?” tanya Alan yang dijawab anggukan oleh Herold.
“Padahal aku sudah menyiapkan hadiah yang lain, tapi terima kasih banyak karena kamu sudah kembali dan membetulkannya Herold.”
Herold tersenyum, “Ini tanggung jawab yang kau percayakan padaku, Alan. Dan aku tidak mau menghancurkan kepercayaanmu padaku.”
Alano Evandrey, Raja dari Azure itu tak tahu harus apa lagi selain bersyukur memiliki Herold sebagai penduduk kerajaannya.
Suara langkah kaki terdengar dari luar ruang singgasana milik Alan dan hanya dengan mendengar suaranya langkahnya, Alan tahu bahwa itu ialah sosok ratunya, orang yang dicintainya, Earl.
Dengan sigap, Alan berdiri dan menyambut Earl yang baru saja masuk ke sana. “Hai, sayang,” sapanya yang buat Earl tersenyum. Lelaki manis itu memberikan pelukan singkat pada Alan dan mengecup pipinya. “Urusanmu sudah selesai?”
“Ya.. baru tadi pagi aku menyelesaikannya.”
“Baguslah kalau begitu.”
Alan menatap wajah Earl, seketika dirinya teringat jika Earl baru saja kembali dari tabib. Apa yang dilakukan oleh ratunya itu?
“Sayang, kamu untuk apa ke tabib?”
“Aku hanya memeriksa kesehatan, Alan. Lupakan saja aku baik-baik saja. Sekarang ada apa? Kenapa memintaku ke istana?”
“Soal itu..” Alan tersenyum, ia mengepalkan tangannya dan menaruhnya di depan mulut. “Ikut aku!” lanjutnya kemudian menyelipkan tangannya di bawah lutut juga punggung Earl. Ia mengangkat ratunya itu dan setelahnya langsung berjalan cepat ke suatu tempat.
“ALAN! Astaga aku terkejut!”
Alan terkekeh, tapi ia terus berjalan sampai ke depan sebuah ruangan dengan pintu putih. “Apa ini? Bukankah ruangan ini kosong?” tanya Earl, ia heran, kenapa juga Alan membawanya ke ruangan ini?
“Sebentar sayang.”
Alan menurunkan Earl dari gendongannya dan kemudian membuka kunci ruangan itu. “Tutuplah matamu, dan buka saat hitungan ke tiga.” Tanpa banyak berkata, Earl menurutinya.
“Satu,” Dalam gelap, ia dapat merasakan Alan mengenggam tangannya. Menarik dia masuk ke dalam ruangan.
“Dua,” Alan berhenti. Ia melepas genggaman tangannya dengan Earl dan berjalan menuju belakang lelaki manis itu. Memegang bahu sempit yang selalu pas di pelukannya.
“Tiga.”
“Buka matamu, sayang.”
Earl membuka matanya. Dan kala melihat apa yang ada di hadapannya Earl menutup mulutnya kaget ia menoleh kebelakangnya, dimana Alan berada. “Alan.. ini?”
Alan mengangguk, ia memeluk Earl dari belakang dan berbisik di telinganya, “Iya sayang. Ruangan ini, perpustakaan ini, milikmu.”
Earl menatap sekelilingnya. Sudah lama sekali ia tak masuk ke perpustakaan dan membaca buku. Selama di Azure, ia hanya bermain dengan para penduduk Azure menyanyi dan menari bersama mereka. Kini, Alan membuatkannya sebuah perpustakaan, lengkap dengan ratusan buku yang tersusun rapi di rak-raknya.
“Alan.. aku ingin menangis.”
Sontak Alan melepas pelukannya, ia berjalan ke hadapan Earl, “Eits! Ratu Alan ini belum boleh menangis, karena ada yang lain untukmu. Kemari..”
Alan membawa Earl ke depan sebuah rak. Kemudian Raja dari Azure itu mengambil salah satu buku dengan sampul putih dan memberikannya pada Earl. “Buka halaman tiga, baca tulisan yang aku beri tanda.”
Earl mengikutinya. You're, itu kata yang ditandai oleh Alan.
“Lalu halaman empat”
The
“Halaman enam”
Best
“Tujuh”
Gift
“Sepuluh”
That
“Sebelas”
God
“Tiga belas”
Gave me
“Terakhir, dua puluh tiga”
I love you
“You're the best gift that God gave me, Earl. I love you,” Alan berbisik setelahnya.
Rasanya Earl tidak dapat berkata-kata. Ia tatap manik milik Alan yang sedari tadi menatapnya penuh cinta. Raja Azure ini selalu buatnya terharu sekaligus bahagia.
“Alan.. aku juga mencin—”
“Simpan itu buat nanti, dan sekarang buka ini.” Alan memberikan kotak yang tadi Herold bawa padanya. Kotak itu diterima Earl dengan bergetar. Perlahan, lelaki manis itu membukanya menatap isi dari kotak tersebut.
Kalung. Dengan berlian berwarna biru.
“A-Alano..” Alan tersenyum, ia ambil kalung itu dari kotaknya dan memakaikannya ke leher Earl. Bersamaan dengan itu, ia berkata, “Biru adalah lambang Azure dan juga warna favoritku. Kamu tahu sayang? Biru juga memiliki arti kesetiaan. Ini sudah setahun semenjak pernikahan kita dan aku akan selalu berada bersama kamu, setia berada di dekat kamu. Happy Anniversary, My Queen. I love you.”
Tak dapat menahan rasa bahagia juga terharu akhirnya Earl peluk tubuh Alan yang ada di hadapannya. “Happy Anniversary, Alan! Hiks! I love you too, hiks! Thank you.”
Alan terkekeh, “Sama-sama sayang. Do you like it? My gift?”
“Like it? I love it, Alan! We love it!”
Kalimat itu sebenarnya biasa saja jika Earl tidak mengulangnya dengan pertambahan subjek. We?
“We?”
Perlahan Earl lepas pelukannya, dengan hidung yang memerah bekas tangis ia tersenyum, membuat Alan tertawa gemas ditengah rasa bingungnya, dan mengangguk pada Alan.
“Yes. We Love it. Aku dan juga anak kita di kandunganku. Kami sangat menyukai kadonya, ayah. Terima kasih, kami bahagia, sangat bahagia.”