one month later..

terhitung sudah satu bulan lebih kairie berada di asterra. kairie merasa nyaman dengan tempat ini, ia merasa bahwa dirinya diterima dengan baik di sini.

terlebih lagi, sekarang ada joziah yang sering datang ke rumahnya entah untuk bermain dengan luca atau mengantarkan makanan yang katanya ia dapatkan dari warga asterra.

“ayi!” seperti saat ini, kairie temukan joziah memanggilnya dari depan rumah. pria itu terbiasa memanggilnya ayi sekarang karena sering bermain dengan luca. “ozi, masuk. kamu dateng lagi hari ini? bawa apa lagi sih? ngerepotin!”

joziah terkekeh, “bawa telur, tadi di peternakan dapet dari kakek zoe,” katanya sembari menunjukkan kantong kertas yang dibawanya. kairie menggeleng, “kenapa nggak kamu bawa ke rumah kamu aja sih?”

“aku lebih sering makan di rumahmu sekarang daripada di rumahku sendiri. jadi buat apa aku bawa pulang?” kairie tertawa. entah sejak kapan joziah mulai mengubah panggilannya menjadi aku-kamu dan mulai sering makan bersamanya dan luca. kairie selalu masak dengan porsi banyak sedangkan dirinya hanya makan sedikit dan luca belum bisa memakannya, alhasil ia selalu mengundang joziah untuk makan di rumahnya.

“yaudah makasih ya, uncle ji.uncle ji, panggilan yang luca berikan kepadanya saat lelaki kecil itu mulai bisa berceloteh. saking seringnya joziah berada di tempat mereka, luca sampai hafal bagaimana cara ayinya memanggil joziah.

“kamu masak apa hari ini?”

“belum tahu sih, kamu kepingin sesuatu, zi?” kairie yang kembali dengan kegiatannya memotong buah menoleh pada joziah yang membantunya menata telur di meja. “aku kepingin sup yang waktu itu kamu bikin deh.”

“sup apa? sup ayam?”

heem,” joziah bergumam menjawab pertanyaan kairie. “wah bentar deh ya, aku cek stok ayamnya dulu ada atau enggak. kayanya sih masih...” kairie membuka kulkasnya dan tersenyum ketika menemukan beberapa potong ayam di dalam wadah, “ada! aku buatin ya?”

“boleh, makasih ya.”

kairie hanya menggeleng sambil tersenyum lebar. bukan masalah baginya. ia senang rasanya. joziah bukan hanya membantunya namun juga menghargainya. segala sesuatu yang dilakukan oleh joziah selalu membuat kairie terkejut dan bersyukur juga disisi lain. ternyata masih ada orang seperti joziah.

“ozi,” kairie yang tengah membersihkan ayamnya memanggil tanpa menoleh pada joziah. namun, joziah yang sudah selesai dengan kegiatannya dan duduk di meja makan tentu saja menatap punggung temannya. “kenapa, yi?”

“aku minta maaf kalau menyinggung sebelumnya, hari ini di sanggar aku nggak sengaja dengar soal masa lalu kamu. soal mama sama papa kamu,” kali ini kairie menoleh pada joziah. joziah tahu warga memang masih sering membicarakan itu, mungkin bukan hal yang buruk, namun memujinya yang bisa bertahan dengan baik setelah kedua orang tuanya tidak ada.

“lalu?”

“aku minta maaf ya,” kairie bawa dirinya untuk duduk depan joziah, mengenggam tangan lelaki itu. joziah tak mengerti, apa arti kata maaf dari lelaki manis itu? “kenapa? kamu nggak salah apa-apa.”

“aku minta maaf karena sudah salah nilai kamu di awal dulu, aku pikir kamu emang tertutup dengan dunia luar, tapi ternyata kamu memang ngelamin hal buruk karena portal-portal itu. juga, aku minta maaf aku nggak tahu seberapa berat beban yang kamu bawa sampai saat ini dan aku justru nambahin beban kamu dengan hadirnya aku sama luca di—”

ucapan kairie terpotong saat ia merasa joziah mengenggam tangannya lebih erat. lelaki itu menatap kairie dengan tatapan yang datar. joziah mengeluarkan suaranya dan kairie sadar itu bukan suara joziah yang biasanya ia dengar, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya, pertanda bahwa lelaki itu serius, “kamu sama luca bukan beban buat aku, yi. justru kehadiran kalian berdua malah kaya berkat buat aku. aku lebih bahagia setelah kalian hadir di asterra.”

jairie menatap mata joziah, dan untuk beberapa detik, ia lupa bagaimana caranya bernapas. dadanya sesak, bukan karena sedih, tapi karena sesuatu yang terlalu besar untuk dijelaskan. Ia ingin tertawa dan menangis terharu disaat bersamaan. Ia merasa bahwa di detik joziah menatapnya saat itu, dunia seolah berhenti. ia tak bisa mendengar apapun kecuali detakan jantungnya yang kian lama semakin cepat.

“ozi..” Hanya itu yang keluar, padahal banyak sekali yang ingin ia katakan. Tapi mulutnya seakan tertutup rapat oleh rasa yang belum ia mengerti.

joziah sedikit menunduk, melepaskan tatapan mereka, begitu juga dengan genggamannya di telapak tangan kairie. netranya menatap ke sembarang arah, merasa emosional, “aku cuma.. pengen kamu tahu, kalau aku senang kalian di sini.” kairie hanya mengangguk.

joziah juga merasa aneh. setelah kalimatnya keluar, ia merasa lega, sekaligus gelisah. di benaknya terputar bagaimana hati-harinya bersama kairie di tempat ini, bagaimana kairie peduli dengannya dan bagaimana jantungnya berdetak kencang, merasa semangat disaat ia melihat kairie bersama luca. rasanya keduanya membawa sebuah kehangatan lain di dalam dirinya— yang ia tidak tahu ternyata ia rindukan hadirnya.

joziah mengepalkan kedua tangannya, ia tak pernah tahu perasaan apa ini, ini baru dalam hidupnya. akhir-akhir ini kairie dan luca selalu memenuhi pikirannya, baik memikirkan apakah keduanya baik-baik saja hari itu, apakah keduanya makan dengan baik, dan apakah keduanya bahagia di asterra?

sekarang, setelah mengatakan kalimat jujurnya barusan kepada kairie, joziah merasa ada yang berbeda dan ia menyadarinya. “aneh...” gumamnya tanpa sadar.

“hm? kenapa zi?”

joziah gelagapan, “n-nggak, kamu lanjut aja masaknya aku mau lihat luca. kalau butuh bantuan bilang aja ya,” ucapnya sambil berdiri menuju kamar si kecil yang sudah sangat ia hafal letaknya.

kairie terkekeh, ia rasa wajahnya memanas saat ini, ia menggeleng pelan mengingat kalimat terakhir pria itu, “memangnya kamu mau bantu apa sih, zi? kan kamu ngga bisa masak!”

“enak aja! kan aku bisa cuci piring!” tawa kairie semakin lebar mendengarnya.

joziah, makasih. makasih banyak.