Love and Happiness

Selepas dari backstage untuk bertemu dengan Avenir, akhirnya tepat pada pukul 16.30 Jingga keluar dari sana dan mencari tempat duduk untuk melihat keempat- ah bukan ketiga teman dan satu orang yang dicintainya untuk tampil di konser perdana mereka.

Matanya mencari-cari sampai akhirnya ia bertemu tatap dengan kedua kakak dan adik yang sekarang akrab dengannya, Ankasa juga Kayana. Keduanya memanggil Jingga untuk duduk di tengah-tengah mereka. Dan tentu saja Jingga menurutinya, ia duduk di barisan pertama.

“Lo udah siap?”

Jingga mengernyitkan kening mendengar pertanyaan dari Ankasa, Siap? Siap apa sih yang sedari tadi dibicarakan oleh Hendra juga Ankasa?

“Siap apa sih, Kak?” Ankasa tidak menjawab, Kayana pun juga diam kala Jingga menatapnya.

'Yaelah dikacangin mulu gue hari ini' batinnya sedikit miris.

Namun tak mau mengambil pusing, Jingga menyamankan duduknya. Waktu terasa begitu cepat, sebab sekarang Avenir sudah muncul di panggung menyanyikan beberapa lagu-lagunya yang tentu sudah tak asing lagi bagi Jingga.

Sebab Jingga sudah melihat mereka latihan beberapa kali dulu.

Jingga menikmatinya, menikmati penampilan Avneir yang tak pernah sekalipun mengecewakannya. Noah, Aidan, Hendra, dan juga Jeremy selalu berhasil membuat dirinya juga para penonton yang lain terpukau.

Terlebih lagi Jeremy.

Sang gitaris yang beberapa bulan ini dekat dengan Jingga itu, berhasil membuat Jingga terpukau. Terlebih ketika Jeremy tak sekalipun melepas pandangan dari Jingga selama tampil. Jika pun ia memutus kontak mata dengan Jingga, Jeremy hanya akan melihat gitarnya.

Hingga sampai di penghujung acara, tepat pada pukul setengah tujuh, selepas Avenir menjawab beberapa pertanyaan dari penonton yang ditulis di kertas sebelum mereka masuk ke gedung ini, Jingga dan semua yang lain dikejutkan dengan penampilan tambahan.

Bukan, bukan penampilan tambahan yang membuat mereka terkejut. Namun kini, Jeremy yang biasanya hanya akan memainkan gitarnya, berdiri di tempat Noah, sang vokalis, sedangkan Noah dan yang lainnya hanya duduk, ya walau mereka tetap memegang alat musiknya sendiri-sendiri.

Jingga terkejut, tentu saja. Lelaki itu bisa menyanyi? Yah.. walau Jingga yakin semua orang pasti bisa bernyanyi, namun Jeremy? Selama beberapa bulan saling mengenal, ini hal yang baru bagi Jingga.

“Hai? Kaget ya gue pegang mic dan gitar bersamaan? Nggak pernah lihat gue nyanyi kan ya?” Jeremy berkata sambil terkekeh.

“Jujur, gue juga gugup nih mau nyanyi. apalagi gue diliatin sama orang tercantik setelah mami gue. Tuh di depan gue persis.”

“CHEEESYYYY!!” Noah menyahut dari belakang. Jingga? Jangan ditanya, lelaki manis itu sudah memerah sempurna wajahnya, bersyukur pada penerangan yang remang-remang, wajah memerahnya tak begitu kelihatan.

Jeremy terkekeh. “Okay, di penghujung acara ini, sebelum kita tutup konsernya, gue mau kasih penampilan khusus buat Jingga, Jingga Aksara, cowok yang cuma kenal gue beberapa minggu udah bikin gue jatuh cinta. Lucu gak sih? Hahahaha, But i'm not surprised, tho, gue gak kaget kalau gue jatuh cinta secepet itu sama dia. Siapa coba yang enggak? Bahkan Noah aja tergila-gila sama Jingga.”

“Eh iya bener lo, Jer! Jingga i love you!!” Noah kembali berteriak, namun setelahnya ia mendapat pukulan di kepalanya dari Aidan dan diikuti tawa Hendra. Memang tidak bisa serius.

“Hahahaha, maklumin aja ya, lo pada gak kaget lagi kan ya sama avenir begini?”

“Ekhm, jadi, mulai sekarang?”

Sorakan dari kursi penonton menandakan bahwa Jeremy harus memulainya. Menarik nafasnya, Jeremy mulai memainkan gitar, diikuti dengan permainan musik dari member Avenir lainnya.

Suara lelaki itu, lembut. Jingga tak mau berbohong, Jingga jatuh cinta pada suara berat nan lembut milik Jeremy. Bagaimana untuk mendeskrepsikannya, Jingga tak tahu, tapi satu Jingga jatuh cinta kepada semua yang ada di Jeremy. Entah suara, wajah, maupun kebaikan hati dan kelembutan lelaki itu.

Singkatnya, ia jatuh, pada Jeremy dan tak berniat untuk bangkit maupun mencoba untuk duduk, intinya, cintanya pada Jeremy akan seperti ini tak akan pernah berkurang atau menghilang sama sekali.

Dan kala memasuki akhir lagu, Jeremy turun dari panggungnya, ia mendekat ke arah Jingga yang masih duduk dan menariknya untuk berdiri.

Baby, i'm here To ask you something Please, stay by my side Be mine, only mine

Tak ada lagi yang dinyanyikan, hanya instrumental dari ketiga member Avenir yang lain.

“Jingga.”

Jingga menatap Jeremy yang memegang mikrofon, dihadapannya. Lirik pada akhir lagu itu, membuat Jingga sadar, apa yang tengah dilakukan lelaki itu sekarang. Jingga kelu, ia tak dapat berbicara.

Lelaki manis itu hanya menunduk, tak mau menatap Jeremy yang sedari tadi menatapnya dengan dalam. Jingga tak berniat untuk mendongak. Namun, semua itu, keinginannya percuma, sebab Jeremy meraih dagunya untuk menatap lelaki itu.

“Jingga Aksara.”

“H-hm?”

Jeremy terkekeh, “Aku tahu, ini cheesy banget, dan kamu pasti malu diginiin di depan semua orang. Tapi, Jingga, aku mau semua orang, aku mau seluruh dunia tahu kalau kamu itu cinta juga bahagianya aku. Kaya yang aku nyanyiin di lagu tadi, tanpa kamu aku itu kaya boneka tanpa jiwa, lebih tepatnya kaya orang tanpa jiwa. Jingga, I know it's so cheesy dan mungkin sedikit kekanakan, tapi please, be mine, Jingga. Only mine, only Jeremy Theodore's

Tempat itu hening sekarang, menunggu jawaban dari mulut Jingga.

Memberanikan diri, Jingga tatap Jeremy. Ia mendekat kearah lelaki itu, berjinjit, mendekatkan indra pembicaranya tepat di mikrofon Jeremy, berhadapan dengan Jeremy dengan wajah mereka pada jarak 5 centi meter.

I loved you first, Jeremy. Dan kamu masih tanya jawaban aku?”

Seketika sorakan memenuhi tempat dimana Avenir tampil. Jeremy dengan segera bawa Jingga ke dalam pelukan. “I love you too.” ucapnya.

Can we say that, Jingga fall first but Jeremy fall harder?