King and Queen of Quaver
Selepas Rea memberikan petunjuk jalan untuk menuju ke taman istana, Jaden pun akhirnya menemukan taman dimana Rea berada sekarang. Lelaki manisnya itu kini duduk di sebuah kursi bersama dengan jam pasir di tangannya.
“Re.”
Rea yang awalnya menunduk menatap jam di pangkuannya mendongak kala mendengar suara Jaden. Segera, lelaki manis itu berdiri dan memberikan jam pasir di tangannya kepada JAden.
“Lo udah siap, Re?”
Rea mengangguk. Setelahnya ia memegang tangan Jaden -yang tengah memegang bawah jam pasir tersebut. Mereka bertatapan sejenak baru setelahnya saling melempar senyum.
“Lo.. bareng gue?”
“Gue bakal selalu bareng sama lo, Rea.”
Setelahnya, mereka membalik jam tersebut, bersama. Memegang tangan satu sama lain.
Semenit kemudian, Keduanya membuka mata dan yang dilihat oleh mereka masih sama, mereka berada di taman istana, namun bedanya, kini jam pasir di tangan mereka menghilang.
“Kita udah balik ke bulan lalu?” Rea memberikan tanya.
Tapi Jaden pun tak tahu, apakah mereka berhasil kembali ke waktu sebelum Rea kehilangan bayinya?
Jaden menatap penampilan Rea dari atas hingga bawah, sampai akhirnya matanya menangkap sesuatu yang berbeda, “Re.. perut lo.”
Mendengar ucapan Jaden, Rea pun menatap kearah perutnya sendiri. Benar, perutnya sedikit membuncit. Rea dapat merasakan hatinya berdebar kencang, itu artinya ia dan Jaden berhasil kembali ke satu bulan lalu?
“Kita berhasil, Jade!”
Jaden tersenyum, ia mengangguk dan setelahnya mengusak kepala Rea dengan sayang, “Lo udah siap ngadepin ibunya Jaden?”
“Lo ngeraguin gue, Jade? Lo ngejorokkin gue ke dalam kolam aja gue lawan. Tenang aja, gue bakal lakuin apa aja supaya Rea dan Jaden di dunia ini punya happy ending.”
“Ya, Rea sama Jaden di dunia kita juga harus happy ending berarti.”
“Itu pas—”
“YANG MULIA!”
Awalnya, Rea juga Jaden saling tatap sambil melempar senyum tersentak kaget mendengar teriakan seseorang. Ah, rupanya itu salah satu dayang dari kerajaan – Rea dan Jaden tahu dari seragamnya.
“Ada apa?” Jaden memutar tubuhnya menatap sang dayang, sambil bertanya ia lingkarkan tangannya ke pinggang Rea, membawa lelaki tercintanya itu lebih dekat dengan tubuhnya.
“Ada Ibu Anda di dalam ruang singgasana. Beliau mencari Anda dengan Yang Mulia Rea.”
Rea dan Jaden melempar tatap lagi, ah, rupanya mereka terlempar pada masa dimana sang mantan ratu datang. Saling melempar senyum tanpa diketahui sang dayang, Rea dan Jaden berbicara dengan tatapan mereka.
“Kami akan menemuinya sebentar lagi, kau kembalilah.”
“Baik, Yang Mulia.”
“Ibu!”
Jaden memanggil dengan lantang ketika matanya menangkap sosok sang ibu. Dengan membawa Rea di gandengannya, Jaden berlari mendekat ke arah ibunya yang tengah duduk di singgasana milik Rea.
“Jaden, sayang, ibu rindu.”
Genggamannya dengan Rea terlepas kala si wanita paruh baya membawa Jaden dalam pelukan. Rea yang dibelakang Jaden hanya tersenyum melihatnya.
Jadi wanita inilah yang melenyapkan bayi Rea juga Jaden, sang pemimpin Quaver. Ugh, Rea sedikit muak melihat wajahnya.
“Ibu, tahu tidak? Rea tengah mengandung, Bu,” Jaden memberitahu, karena memang itu rencananya dengan Rea sekarang.
Wanita paruh baya itu melepas pelukan dan membelalakkan mata, ia menatap kearah Rea yang sedari tadi berdiri di belakang Jaden.
“M-mengandung?”
“Mhm, iya ibu! Ibu pasti senang kan? Rea akan memberikan Quaver penerus takhta!”
Dapat Rea juga Jaden lihat sang wanita tersenyum, bukan senyum tulus atau bahagia, tapi terpaksa. Sekarang Rea dan Jaden paham jalan ceritanya, kisah mengenai perceraian Raja dan Ratu Quaves yang diceritakan oleh Aldo tentu tidak lengkap. Tapi kini, mereka bisa menebak jalan ceritanya.
Maka kedua lelaki berstatus bandmates itu di sini, akan mengubah alur kisahnya. Supaya Rea juga Jaden, tidak akan berpisah. Baik di dunia mereka maupun di dunia tempat mereka berada sekarang.
Seminggu sudah terhitung sang ibu mertua berada di istana. Yang Rea ketahui, wanita yang melahirkan Jaden itu kini bersikap baik padanya.
Ah, jadi rencana wanita itu seperti ini.. Meyakinkan Rea bahwa dirinya sudah menerima Rea sebagai menantu kemudian dengan liciknya menaruh racun di makanannya.
Selama seminggu ini, sang ibu mertua selalu menyiapkan makanan di dapur untuk Rea, dengan dalih bahwa wanita itu ingin Rea memakan makanan yang sehat supaya cucunya akan terlahir dengan sehat pula.
Rea mengawasinya, tentu saja. Ia tak pernah sekalipun melepas pandangannya dari wanita paruh baya itu. Tak akan ia biarkan ibu mertuanya berhasil membunuh bayi yang sekarang ada di kandungannya.
“Jade, hari ini kayanya ibu lo bakal naruh racunnya deh. Abisnya itu gerak geriknya mencurigakan banget.”
“Ya lo tenang aja, Re. Jalanin semuanya sesuai rencana kita. Gue di samping lo.”
Benar adanya dugaan Rea, wanita itu kini dengan diam-diam menaruh sesuatu pada makanan Rea. Rea melihatnya, sebab selama seminggu ini lelaki manis itu selalu mengintip ke arah dapur, tempat dimana sang ibu mertua membuat makanan untuknya.
Dan hari ini, ada bubuk yang dicampur dalam makanannya.
“Rea, sayang? Sini duduk, makanannya udah matang.”
Berlagak baru kembali dari taman, Rea tersenyum kearah sang ibu mertua yang menaruh makanan di meja tempatnya makan.
Sungguh sebenarnya Rea tak mau berbohong, makanan yang dibuat ibu dari raja Quaver itu terlihat begitu menggiurkan. Rea pun makan dengan lahap seminggu ini -setelah memastikan itu aman untuknya, tentu saja-.
“Terima kasih, Bu,” ucapnya sambil duduk di kursi.
“Sama-sama, Sayang.”
Rea tersenyum miring menatap makanannya, It's time to play, katanya dalam hati.
Lelaki manis itu mengubah senyum miringnya menjadi cemberut, ia menatap ibu mertuanya dengan sendu. “Ibu..”
“Re? Kenapa? Kamu tidak suka makanannya?”
Rea menggeleng, “Makanan ibu selalu enak, tetapi aku ingin Jaden yang makan makanan ini..”
“Rea, ini makanan untu—”
“Ibu, Ibu, masa ibu nggak mau menuruti menantunya yang ngidam sih. Lagian Jaden juga rindu sama makanan buatan ibu.”
Ucapannya terpotong oleh Jaden yang tiba-tiba masuk ke ruang makan. Raja dari Quaver itu duduk di samping Rea dan memberikan kecupan pada lelaki manisnya.
Ah itu memang kecupan untuk siapa yang melihatnya, tetapi sebenarnya Jaden memberikan sebuah bisikan kepada Rea. “Lo tenang aja, gue udah minta makanannya di tuker waktu tadi ibu keluar dapur.”
Rea tersenyum.
“Jadi ratunya Jaden ini lagi ngidam, hm?” Jaden mengelus perut Rea, ia kemudian menunduk, menyamakan wajahnya di depan perut Rea. “Tenang aja ya sayangnya papa? Papa turutin kemauan kamu,” lanjutnya kemudian memberikan kecupan di perut Rea.
Terkejut dengan perilaku manis Jaden, Rea memukul pelan punggung lelaki itu. Ayolah, kenapa Jaden harus bersikap semanis ini di tengah rencana mereka?
Kan Rea jadi malu.
“Jaden ih! Ada ibu.”
Jaden tertawa, ia kemudian menegakkan tubuhnya dan menatap kearah sang ibu. “Bu, nanti buatkan lagi buat Rea ya? Ini buat Jaden, lagian ibu sih, buat makanan cuma buat menantunya doang, anaknya dilupain.”
Jaden terkekeh dalam hati melihat wajah panik sang ibu. Dengan diam, ia genggam tangan Rea di bawah meja. Mengelusnya sebagai isyarat bahwa semua akan baik-baik saja
“Jaden, ibu buatkan lagi aja buat kamu ya? Itu buat Rea.”
Rea mendecih pelan.
Sang ibu mertua tidak mau anaknya celaka, namun ia membunuh anak putranya.
Rea bertanya-tanya, apakah wanita itu tak berpikir bagaimana perasaan Rea dan Jaden dikala kehilangan bayi mereka? Kenapa harus dengan meracuni bayi kecil itu?
Seminggu bersama dengan bayi Raja dan Ratu Quaver di kandungannya, vokalis Rhythm itu merasakan hal yang berbeda. Ia sekarang sedikit tahu, bagaimana rasanya menjadi seorang ibu yang menanti putranya, bagaimana perasaan seorang ibu yang melindungi putranya lebih dari ia melindungi dirinya sendiri.
Terbesit sedikit harapan di benak Rea. 'Bisakah aku merasakan ini nanti di dunia ku? Bersama dengan Jaden tentunya.'
“Aku mau ini, Bu. Lagian adik bayi juga maunya Jaden makan makanan Rea kan?”
Lamunan Rea terpecah mendengar jawaban dari Jaden. Ia mendongak, menatap wajah Jaden yang tengah duduk di sebelahnya sambil memandang sang ibu.
“Jaden ibu tidak mau kamu makan makanan Rea.”
“Kenapa?”
Ruangan itu terasa hening seketika.
“Ibu, kenapa Jaden nggak boleh makan makanan Rea? Memangnya ibu masukin apa ke makanan Rea?”
Rea terkekeh mendengar ucapan Jaden yang to the point, sebab itu membuat wanita paruh baya yang duduk di hadapan mereka membeku, tak dapat berkata apa-apa.
“Jaden.. ya sudah nggak papa, biar aku makan aja, ibu udah susah susah buat untuk aku.”
“Sayang, kamu mau putra kita nggak keturutan maunya? Aku sih nggak mau. Udah, nggak papa, nanti ibu kan bisa masak lagi buat kamu, ibu mana bisa biarin menantunya kelaparan, iya kan bu?”
Jaden kemudian mengambil garpu dan kemudian menusuk sayuran yang ada di piring milik Rea, memakannya dengan hati-hati.
Dari sudut matanya ia pandang wajah panik sang ibu. Oh ini lucu sekali, Jaden terkekeh dalam hati.
Setelah memakan sesuap sayuran itu, Jaden menaruh garpunya.
Ia tersenyum menatap wajah sang ibu yang penuh keringat dingin.
“Kenapa ibu berkeringat? Takut ya bu? Kalau Jaden keracunan makanan buatan ibu?”
Wanita itu membelalak. “J-jaden apa maksud kamu ibu nggak paham.”
Jaden berdiri, ia juga turut menarik Rea untuk berdiri dan memeluk pinggang rampingnya yang terasa berisi.
“Ibu, ibu pikir Jaden sama Rea nggak tahu? Ibu masukin sesuatu ke makanan Rea buat celakain Rea sama bayi kita?”
Rea kemudian melanjutkan, “Ibu tahu? Sepandai pandainya tupai melompat pasti bakal jatuh juga. Ibu, mau seberapa keras ibu coba buat celakain aku dan bayi di kandunganku juga sembunyiin itu semua, pasti bakal ketahuan. Rea tahu bu, ibu nggak suka Rea jadi menantu ibu, tapi apa dengan celakain bayi Rea, ibu bisa ubah takdir? Nggak bisa, Bu.”
Lelaki manis itu menarik nafas sejenak. “Karena nama Jaden sama Reaghan udah di tulis buat selalu bersama. Nggak akan ada yang bisa pisahin kita, meskipun itu ibu,” ucapnya kemudian menatap kearah Jaden dengan penuh cinta.
“Mungkin iya, perlakuan ibu ini bisa buat Jaden sama Rea cerai, karena nggak ada yang tahu kedepannya gimana. Tapi kalau takdir udah berkata bahwa Rea dan Jaden adalah pasangan, maka itu nggak bisa diganggu gugat. Jaden pasti kembali ke Rea, Rea pasti kembali ke Jaden.”
Tujuan keduanya di sini adalah untuk menyelamatkan pernikahan Rea dan Jaden juga bayi mereka. Walau mereka tahu, sang raja dan ratu bisa saja kembali bersama lagi nanti setelah bercerai, tapi mereka menyelesaikannya sekarang.
Sebab, Rea dan Jaden tak mau, ada satu kata pun mengenai perpisahan di antara keduanya.
Rea dan Jaden akan selalu bersama, tak peduli di dunia mana mereka berada.
“Ibu, apa ibu pernah pikir gimana perasaan aku sama Rea kalau kita kehilangan satu sama lain? Atau gimana perasaan aku sama Rea kalau bayi kita dibunuh? Terlebih yang bunuh adalah orang terdekat aku?” Jaden berkata.
“Ibu pasti tahu rasanya, ibu itu seorang ibu, ibu nggak mau anak ibu terluka. Dan sekarang Jaden sama Rea lakuin itu, Bu. Kita melindungi bayi kita berdua dan juga pernikahan kita,” lanjut sang raja dengan mantap. Ia genggam dengan erat tangan Rea, berkata dalam hati bahwa ia akan melindungi lelaki manis itu, tak peduli apapun yang terjadi. Sebab Jaden mencintainya, mencintai Rea, lebih dari Jaden mencintai dirinya sendiri.
“J-Jaden, R-Rea.. I-ibu minta maaf, tolong maafkan ibu yang sudah jahat pada Rea selama ini..”