Keane's School

Ketika Sean juga Arasy baru sampai di depan kelas, Sean sudah disambut dengan tubrukan dari sang putra. Membuat lelaki itu sedikit tersentak sebelum tersenyum ketika tahu siapa yang langsung memeluknya erat tadi.

“Dad! Keane kangen!”

“Hahahaha, hai jagoan! Maaf ya tadi pagi dad berangkat sebelum Keane bangun,” ucapnya sembari bawa si kecil ke dalam gendongan.

“Keane ngga kangen papi?”

“Kangen Papi Rasie jugaaa!”

Arasy terkekeh. Ia merapikan surai hitam Keane yang berantakan sembari masih sunggingkan senyum.

“Eh, walinya Keane ya?” Keduanya masih sibuk mendengarkan cerita Keane mengenai sekolah ketika salah seorang guru menghampiri mereka. Arasy sontak menoleh dan mengangguk, “Benar, Bu.”

Si guru memberi senyum ramah sebelum akhirnya menunjukkan tempat duduk untuk Sean juga Arasy. “Tempatnya Keane ada di sana ya.”

“Baik bu, terima kasih, ya.”

Sean juga Arasy kemudian duduk di tempat yang sudah disediakan, sementara Keane kembali duduk di karpet mini yang menemaninya selama ini di sekolah. “Nyaman nggak duduknya, sayang?” Sean bertanya pada Arasy setelah membantu suaminya itu untuk duduk.

Arasy menoleh dan tersenyum ke arah Sean sebelum menunjukkan anggukan, “Nyaman, Kak Se. Kakak duduk juga, gih. Rasie pengen senderan.”

Sean menuruti, lelaki itu duduk bersila. Setelahnya, Arasy langsung menyenderkan kepalanya di bahu sang suami, yang dibalas dengan lingkaran tangan di perut buncitnya. “Ngantuk?”

“Engga, Kak Se. Rasie pinggangnya pegel doang.”

“Nanti malam kakak pijetin, mau?” tanya si lelaki berbisik.

“Huum.”

Keduanya duduk dengan nyaman di tempat yang disediakan sembari sesekali tersenyum ramah pada orang tua teman Keane yang turut hadir. Rasanya menyenangkan bagi Sean juga Arasy untuk menghadiri acara seperti ini, mereka bahagia dapat melihat proses belajar mengajar yang diikuti oleh putra mereka.


Keane, your turn.”

Yes, Mrs. Ahn!

Rupanya, acara sekolah Keane hari ini adalah untuk mempererat hubungan orang tua juga anak. Sang guru telah menjelaskan hari ini bahwa para orang tua akan dipanggil untuk mengetahui bagaimana proses belajar mengajar di kindegarten tersebut sekaligus untuk bermain bersama anak-anak mereka.

Setelah melewati beberapa jam yang menyenangkan dimana para siswa dan orang tua diikutkan dalam permainan— yang tentu saja lebih banyak diikuti oleh Sean sebab Arasy tengah dalam kondisi mengandung selama tujuh bulan, kini sebagai acara penutup setiap siswa diminta maju untuk menceritakan keseruan hari ini.

Arasy dan juga Sean —yang melihat Keane sudah berdiri di depan kelas— bertepuk tangan, mereka tersenyum lebar untuk memberikan semangat pada si lelaki kecil kesayangan mereka.

“Hai! Ini Keane!”

Arasy menyenderkan kepalanya kembali di bahu Sean sembari mendengarkan. Tentu saja Sean langsung menyambutnya, lelaki itu mengenggam erat tangan Arasy dan mengelusnya lembut.

“Hari ini seru banget buat Keane. Bisa main bareng dad sama papi di sekolah itu seru banget, apalagi tadi dad banyak menang,” si lelaki kecil tertawa di depan kelas, undang senyum gemas dari orang dewasa yang ada di sana termasuk kedua orang tuanya.

“Keane nggak tahu harus bilang apalagi sama dad sama papi. Mungkin, kalau dad sama papi nggak bawa Keane buat tinggal bareng mereka dulu, Keane bakal sendirian sekarang. Keane mau bilang makasih sama papi sama dad, karena udah dateng hari ini terus main sama Keane. Keane seneng banget tadi. Keane sayang dad sama papi rasie, sayang juga sama dedek bayi!”

Katakan apa yang harus Arasy juga Sean lakukan sekarang. Untuk anak seumuran Keane, lelaki kecil itu sudah cukup pintar dalam berkata-kata. Lelaki kecil itu dapat buat Arasy juga yang lain terharu mendengarnya.

Siapa yang tidak tahu mengenai Arasy juga Sean yang mengangkat Keane menjadi seorang anak? Mereka semua telah tahu mengenai hal itu. Dan mengejutkan bagi mereka, mereka dapat melihat kasih sayang yang besar dari Keane untuk Sean dan Arasy.

Artinya, Keane selama ini merasakan kasih sayang yang tiada duanya dari pasangan itu, kan?

Mereka yang mendengarnya hanya dapat tersenyum haru. Pun ketika sang guru meminta Keane untuk memeluk kedua orang tuanya, Keane langsung berlari dan peluk keduanya bersamaan.

“Keane sayang papi sama dad.”

Ucapan itu memang sudah dari kemarin Arasy dengar, namun lagi, Arasy menitikan air matanya mendengar ucapan sederhana dari Keane.

“Papi, Keane salah ngomong? Kenapa papi nangis?”

Arasy menggeleng, ia peluk Keane dengan erat dan membisikan kata kata sayang di telinga lelaki kecil itu. Sean yang menatap keduanya hanya tersenyum lembut, tak mau memungkiri bahwa hatinya menghangat melihat pemandangan di hadapannya.

“Papi sayang banget sama Keane.”

“Hei udah, kalian nggak lagi di rumah,” Sean berkata dengan senyum lebar. Ia sungguh gemas melihat keduanya, namun mengingat sekarang mereka masih dalam ruang kelas, Sean terpaksa menghentikan.

Semua yang menatap keluarga kecil itu sedari tadi pun ikut menghangat hatinya. Tidak pernah ada yang bisa mengalahkan cinta orang tua kepada anak-anaknya, Keane juga Sean dan Arasy membuktikan bahwa perkataan itu adalah benar.

Kasih sayang juga cinta Sean dan Arasy berhasil membawa Keane kembali dalam kehidupan yang penuh dengan tawa dan kehangatan.