Home
“ARASY!”
Arasy terlonjak kaget kala mendengar teriakan seseorang memanggil namanya. Lelaki manis yang awalnya sibuk memakan es krimnya itu langsung berdiri dari duduknya dan menatap ke arah suara.
Kalan dan Sean ada di sana. Arasy tahu, Kalan lah yang memanggilnya tadi. Maka dari itu sekarang sahabat Sean itu merasakan pukulan di kepalanya dari Sean — sebab membuat Arasy kaget. —
“Kak Se!!” Arasy menaruh cup es krimnya dan melambai dengan ceria ke arah Sean. Segera, Sean pun mendekat kearah Arasy dan memeluknya erat.
Sudah sebulan lebih semenjak dirinya pulang untuk ulang tahun Arasy dan kini akhirnya ia bisa memeluk tubuh kecil Arasy lagi sekarang. Sean rindu, begitu juga dengan Arasy..
“Kakak kangen banget, sayang.”
“Aku lebih kangen,” Arasy berbisik di telinga Sean pelan, merasakan kehangatan dari pelukan Sean, suaminya.
“Heh, udah dulu please, banyak paparazi, entar tiba-tiba ada berita 'Sean Anderson dan suaminya bermesraan di bandara', gue yang ribet.”
Memang dasar Kalan.
Memasuki rumahnya dan Arasy, Sean tersenyum bahagia. Ia merasa senang, sekarang ia bisa tidur di rumah ini — rumah yang dibelinya sewaktu ia mendapat penghasilan pertamanya dahulu — bersama dengan Arasy setiap harinya.
“Kak Se mandi dulu, Rasie aja yang beresin barangnya kakak.”
“Eh? Jangan sayang, kamu istirahat aja okay? Jangan kecapekan.”
Sean menghentikan Arasy yang mau membawa kopernya ke dalam kamar. Sean tak mau cintanya kelelahan.
“Ih! Kak Seee!”
Sean terkekeh, ia melepas jasnya kemudian membawa Arasy ke dalam pelukan. Masih dengan posisi sama, ia bawa tubuh mereka untuk duduk di sofa ruang keluarga.
“Nggak boleh kecapekan, sayang. Babiesnya daddy ini masih kecil masa mau diajak buat beres-beres?” Sean berucap, menaruh tangannya di perut Arasy yang masih terasa rata.
Arasy bergidik geli merasakan tangan Sean di perutnya. Apalagi ketika mendengar Sean mengajak bayi di perutnya berbicara, Arasy merasakan kupu-kupu di perutnya. Hatinya menghangat.
“Kak Sean, kakak kan juga capek pasti habis perjalanan jauh,” Arasy mengelus lembut kepala Sean yang sekarang tenggelam di perutnya, sambil sesekali memberikan kecupan di sana.
“Kakak nggak capek. Mana ada kata capek kalo mau ketemu kamu sama babies?”
Arasy tersenyum. Tak mengerti lagi, bagaimana bisa Sean selalu membuatnya seperti ini. Jatuh hati.
“Kak Se, kakak mandi dulu ya? Nanti beres-beresnya berdua aja gimana?”
“Oke, kakak beres beres ¾-nya kamu ¼-nya aja,” Sean berucap, ia mengecup sekali lagi perut Arasy setelahnya pergi meninggalkan lelaki manisnya duduk di sana untuk mandi, sebelum ia mendengar protes dari mulut lelaki manis itu.
“IHHH MANA BISA BEGITU!”
Kan.
Hari ini rasanya begitu cepat, entah bagaimana sekarang keduanya telah selesai dengan kegiatan — beres-beres-barang-Kak-Se —mereka.
“Kak Se, udah mau bobo?”
Netra Sean yang awalnya memejam, kini terbuka. Menatap kearah lelaki manis yang berada di pelukannya, yang kini menatapnya dengan tatapan lucu.
“Kenapa?”
“Rasie mau ngobrol sambil dipeluk. Tapi kalo kakak ngantuk bobo aja, besok aja Rasie baru ngobrol.”
Sean tertawa, ia mengeratkan pelukannya dengan Rasie, membawa lelaki manisnya untuk lebih dekat pada tubuhnya.
“Mau ngobrol apa, hm?” tanya Sean, ia mengelus lembut rambut berwangi bayi milik Arasy.
“Ngga, Rasie cuma mau bilang makasih aja ke Kak Se.”
“Hm? Kenapa?”
Arasy melepas pelukan, ia menegakkan tubuhnya untuk bersandar di sandaran kasur, mengajak Sean untuk melakukan hal sama dengan dirinya. Dan tentu saja Sean mengikutinya.
“Kenapa? Kamu kenapa suruh kakak duduk? Mau bicara serius yaaa gemesnya kakak ini, hm?”
Arasy tersenyum dan menggeleng, tetapi setelahnya ia merebahkan tubuhnya di kaki Sean, menenggelamkan wajahnya di perut Sean dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Sean.
Ah, lelaki itu mau tiduran di pangkuannya? Gemas sekali.
“Hey? Hahahaha gemes banget sih kamu tuh. Tapi apa badannya nggak sakit hm?”
Arasy mendongak dan menggeleng, “Enak gini.”
Sean tertawa. Ia mengelus surai Arasy sekali lagi kemudian berucap, “Kamu tahu nggak, sayang? Kakak seneng banget bisa pulang sekarang dan temenin kamu. Maaf ya sayang? Kakak terlalu sibuk selama ini, bahkan waktu kamu tahu kamu bawa babies kakak nggak bisa pulang. Rasie kakak tahu kata maaf ini nggak cukup buat menebus semua kesabaran kamu selama nikah sama kakak. Tapi kakak serius, kakak minta maaf sama kamu, karena nggak bisa selalu ada di deket kamu seperti kamu yang selalu ada di deket kakak.”
Arasy menegakkan tubuhnya di pangkuan Sean, ia memeluk leher kakak kesayangannya itu dan mengecup pipinya.
“Kalau gitu, kata terima kasih Rasie ke kakak karena udah pilih Rasie juga nggak akan pernah cukup. Rasie berterima kasih banyak ke Kakak karena kakak pilih Rasie sebagai pasangan hidup kakak, karena kakak jadiin Rasie sebagai alesan kakak kerja keras selama ini. Kak Sean nggak akan pernah tahu seberapa bersyukurnya Rasie bisa punya kakak sebagai suami Rasie.”
Sean tersenyum mendengarnya, hatinya menghangat. Dengan lembut ia bawa wajah Arasy untuk menatapnya. “Kamu juga nggak akan tahu seberapa bersyukurnya kakak punya kamu, sayang. Setiap malam, kakak berdoa, berterima kasih sama Tuhan karena udah bawa kamu ke hidup kakak, nggak pernah sekalipun nama kamu kakak lewatkan di doa. Kakak sayang— ah enggak, kakak cinta kamu, Arasy. Sangat cinta,” Sean berhenti sejenak.
“Ditambah, sekarang ada buah cinta kita di perut kamu. Kakak nggak tahu lagi harus bersyukur berapa kali karena itu. Terima kasih banyak, sayang,” lanjut Sean, ia menempelkan keningnya dengan kening Arasy. Menatap mata berbinar milik Arasy yang selama ini selalu buatnya jatuh berkali-kali.
“Arasy Anderson.”
“Hm?”
“Terima kasih, karena udah jadi rumah buat kakak. Terima kasih karena udah jadi tempat kakak berpulang. Thank you for being Sean's home, Arasy.”
Menatap dalam sekali lagi ke netra Arasy, Sean jauhkan kening keduanya untuk bawa tengkuk Arasy mendekat. Satu detik setelahnya, bibir mereka bertemu. Keduanya memejamkan mata, mengecap segala rasa manis dari bibir pasangannya sambil mengucapkan syukur dalam hati.
Terima kasih untuk hari ini, sebab hari ini Sean pulang ke rumahnya. Bukan negara atau rumah mewah miliknya
Namun Arasy.
Sean memang sudah semenjak lama menemukan rumah untuk hatinya. Namun sekarang ini hati Sean sudah resmi berpulang sekali lagi.
Bukan hanya pada Arasy. Tetapi pada Keluarga kecilnya yang sebentar lagi akan terasa lebih lengkap.
Selamat datang ke rumah, Sean Anderson!