He Feels Like Home

Hari ini, tepat tanggal dua puluh tiga Juli. Seperti yang Jeno katakan di saat dirinya melamar Renjun bulan lalu, mereka akan menikah hari ini.

Setelah satu bulan kemarin keduanya sibuk menyiapkan pernikahan —ya walau hanya tinggal beberapa saja karena Jeno telah menyiapkan semuanya sedari lama— akhirnya hari yang keduanya tunggu tiba juga.

Semuanya berjalan lancar hingga akhir acara, dimulai dari pengucapan janji suci beserta banyak ritual lainnya. Baik Jeno juga Renjun menjalani itu semua dengan bahagia, meski ada rasa gugup dalam hati.

Hingga saat waktunya mereka berdua saling berucap kata-kata untuk satu sama lain, disinilah Jeno berniat menjawab semua pertanyaan Renjun yang semalam lelaki manis itu tanyakan.

Saat giliran Jeno untuk berucap, pria taurus itu genggam tangan suaminya. Renjun terlihat begitu cantik dengan setelan jas berwarna hitam dan putih, cocok dengan warna rambutnya sekarang ini, hitam. Jeno tunjukkan senyum manisnya, ia tatap tepat pada netra milik Renjun sebelum dekatkan mic ke bibirnya.

“Huang— ah bukan. Lee Renjun,” Jeno memanggil, buat jantung Renjun berdetak kencang, wajah ayunya memerah, buat Jeno gemas sendiri.

Pria taurus itu kemudian tatap para tamu, “Semalam, dia tanya satu pertanyaan ke saya,” ucapnya sebelum kembali menatap Renjun.

Have you found a right partner? Itu yang Renjun tanya. Sampai sekarang, saya belum sempat menjawab. Maka dari itu sekarang saya akan menjawabnya di hadapan kalian semua, di saat lelaki manis ini sudah menjadi suami saya.”

Jeno tersenyum kembali pada Renjun, berikan senyum bulan sabitnya yang selalu jadi favorit Renjun, “Kamu tanya gitu ke aku. Kamu tanya apakah aku udah ketemu sama seseorang yang tepat atau belum, Kamu tanya apakah kamu udah cocok buat jadi pasangan aku.”

“Renjun, sejujurnya aku bingung waktu kamu tanya. Karena jawabannya udah kelihatan. Aku udah jadiin kamu sebagai suami aku besoknya, aku udah lamar kamu, apa kamu perlu tanya itu? Aku mikir gitu semalem. Tapi aku tahu kamu nggak akan puas dengan itu.”

“Semalem, sebelum aku jawab kamu. Aku inget-inget semua kenangan kita. Aku inget-inget apa semua yang udah kamu lakuin ke aku. Kamu udah relain segala hal demi aku, Renjun. Kamu udah korbanin banyak waktu juga tenaga kamu buat aku.”

“Kamu tahu? Semalam aku rangkum semua apa yang kamu lakuin buat aku. Kamu bisa baca itu nanti, karena itu rahasia kita berdua,” Jeno terkekeh setelahnya, buat Renjun ikut tersenyum walau tak dapat dipungkiri, lelaki manis itu terharu. Matanya menjelaskan semua.

“Satu yang bakal aku jawab di sini. Alasan aku bilang 'aku udah ketemu sama satu orang yang tepat sebagai pasangan aku, dan itu kamu.' adalah karena kamu adalah kamu

“Maksudnya, aku sebenernya nggak perlu alasan buat bilang kalau kamu itu orang yang tepat buat aku, Renjun. Karena di saat aku lihat kamu, waktu aku tatap mata kamu, aku tahu kalau kamu orangnya. Satu-satunya orang yang bakal temenin aku sepanjang hidup aku.”

“Tapi, karena kamu tanya apa alasannya, makanya aku jawab kesimpulan dari semua alasan aku. Karena kamu itu rumah Renjun. You feels like home— ah enggak. You're home. Mau berapa kali aku pergi, aku akan balik ke kamu. Waktu aku jatuh, kamu akan selalu jadi tempat aku nangis. Waktu aku bahagia, kamu jadi tempat aku melampiaskan. Kamu selalu punya cara kamu sendiri buat tunjukin cinta kamu ke aku, kamu punya cara kamu sendiri buat bikin aku ngerasain cinta. Kamu satu-satunya selain mama, papa, dan kakak aku, yang aku percaya.”

“Jadi kalau kamu tanya, Have i found a right partner? maka jawabannya iya. Aku udah ketemu sama kamu maka itu jawaban aku. Iya.”

Jeno tersenyum melihat air mata Renjun mulai turun dari mata cantiknya. Ia mendekat dan beri kecupan di puncak kepala Renjun sebelum berbisik, “Hari bahagia kita, aku nggak mau ada air mata turun dari mata indah kamu, sayang. Pandanya Nono nggak boleh nangis. Nanti beneran mirip panda, hehe.”

Lantas Renjun terkekeh mendengar itu, ia hapus air matanya dan peluk suaminya singkat. “Thank you.”

Setelahnya Renjun mengambil mic dari tangan Jeno. Ia mau memeluk Jeno lama-lama tapi ia sadar ia belum berikan perkataannya untuk Jeno. Tidak seperti Jeno, Renjun lebih memilih untuk menatap para tamu. Ia malu. Tapi Jeno paham, lelaki itu justru tersenyum gemas ketika lihat tangan sang suami pegang mic dengan sedikit bergetar.

“Aku— aku ngga tahu harus bilang apa sama Jeno selain makasih. Selama ini, hampir beberapa tahun kita pacaran, Jeno selalu buat aku ngerasa dicintai. Walau seringkali kita berdua dihadapin sama masalah-masalah, baik kecil maupun besar, aku bersyukur kita berdua bisa selesaiin itu semua.”

“Sebulan lalu, tanggal dua puluh tiga Juni, Jeno baru ngelamar aku,” Renjun tersenyum, ia melirik ke arah Jeno yang juga tersenyum padanya. Mengisyaratkan pria aries itu untuk melanjutkan.

“Jujur, aku kaget. Itu semua terlalu tiba-tiba. Jeno waktu itu tanya sama aku di chat. Apa semua perilaku aku sudah cukup buat nunjukkin cinta aku ke kamu? dia tanya begitu. Jujur, kalau ditanya kaya gitu pasti aku jawabnya iya.

“Jeno itu, waktu pertama kali deketin aku, dia bener-bener to the point. Pertama kali, dia minta nomor telepon, terus setiap hari aku di hubungin. Dia ajak aku telponan, tanya-tanya soal hal favorit aku. Sampai suatu hari dia akhirnya bilang dia mau deketin. Aku kaget banget waktu itu. Mana waktu di telpon dia masih bisa bilang ‘hehe’ ke aku.”

Seluruh tamu juga keluarga tertawa, begitu pula dengan Jeno. Pria itu teringat bagaimana konyolnya ia ketika mengajak Renjun untuk kenal lebih dekat lagi. Namun ia bersyukur, ia berhasil buat si manis itu jatuh cinta padanya.

“Tapi akhirnya kita deket sendiri, dan dari waktu itu sampai sekarang, Jeno ngga pernah berhenti buat tunjukkin cintanya ke aku. Jeno selalu kasih aku semua cintanya, Jeno selalu ada di sana, di samping aku, waktu aku butuh. Dan aku mau makasih banget ke Jeno, semua cinta yang udah dia kasih ke aku itu banyak banget. Jeno buat aku selalu inget sama baba, baba selalu lindungin aku dari kecil sama cintanya, dan Jeno juga lakuin yang sama kaya baba.”

Kali ini, Renjun berbalik menatap Jeno, ia beranikan diri tatap mata Jeno sebelum berucap. “Maka dari itu, aku bersyukur. Aku bersyukur bisa punya kamu di hidup aku, Jen. Makasih udah perlakuin aku layaknya seorang raja disaat aku sadar ngga seharusnya aku terima itu semua. Tapi makasih, aku selalu mensyukuri semua yang kita jalani. Aku cinta kamu, Lee Jeno.”

And i love you more, Lee Renjun.”

Tepuk tangan memenuhi aula tempat dimana pernikahan Renjun juga Jeno diadakan. Ibu keduanya bahkan sudah menangis mendengarkan ucapan anak-anaknya kepada satu sama lain. Mereka semua merasakan seberapa besar cinta satu sama lain, dan mereka bersyukur keduanya sudah bersatu sekarang ini.

Saat keduanya hampiri orang tua mereka, mereka mendapatkan sebuah pelukan bangga. Tak ada hari yang lebih membahagiakan dari hari ini bagi Jeno juga Renjun.

Mereka berdua bersyukur memiliki satu sama lain, mereka berdua berterima kasih atas eksistensi satu sama lain, dan mereka berdua melengkapi satu sama lain. Bagi keduanya, cinta mereka adalah sempurna, sama seperti janji mereka tadi, mereka akan tetap menjaga cinta itu untuk bersinar sampai akhir hayat mereka nantinya.

Happy Wedding, Lee Jeno and Huang Renjun.