Going Home
Arasy tersenyum ketika tangannya digenggam erat oleh Sean saat lelakinya tengah menyetir. Rasanya sudah lama sekali ia tak duduk berdua bersama Sean di sini, di mobil milik Sean.
Tak mempedulilan tangan keduanya yang berkeringat, Sean tetap genggam tangan lelaki manisnya erat. “Kak, ini jadi jemput Keane sama baby Illie?”
Sean menatap Arasy sekilas kemudian menggeleng, ia tarik tangan Arasy dan tengah ia genggam mendekat ke wajahnya. Sean berikan kecupan di sana. “Mama sama papa yang anterin tadi katanya. Sekalian kakak suruh mereka makan di rumah.”
“Ohh.. okay. Aku nggak buka handphone dari kemarin,” ucapnya. Seharian kemarin Arasy menghabiskan waktu untuk bermain dengan Keane dan Kaylee hingga malam hari. Kemudian tadi pagi, ia mengobrol dengan Sean —sekaligus merengek meminta pulang.
“Kak Se besok kerja?”
“Iya, dari rumah.”
“Terus, Kak Kalan?”
“Emang Kalan kenapa? Kalan tetep kaya biasanya, sayang. Kakak dari rumah soalnya kamu juga pasti butuh kakak bantu jagain Illie sama Keane kan?”
Arasy mengangguk-angguk. Ia setuju. Tadinya ia pikir mungkin ia akan meminta sang ibu atau ibu mertuanya untuk membantu, namun ternyata Sean justru mengambil kerja dari rumah demi dirinya. Arasy bersyukur. Setidaknya biar ia belajar mengurus bayi kecil terlebih dahulu baru nanti ia akan menjaga kedua malaikatnya dan biarkan Sean bekerja seperti biasa.
“Terus kerjaan kakak yang kemarin tuh, udah beneran kan?”
“Udah kok, beres. Dana nya perusahaan ternyata memang diambil sama pekerja di sana, orang baru yang dipercaya di bagian keuangan. Tapi udah kok, udah dilaporin juga.”
“Kakak nggak minta ganti?”
“Tentu aja, dia harus ganti. Tapi dia minta waktu sampai mungkin dia bebas. Yaudah kakak nggak masalahin juga. Toh, kantor udah balik normal lagi.”
“Rasie bilang apa ke kakak? Kakak kan hebat! Kayanya cuma satu bulanan lebih dikit yah kakak selesaiin ini? Kak Se nya Rasie hebaaat!”
Sean menoleh ke arah lelaki manisnya yang juga tengah menatapnya dengan senyum manis. Jantungnya berdebar melihat bagaimana manisnya senyum Arasy.
Ia balas senyum lelakinya dan berikan satu kecup di pipi gembil Arasy. Setelahnya percakapan mereka di dalam mobil terasa begitu hangat. Dua minggu tidak saling bercakap-cakap, Sean memiliki banyak cerita yang ingin ia ceritakan pada sosok rumahnya.
“Hai, sayang. Welcome home!” Arasy sunggingkan senyum ketika sang ibu mertua yang baru datang berikan ia sebuah peluk. “Makasih, mami! Hehe!”
“Mana sini, anak kesayangannya papa? Peluk dulu!” Selepas selesai bercengkrama dengan ibu mertuanya, Arasy juga ganti memeluk sang ayah dengan erat. Dapat lelaki manis itu rasakan sebuah kecupan juga usapan lembut di punggungnya, “Anaknya papa, sekarang udah punya keluarga kecil. Rasienya papa— ah bukan, Rasienya Sean, kamu udah lewatin berbagai macam masalah dengan baik. Papa bangga lihat Arasy. Inget ya sayang? Papa sayang banget sama kamu.”
“Rasie juga sayang papa,” Arasy eratkan pelukannya. Bersyukur ia menerima cinta yang begitu besar dari kedua orang tuanya juga keluarga suaminya.
“Mama enggak?”
“Juga sayang mama dong!” Arasy lepas peluknya dan tersenyum ke arah sang ibu yang tengah gendong Keane. Ia mendekat kepada keduanya dan kecup pipi Keane dengan sayang. “Keane suka di rumah grandma?”
“Uhum! Banyak mainan. Kata grandma itu punya papi rasie waktu kecil. Keane juga lihat banyak fotonya papi waktu kecil. Mirip sama Kay!”
Arasy tersenyum dan usak rambut Keane dengan sayang. “Kay dimana, Ma?”
“Di gendong Sean tuh tadi di depan.”
“Rasie ke depan dulu kalau gitu, Ma. Mau lihat Kaylee. Keane ikut papi nggak? Yuk?” Si lelaki kecil meminta turun dari gendongan mama dan menggandeng tangan papinya.
“Rasie ini mama sama mami pakai dapurnya buat masak, boleh?”
“Boleh dong! Rasie kangen masakan kalian berdua!” jawabnya sedikit berteriak karena memang jaraknya dengan sang ibu sudah agak jauh.
Arasy berjalan ke depan rumahnya, lebih tepatnya ke taman rumahnya juga Sean. Benar saja firasatnya, Sean berada di sana sambil gendong tubuh kecil sang bayi.”
“Kak Se, kenapa nggak masuk? Illie biar istirahat,” Arasy menepuk bahu sang suami, buat Sean menoleh.
“Tadi kakak habis angkat telpon terus mama papa sama mami dateng. Yaudah di sini dulu bentar tadi. Nih, mau gendong Illie?”
Arasy mengangguk, ia terima sang bayi kecil dalam rengkuhannya dan Sean angkat si lelaki kecil yang tadi digandeng oleh Arasy. Sean berikan kecupan di pipi Keane, “Hari ini udah tidur di rumah lagi, Keane seneng nggak?”
“Huum! Seneng banget, dad. Keane kangen juga dianter papi sama dad ke sekolah.”
“Eits, sementara nanti dad dulu yang anter ya? Biar papi kamu temenin Baby Illie di rumah. Nanti kalau babynya udah bisa diajak jalan-jalan, baru kita bertiga anterin Keane sekolah. Deal?”
“Deal, daddy!”
Sean tersenyum. Ia tatap Arasy yang menatap keduanya sedari tadi dengan senyum. Satu tarikan, Sean bawa tubuh Arasy —yang menggendong Kaylee— mendekat dan berikan satu kecupan di kening.
“Rasie bahagia?”
“Punya Kak Se, Keane, sama Illie? Bahagia dong!”
“Kalau Keane?”
“Keane juga seneng banget punya papi, dad, sama Baby Kay.”
“Baby Kay juga pasti seneng kan punya daddy kaya dad? Iya kan, sayaang?” Arasy mengelus pipi lembut sang bayi, buat bayi kecil Anderson itu tersenyum walau dengan mata tertutup. Arasy melebarkan senyum melihatnya. “Tuh, Illie juga bahagia!”
Mendengar juga melihatnya, Sean tersenyum lembut. “Kalau kalian bertiga bahagia, dad juga bahagia.”