Detik dan Menit Terakhir

Waktu dan tenaganya sudah terbuang selama 6 bulan. Abimanyu tak tahu harus apa selanjutnya. Rasanya begitu kelabu untuk melihat masa depannya bersama dengan Rashel, cintanya.

Bagaimana selanjutnya? batinnya terus bertanya, ia lelah. Demi Tuhan ia sangat lelah, rasanya tak sanggup lagi untuk melanjutkan, rasanya semua akan sia-sia saja.

Abimanyu tahu, sebenarnya ini adalah konsekuensi dari jatuh cinta. Ia memilih untuk mencintai Rashel, maka ia harus siap untuk menerima akhirnya. Entah itu sebuah balasan cinta, penolakan, maupun sebuah ketidak jelasan. Dan kali ini, Abimanyu merasakan bagaimana rasanya berada di ketidak jelasan hubungan.

Rashel tidak menolaknya, tidak pula membalas cintanya. Lelaki pemilik cintanya itu pernah memintanya untuk berhenti, tapi ia tak mau dengan alasan ia masih sanggup berjuang.

Namun tepat sebulan setelahnya, rasa lelah mulai menyergap dirinya.

Hatinya berkata menyerah, namun pikirnya berkata lanjut.

Sekarang pertanyaannya, yang mana yang harus ia turuti? Hati atau pikirannya?

“Hai,” sapa itu terdengar di telinga Abimanyu, memecahkan lamunan yang sedari beberapa hari lalu selalu menganggu pikirannya.

“Rashel?”

Sang pemilik nama tersenyum tipis, ia dudukkan dirinya di sebelah Abimanyu. Sebuah kebetulan keduanya bertemu di taman ini.

“Aku boleh duduk di sini, kan?” tanya Rashel yang sebenarnya tidak berguna sebab dirinya telah duduk di sana terlebih dahulu. Juga, mana bisa Abimanyu mengusir Rashel?

Tak ada jawaban, hanya sebuah tatapan penuh cinta pada wajah Rashel yang menghadap ke arah depan. “Abimanyu, apa lo nggak capek?”

Pertanyaan itu sebenarnya mengandung banyak arti, tapi apa yang Abimanyu tangkap dari itu adalah Apakah lelaki itu tidak lelah berjuang seorang diri untuk mendapatkan hal yang tidak akan pernah ia dapatkan pada akhirnya?

“Say-”

“Bim, lo berhak untuk bahagia. Gue mau lo bahagia, gue mau lo dapat cinta yang memang sepantasnya buat lo. Dan gue gak bisa buat kasih itu ke lo, Abimanyu.”

Abimanyu pandang wajah Rashel yang masih betah memandang ke arah depan. Danau kecil yang berada di taman itu. Rashel lebih memilih untuk memandang ke sana daripada ia harus menatap wajah terluka lelaki yang mencintainya ini.

“Abimanyu, gue nggak tahu harus berucap apa selain makasih dan maaf. Lo udah ngorbanin banyak waktu juga tenaga buat gue tapi gue gak bisa bales itu ke lo.”

“Rashel, saya bisa berjuang lebih la-”

“Jangan lagi, Bima. Jangan lagi. Jangan ulangin kesalahan ini lagi.”

Abimanyu tersenyum kecut. Mungkin ini memang akhirnya, mungkin ini memang saatnya ia mengikuti kata hatinya, bukan pikirnya.

“Mencintai kamu bukan sebuah kesalahan, Rashel. Saya bahagia rasa itu bisa datang kepada saya.”

“Tapi rasa itu menyakiti hati lo, iya?”

Tak ada jawaban. Rashel pun melanjutkan, “Gue tahu diri lo juga udah capek buat berjuang kan, Bim? Bima, tolong berhenti. Gue jahat sama lo Bima, kenapa lo masih cinta sama gue disaat gue bahkan cuma merespon lo dengan makasih dan lo juga di setiap ucapan dan hadiah yang lo kasih ke gue?”

“Rashel..”

“Bima, maaf. Gue terpaku sama masa lalu, gue gak pernah mau ngelanjutin hidup gue lebih baik lagi. Maaf karena itu semua perasaan lo nggak terbalas,” untuk pertama kali, Rashel tatap lelaki di sebelahnya.

Matanya berkaca-kaca, ia merasa jahat harus melakukan ini. Tapi ia harus seperti ini agar lelaki di sebelahnya berhenti memperjuangkannya. Ia tak mau Abimanyu lebih sakit lagi karenanya. “Gue mohon, Abimanyu. Pikirin diri lo kedepannya.”

Abimanyu menarik nafasnya panjang, “Rashel, jika kamu mau saya menyerah, maka saya akan menyerah.”

Rashel menahan nafasnya, ia memandang kearah lain seiring air matanya turun. Tak sanggup menatap wajah Abimanyu. “Iya, gue mau lo menyerah, Abimanyu. Lanjutin hidup lo dan jangan terpaku sama gue.”

Abimanyu tersenyum, “Jika begitu yang kamu mau, saya turuti.”

“Iya..”

“Tapi Rashel, bolehkah saya menghabiskan satu hari ini bersama kamu? Bolehkah saya menikmati detik juga menit, bahkan jam terakhir bersama kamu ini?”


Satu hari ini, Abimanyu dan Rashel habiskan bersama. Pergi ke taman bermain. Bersenang-senang sebelum besok semuanya berubah. Bagi Abimanyu, setidaknya ia mempunyai satu momen dimana ia bersenang-senang bersama cintanya ini.

“Bima! Lihat sini!”

Abimanyu menoleh ketika Rashel memanggilnya. Dan setelahnya suara kamera terdengar di kedua telinganya. Rashel memotret dirinya.

“Hei!”

Tawa itu terdengar, Rashel turunkan kamera dari depan wajahnya untuk menatap wajah lelaki itu. “Bima, lo bahagia?”

“Bersama kamu semuanya terasa bahagia, Rashel.”

Rashel tersenyum, sebenarnya rasa bersalah sudah menyeruak di hatinya. Rashel akan benci dirinya sendiri karena ini, karena menyakiti hati pria sebaik Abimanyu.

“Bima, sebelum hari ini berakhir, boleh gue peluk lo?”

Detik setelahnya, Rashel masuk ke dalam pelukan Bima. Hangat dan nyaman. “Rashel, terima kasih banyak untuk hari ini.”

No, terima kasih banyak, Abimanyu. Terima kasih banyak sudah kasih gue cinta setulus ini, terima kasih banyak sudah memperlakukan gue sepenuh cinta walau gue gak pernah bisa balas ini semua ke lo. Dan terakhir, Terima kasih. Terima kasih karena lo putuskan buat menyerah dan mikirin diri lo sendiri.”

Tangis itu pecah di pelukan Abimanyu. Rasanya sakit, Rashel benci dirinya sendiri yang seperti ini. “Lanjutin hidup lo, jangan pernah ada Rashel lagi di hati lo, lo orang terhebat yang pernah gue kenal, Bima. Gue bersyukur bisa ngerasain cinta dari orang hebat seperti lo.”

Rashel lepas pelukannya, ia tersenyum kearah Abimanyu, “Bahagia terus, Abimanyu. Mungkin suatu saat nanti gue bakal lihat lo waktu lo udah dapet hal yang memang pantas lo dapetin. Dan saat itu tiba, gue bakal merasa seneng, gue bakal bahagia, laki-laki hebat yang pernah mencintai gue sudah dapet apa yang memang pantas buat dia.”

“Sudah malam, terima kasih ya Rashel? Terima kasih sudah mau habiskan detik dan menit terakhir di hari ini bersama saya. Saya cinta kamu, sangat. Perasaan ini nggak akan pernah saya jadikan sebuah kesalahan.”

Malam itu, Abimanyu antarkan Rashel sampai ke rumahnya. Tak ada kata-kata dari mulut mereka selama perjalanan. Hening namun tidak canggung.

“Iya. Bima, see you when i see you, ya? Bahagia dengan hidup lo selanjutnya, Bima. Gue selalu doa yang terbaik bagi lo.”

See you when i see you, Rashel. Terima kasih banyak atas hari ini. Untuk terakhir kalinya, saya cinta kamu.”

Rashel hanya bisa menatap punggung lelaki yang mencintainya itu menjauh. Tidak, baginya ini bukan sebuah akhir yang menyedihkan bagi Abimanyu. Ini adalah bagian dari kisah hidup lelaki itu yang akan bawa ia lebih maju.

Dan Rashel mau jujur, ia bahagia bisa menjadi bagian dari kisah lelaki itu walau dirinya berada di bagian yang menyakitkan.

Abimanyu, gue harap di kehidupan selanjutnya lo nggak akan bertemu dengan Rashel yang terpaku dengan masa lalu, tetapi Rashel yang selalu memandang ke arah lo, hanya diri lo. Dan semesta, terima kasih banyak sudah pertemukan gue sama laki-laki hebat seperti Abimanyu. Gue bersyukur bisa kenal dengan sosoknya.