Azure

Semua sihir yang dimiliki oleh Azure— seluruh sihir milik Elf, peri dan juga Alan semua telah habis diambil oleh Eleanor.

Seharusnya, jika seluruh sihir sudah diambil, maka Azure akan berubah menjadi gelap, dunia ini, kerajaan ini akan mati.

Namun membingungkan bagi Alan, Edward, dan juga Herold karena Azure masih seperti dulu. Yah walau beberapa tanaman sudah layu sebab peri-peri juga Elf yang merawat mereka semua kehilangan sihirnya.

Namun bagi ketiganya — Alan, Edward, juga Herold yang merupakan penduduk Azure, ini semua baik-baik saja. Tak terjadi sesuatu yang ada di bayangan mereka.

“Bagaimana bisa ini terjadi?” tanya Herold. Lelaki ini sedari tadi menatap kearah dalam istana, dimana Eleanor berada di sana. Dengan beberapa hewan, peri, juga elf yang sudah kehilangan sihirnya.

“Apanya yang bagaimana?”

Ketiganya sontak menoleh dari kaca istana menuju seorang yang berbicara. Earl. Ya benar, lelaki itu masih memiliki kekuatan di pensilnya — ah, atau yang sudah berubah menjadi tongkat sihir, sebenarnya.

“EARL!” ketiganya berteriak bersamaan.

“Ya..? Aku?”

“Benar, Earl masih memiliki kekuatannya, itulah kenapa Azure masih baik-baik saja,” Alan berucap, menatap kearah Earl dengan semangat.

“Lalu bagaimana rencana selanjutnya?” Edward mengeluarkan suara.

“Biar aku saja yang masuk, ah atau kalian mau ikut?”

Earl tak akan biarkan sihirnya hilang begitu saja.


“Apa apaan ini? Kenapa semuanya masih baik-baik saja?!”

Eleanor berteriak marah kepada seluruh bawahannya. Tongkat sihirnya kini sudah penuh dengan sihir para penduduk Azure. Seharusnya, Eleanor sudah dapat mengendalikan semuanya. Tapi kenapa, semuanya masih baik-baik saja sekarang?

“AKU TIDAK MAU TAHU, CARI SEORANG YANG MASIH MEMILIKI SIHIR DI SINI. PERGI!” ucapnya memerintah.

“Yang Mul—”

“Aku mau Alanku! Carilah semua sihir yang ada di sini! Supaya aku bisa mengendalikannya!”

Alan, Earl, Edward, dan juga Herold mendengar semuanya. Mereka kini sudah berada di pintu masuk ruangan tempat singgasana Eleanor — atau sebenarnya milik Alan yang di rebut oleh Eleanor — berada.

“Aku masuk sekarang.”

Perkataan Earl barusan membuat Alan menoleh kearah lelaki manis itu. Perlahan ia tangkup pipi Earl dan menatap tepat di matanya.

“Berjanji padaku kamu akan baik-baik saja, Earl.”

Earl tersenyum, ia kecup tangan Alan yang berada di pipinya. “Aku akan baik-baik saja, Alan. Aku berjanji. Azure pun akan kembali seperti semula.”

Perlahan Alan lepaskan tangannya dari pipi Earl dan tersenyum lembut. Ia membiarkan Earl, lelaki manis yang pertama kali ditemuinya di gua itu, untuk masuk ke ruang singgasana.

“CEPATLAH, KENAPA KALIAN LAMBAN SEKALI?!”

“Tidak perlu membentak mereka begitu, Eleanor.”

Suara Earl barusan membuat seluruhnya menoleh kearah lelaki manis itu. Berbeda dengan penduduk Azure yang tersenyum lebar melihatnya, Eleanor justru memberikan senyum sinis. “Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini? Di kerajaanku?”

“Kerajaanmu? Ah, maksudmu kerajaan milik Alan?”

“KAU! Aku ini calon istrinya, dan kerajaan milik Alan adalah milikku juga.”

Earl terkekeh, ia mengangguk angguk ketika Eleanor telah selesai berbicara — sebuah isyarat bahwa dirinya memahami ucapan Eleanor.

Perlahan, Earl mendekat kearah Eleanor. Wajahnya ia dekatkan ke telinga milik Eleanor dan kemudian berbisik, “Yang aku tahu.. Alan membencimu.”

“YAK! KAU!”

Earl terkekeh, ia menjauh dari Eleanor. “Kenapa?”

“Aku dapat membuatnya menjadi milikku jika seluruh kekuatan Azure berada di dalam diriku.”

“Sayangnya tidak semuanya ada di dirimu, ya? Hahahaha”

Eleanor makin marah, ia tak tahu siapa lelaki di hadapannya ini. Tak pernah sekalipun ia lihat lelaki itu berada di Azure. Namun kenapa lelaki itu berani mengejeknya seperti ini.

“ARGH! PELAYAN! CARI SEMUA SIHIR YANG ADA DI SINI! CARI YANG TERSISA!”

Earl menggembungkan pipinya ketika mendengar ucapan Eleanor. “Sebenarnya, Eleanor..”

Wanita itu memusatkan pandangan kearah Earl, lagi.

“Kamu tidak perlu menyuruh mereka mencarinya di seluruh Azure. Karena mereka tidak akan menemukannya.”

“Kau tahu darimana?!”

“Tentu saja aku tahu, sebab seluruh kekuatan yang tersisa ada di dalam diriku.”

Eleanor membelalakkan matanya mendengar ucapan Earl. Dengan sigap ia arahkan tongkat sihirnya kepada lelaki itu, memberikan sebuah serangan yang langsung dielak oleh Earl dengan tongkat miliknya.

“KAU!”

Berkali kali Eleanor memberikan serangan pada Earl, namun semuanya dapat dihindari oleh Earl dengan baik.

“Sebenarnya kamu ini siapa?! Bagaimana bisa kamu menghindari seluruh sihir dariku?! Padahal tongkat ini memiliki kekuatan seluruh penduduk Azure bahkan Alan!”

“Aku? Siapa aku? Ku rasa akupun tidak tahu siapa aku sekarang. Sebab sebenarnya, aku bukan seperti ini. Aku ini pangeran yang pemalu— ah tidak lebih tepatnya aku tidak suka melakukan hal lain selain membaca buku. Namun kamu berhasil membangkitkan diriku yang lain, Eleanor.”

“Bertele-tele sekali dirimu!” kali ini Eleanor arahkan tongkatnya pada Earl dan itu berhasil. Kekuatan Earl perlahan terserap kearah tongkatnya.

Earl hampir saja mau menghentikan itu dengan tongkatnya, namun gagal sebab maniknya menangkap sebuah retakkan di gagang tongkat milik Eleanor. Gagang tongkat yang terbuat dari kayu itu retak, sebab terlalu banyak sihir di dalamnya.

Earl tersenyum, “Kau mau sihirku kan? Ambilah.”

“EARL!”

Alan yang mendengar itu dari balik pintu membelalak, ia masuk ke dalam ruang singgasana dan makin terkejut kala melihat tongkat milik Earl sudah hampir menghilang.

Sesaat setelah Earl jatuh ke lantai, Alan berlari kearah Earl dan memeluknya dari belakang. “Earl sihirmu..”

“Tenanglah Alan, semuanya akan baik-baik saja. Aku tahu bagianku.”

Tanpa melepas pelukan Alan dibelakang tubuhnya, Earl menatap Eleanor yang menatap dirinya juga Alan dengan amarah.

“Lepaskan Alanku!”

“Alanmu?” Alan tertawa. “Aku ini milik Earl seorang.”

Earl tertawa pelan.

Tongkat Eleanor sudah mengarah lagi kepada Earl, namun lelaki manis itu tidak mundur sama sekali. “Silahkan ambil semua dariku, Eleanor. Kau tahu masih ada sihir yang tersisa.”

“Kamu sendiri yang memintaku.” Eleanor kembali mengarahkan tongkatnya ke Earl. Melepas lelaki manis itu dari pelukan Alan dan membawanya ke atas — tidak menapak pada lantai.

“Aku puas.”

Earl terkekeh, “Kamu tahu Eleanor? Keserakahan akan membuat kamu sendiri menderita.”

“Aku tak akan menderita dengan memiliki seluruh sihir milik Azure.”

“Hm.. begitu? Lihat saja sendiri. ”

Tepat sedetik setelahnya, tongkat milik Eleanor patah, membuat Earl terjatuh dari atas. Namun tak mencapai lantai, Alan menahan tubuh kecilnya.

“You're safe with me.” Earl tersenyum membalasnya.

“TONGKATKU!”

Pandangan Earl juga Alan yang tadinya kepada satu sama lain berubah menuju Eleanor dan tongkatnya yang telah patah dan perlahan menghilang.

Bersamaan dengan itu, sayap juga tongkat milik Elf beserta sihir milik hewan-hewan Azure kembali. Membuat semuanya berteriak dengan bahagia, termasuk Edward juga Herold yang langsung masuk ke ruang singgasana dan memeluk Earl.

“KITA BERHASIL!”


“Earl, tidak bisakah kamu tinggal di sini?”

Pertanyaan yang keluar dari mulut Herold membuat Earl tersenyum. Selepas berhasil menaklukan Eleanor dan seluruh bawahannya — yang kini sudah dikurung di bawah tanah oleh Alan dan pengawalnya, Earl memutuskan untuk kembali.

“Herold, aku juga punya rakyatku sendiri di sana. Bagaimana kata ayah juga ibuku jika aku disini menghilang tiba-tiba?”

Selepas berucap, Earl mendapat pelukan dari Herold. Lelaki peri yang berhasil buatnya banyak tertawa di Azure itu memberikan pelukan yang erat.

“Jangan lupakan kami.”

Earl melepas pelukan, “Tidak akan.” Kemudian ia berjalan kearah Edward. Membuka tangannya, meminta lelaki itu memeluknya.

Lelaki bijak yang selalu buatnya terkagum ini, tak akan pernah ia lupakan juga.

Dan terakhir, Alan. Raja Azure yang berhasil membuat dirinya merasakan hal yang tak biasa, kasih sayang seorang pasangan.

“Earl.”

Baru saja Alan menyebut namanya, Earl sudah berhamburan air mata. Ia menubruk tubuh Alan yang lebih besar darinya dan menangis di dadanya.

“Alan, jangan lupakan aku.”

Alan terkekeh, “Bagaimana bisa aku melupakan seorang Earl? Lelaki manis yang bantu aku menyelamatkan kerajaanku, dan juga yang buat aku berhasil jatuh cinta.”

“Alan.. hiks!”

“Earl, ini sudah keputusanmu untuk kembali, maka kembalilah. Aku tak apa.”

Earl mendongak, menatap wajah tampan milik Alan. “Aku juga mencintaimu, hiks!”

Alan terkekeh, perlahan ia dekatkan wajahnya dengan Earl. Memberikan kecupan pada bibir manis milik lelaki yang dicintainya itu. “Aku mencintaimu,” ucap Alan sekali lagi dengan suara beratnya.

“Aku juga, Alan.”

Earl ingin tinggal bersama Alan juga yang lain. Namun ia sadar ia masih memiliki keluarga di Fuchsia. Tak mungkin ia meninggalkan mereka tanpa kabar.

Mungkin, mungkin jika nanti ia bisa kembali ke sini. Ia akan tinggal di sini selamanya, bersama dengan Alan.

“Aku akan menunggu kamu berkunjung ke sini, sayang. Atau jika bisa, aku yang akan berkunjung ke sana.”