Arrows of Love

Suara bel yang berbunyi pada toko bunga berhasil mengalihkan pandangan Kala yang sebelumnya fokus pada rangkaian bunga di hadapannya.

Welcome to Glaucous Flow—”

Ketika Kala mendongakkan kepalanya, salamnya terhenti. Keenan ada di sana. Memang sih, Kala tahu jika temannya ini akan ke toko bunganya hari ini.

Tapi, siapa yang mengira apabila penampilan Keenan ketika kesini akan berbeda dengan apa yang dikirimkan oleh lelaki itu di kolom chat mereka beberapa jam lalu?

Keenan terlihat.. ekhm.. tampan, dengan balutan kaos putih lengkap dengan jeans yang pas di tubuh pria tersebut. Agaknya udara hari ini sedikit panas hingga kemeja si pria terpaksa dilepas.

“Kie? kamu udah balik?”

Si lelaki yang dipanggil namanya tadi mengangguk dan menarik kursi untuk duduk di hadapan Kala. “Gue malah agak telat dari jam janjian kan? Gue tadi ditarik sama Abra Jovan disuruh nemenin makan. Padahal nanti gue mau ngajak makan lo.”

“Jovan?”

Keenan mengangguk, “Temen gue, nanti gue kenalin kalau ada waktu.”

“Okay.” Kala mengangguk kemudian kembali fokus pada rangkaian bunga yang tengah dirangkainya sedari tadi. “Jadi kamu mau beli bunga apaan, Kie?”

“Rekomendasi lo?”

“Buat apa bunganya?”

“Kok kepo?” Kala menarik nafasnya kemudian menatap Keenan. “Kan kamu minta rekomendasi, aku pukul nih!” katanya jengkel sembari memegang gunting besar yang dipakainya untuk membersihkan bunga.

“Weitss, santai. Gue mau kasih bunga.. buat mama gue.”

Kala menganggukkan kepalanya sebentar, “Mawar?”

“Terlalu basic.”

“Kalau Barberton Daisy?” Kala mengambil salah satu bunga di dekatnya dan menunjukkannya pada Keenan. “Gerbera, atau Barberton daisy ini memang masih jarang yang pakai sebagai hadiah buat ibu. Bisa dibilang juga jarang banget.”

Kala tersenyum saat bunga di tangannya diambil oleh Keenan, “Tapi menurut buku-buku yang aku baca, Gerbera ini nyimpen banyak banget filosofi. Salah satunya buat mengungkapkan perasaan sejati, sama kaya kasih sayang seorang ibu ke anaknya.

“Aku ambil yang warna kuning sama putih, karena warna kuning itu melambangkan keceriaan. Aku yakin sosok kamu yang penuh ceria sama gembira nggak jauh-jauh dari sosok mama kamu. Dan putih, putih melambangkan murni dan tulusnya kasih sayang ibu kepada keluarganya, papa kamu, kakak kamu, sama kamu.”

You know your parts so well, Kala.”

Well, I've done my homework, hehe.”

Keenan tersenyum gemas sembari menatap Kala. “Ini yang gue butuhin, makasih, Kala.”

“Mau aku rangkaiin sekalian?”

“Boleh?”

Kala mengangguk “Iya, boleh. Sini bantu aku cari wrapping yang cocok sama bunga kamu.”

Kala berdiri dari tempatnya duduk dan menatap beberapa bunga yang ada di sana. Tak menyadari bahwa Keenan tatap dirinya sedari tadi dengan pandangan berkaca-kaca.

“Kie? Kalau ini gimana..?” Kala membalik tubuhnya dan membulatkan matanya dikala menemukan Keenan tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

“Kie? Kamu ngga papa?” Kala menaruh wrapping paper nya di salah satu kursi dan mendekat pada Keenan.

“Kal..”

“Iya Keenan, aku disini.”

Can i hug you?

Kala tersenyum teduh, ia merentangkan tangannya dan bawa Keenan masuk ke dalam pelukan. Kala tidak tahu, apa yang terjadi pada Keenan saat ini, yang ia tahu, lelaki itu membutuhkan bantuannya, membutuhkan dukungannya.

Dukungan hangat layaknya dukungan yang selalu Keenan berikan kepadanya.

Everything's gonna be okay, Kie,” Kala berkata, memberikan elusan di punggung lelaki tersebut.

Lima menit Kala biarkan si pria jangkung mendekapnya erat. Keenan tidak menangis, tidak juga mengatakan apa-apa. Ia hanya diam di pelukan Kala.

“Gue takut, Kal,” Keenan berkata selepas pelukan mereka.

“Kenapa?”

“Mama gue.. koma. Udah 1,5 tahun mama gue di rumah sakit. Gue kangen. Semua penjelasan lo tadi, semua perkataan lo soal mama gue, semuanya bener. Mama gue sosok yang ceria, mama gue orang yang paling tulus yang pernah gue kenal. Semua yang ada di gue sekarang, itu semua karena mama.”

Kala terhenyak, “Kenapa kamu ngga cerita, Kie?”

Keenan tersenyum, ia hapus air matanya yang ada di sudut mata, “Gue gak mau lo juga terbebani sama masalah gue disaat masalah lo juga lebih berat dari gue, Kal.”

Kala menatap Keenan. Mengingat pria itu lebih tinggi darinya, ia berjinjit untuk hapus setitik air mata di netra pria yang berhasil buatnya jatuh cinta itu. Selepasnya, ia tersenyum teduh dan elus pipi Keenan.

Kala tahu ini mungkin melebihi batasnya, tapi Kala tak peduli kali ini.

“Kie, ini bukan masalah berat mana atau ringan mana. Nggak ada namanya masalah berat atau ringan. Kie, kamu selalu mau aku cerita ke kamu, tapi kenapa kamu juga ngga pernah cerita ke aku? Kamu takut masalah kamu ganggu aku, tapi gimana sama kamu? Gimana kalau masalahku ganggu kamu? Apa kamu ngga mikir begitu, Kie?”

“Hati kamu terbuat dari apa sampai kamu bisa kaya gini, hah? Kie, aku pernah ngelewatin masalah kaya kamu, dan aku paham rasanya. Aku yakin, mama kamu pasti sembuh, Kie. Ayo kamu juga harus berjuang buat kuat disaat mama kamu juga berjuang untuk bangun.”

Keenan memejamkan matanya saat Kala mengelus pipi tirusnya.

“Kie, aku ngga pinter berkata-kata. Tapi kamu bisa jadiin aku tempat cerita, Kie. Jangan pendam masalah kamu sendiri. Kamu bilang ke aku setiap orang punya masalah sendiri dan itu hak kamu buat ceritain atau enggak. Dan sekarang aku udah tahu, maka dari itu aku nggak akan diem aja.”

Keduanya bertatapan tepat di netra masing-masing. Dan tepat saat itu kedua cupid yang ditugaskan untuk menyatukan keduanya tadi melempar panahnya pada Keenan.

Kedua cupid itu tahu, Keenan tak akan menyadari perasaannya secepat itu, namun biarlah Keenan menyadari perasaannya sendiri.

Dengan sedikit bantuan mereka, tentu saja.

Jantung pria itu berdebar kencang disaat netra milik Kala yang penuh dengan bintang dapat ia tatap dengan jelas.

Indah.

“Ayo saling menguatkan. Kamu rindu ibu kamu, kamu bisa peluk aku. Aku nggak berniat gantiin ibu kamu tapi..

selama nunggu beliau sadar, biarin aku gantiin itu, Kie. Kamu bisa cerita ke aku soal semua masalahmu, soal semua keluhanmu seperti kamu cerita ke ibu kamu. Aku tahu mungkin rasanya beda karena kamu nggak sayang aku—”

Greb!

“Siapa bilang gue nggak sayang sama lo, Kal? Gue sayang, gue sayang sama lo. Banget. Lo sahabat gue, Kal.”

Kala tersenyum dan balas pelukan Keenan. “Everything's gonna be okay, Kie. I'm here.

Setidaknya ini yang dapat ia lakukan untuk Keenan, tak peduli dengan perasaannya yang mungkin akan makin besar, Kala akan tetap melakukannya.

Sebab baginya, kebahagiaan lelaki yang berjasa baginya ini lebih penting dibanding kisah cintanya yang mungkin saja bertepuk sebelah tangan