Amour et Bonheur

Benar seperti kata Jeremy kemarin, selepas mereka selesai dengan kuliah, mereka pergi bersama. Jeremy berkata bahwa ia ingin mengajak Jingga untuk pergi bersama, sebab jarang keduanya pergi ke tempat selain studio musik milik Avenir.

Sebenarnya sih, kalaupun Jeremy mau mengajaknya ke studio untuk menulis lagu lagi, Jingga tidak masalah. Toh, selama ini lelaki manis itu menikmati ketampanan seorang Jeremy Theodore kala serius dengan lirik-lirik juga irama musiknya.

“Jadi kita mau kemana?” Jingga bubuhkan tanya pada Jeremy yang tengah menyetir.

“Aku lagi kangen masa-masa sekolah.”

Jingga mengernyitkan dahi, menatap Jeremy bingung, “Terus?”

“Ya aku mau ajak kamu ke sekolah aku dulu. Aku udah minta ijin sama yayasan sekolah aku buat kita main-main ke sana pakai seragam kaya anak SMA.”

Sontak Jingga tertawa keras, lelaki di hadapannya ini memang berbeda. Jika biasanya para lelaki akan mengajak kekasihnya untuk ke pantai, taman bermain, atau mall untuk berkencan, Jeremy justru mengajaknya ke sekolah.

“Ini jam berapa, Jer? Apa siswa-siswanya nggak sekolah?”

“Nah itu, justru kemarin kepala sekolah pengen aku dateng waktu anak-anak di sana pada sekolah. Biar dijadiin teladan katanya, kan dulu aku berprestasi.”

“IH? SOMBONG!” Jeremy tertawa, ia bercanda. Ya, walau memang benar sih, kepala sekolahnya dulu pernah meminta ia untuk datang dan memberikan beberapa kata sebagai alumni.

Dan baru sekarang Jeremy memiliki waktu luang, dan ia gunakan itu juga untuk menghabiskan waktu bersama Jingga.


Keduanya sekarang telah sampai di sana. Sebelum mereka akan menghabiskan waktu untuk melihat-lihat, Jeremy mengajak Jingga untuk bertemu dengan kepala sekolah lamanya.

“Jeremy Theodore! Hahaha, apa kabar kamu?!”

Jeremy disambut oleh sapa yang hangat di sertai pelukan, membuatnya melepas gandengan dengan Jingga sebentar untuk membalas pelukan sang kepala sekolah. “Baik, Pak. Hahaha, maaf saya baru sempat untuk mampir lagi.”

“Bapak pahamlah, Jer sibuknya kamu gimana. Kuliah sama kerja sebagai member band? Wow, I'm so proud of you!”

Jeremy hanya tertawa. Kemudian dapat ia rasakan Jingga meremat jaket bagian belakangnya. Ah, lelaki manis kekasihnya itu merasa takut rupanya – ingatkan waktu pertama kali Jingga bertemu dengan avenir dan bersembunyi di balik tubuh Hendra?

“Eh? Bapak baru lihat ada orang lain hahaha, siapa ini?”

“Pacar saya, Pak. Namanya Jingga.”

Sang kepala sekolah membulatkan mata dan mulutnya. Melihat reaksi si kepala sekolah, Jingga makin mendekatkan tubuhnya ke Jeremy. Ia takut juga dengan pandangan guru Jeremy padanya.

“Kalo gitu, saya Wira, gurunya Jeremy dulu. Pinter kamu cari pacar Jer, cocok gitu kamunya ganteng dianya cantik.”

Jingga tertawa canggung. “Kalo gitu kalian bebas mau ngapain di sini, kemarin Jeremy udah ngabarin saya kalo mau main ke sini.”

Jika sudah begini, maka Jeremy pamit keluar dan membawa Jingga untuk berkeliling di sekolahnya ini. Bercerita soal tempat-tempat yang memberi banyak kenangan kepadanya.

“Hahaha, terus taman ini ya, aku dulu selalu kabur ke sini waktu lagi nggak mau belajar. Aku inget banget kerjaan aku kalau di taman ini ya cuma ngelamun atau kadang tidur di sini, tempat kita duduk sekarang.”

Dibawah pohon besar, disitulah mereka berada sekarang, dengan Jingga menaruh kepalanya di bahu Jeremy. “Waktu sekolah, kamu seru ya?”

“Iya banget. Aku selalu enjoy setiap harinya di sini, entah itu waktu aku belajar atau waktu aku bolos. Sekolah ini udah kaya rumah ketiga aku, Jingga?”

“Rumah ketiga? Dua kali!”

Jeremy tertawa, ia mengelus lengan Jingga yang tadi ia rengkuh. “Rumah kedua aku kan kamu, sayang.”

So cheeesy.

Tawa Jeremy makin pecah di saat Jingga menegakkan tubuhnya dan memukul lengannya pelan. Jingga melihatnya, melihat tawa milik Jeremy.

Perasaannya menghangat melihat itu, entah bagaimana tawa milik Jeremy juga membuat sudut bibirnya tertarik. Jingga, lelaki manis itu, tak akan membiarkan senyum favoritnya menghilang lagi.

“Jer.” Masih dengan tawanya, Jeremy menatap Jingga.

Ketika netra Jingga bertemu tatap dengan netra Jeremy, Jingga tersenyum. Sering ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah Jeremy orang yang tepat untuknya? Apakah ia orang yang tepat untuk Jeremy?

Dan kini, melihat tawa yang disertai eyesmile milik Jeremy, Jingga menemukan jawabannya, kala netranya bertemu tatap dengan netra Jeremy, pertanyaan Jingga terjawab.

Jawabannya adalah iya, Jeremy orang yang tepat untuk Jingga, pun sebaliknya, bagi Jeremy tak ada yang lain selain Jingga yang dapat masuk ke hatinya.

Mereka telah melewati satu masalah yang berhubungan dengan masa lalu keduanya, namun bukan berarti tak akan ada masalah lagi di dalam hubungan mereka. Jika sebelumnya, Jingga memutuskan untuk menjauh, maka nantinya ia tak akan menjauh. Jingga mau menghadapinya bersama. Bersama dengan Jeremy.

Sebab tak pernah sekalipun terlintas di pikiran Jingga untuk kembali jauh dari Jeremy, cinta dan juga kebahagiaannya.

“Jeremy.”

“Ya, sayang?”

Hati Jingga menghangat. “Makasih banyak sudah hadir di kehidupan aku buat tulis salah satu kisah terindah yang bakal selamanya terukir di dalam hati aku. I love you, Jeremy.”

Setelahnya, Jeremy tersenyum, ia memberikan satu kecupan di puncak kepala Jingga dengan sayang. “Terima kasih juga, sayang. I love you more.”

Amour et Bonheur French words that mean 'Love and happiness'